Khartoum, MINA – Wakil Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat PBB, Martin Griffiths memperingatkan, Sudan tengah menghadapi penderitaan yang luar biasa, dengan 750.000 orang terancam kelaparan dan kondisinya dapat memburuk lebih jauh.
Griffiths mengatakan kepada The Guardian, dikutip Senin (1/7), kini Gaza menjadi subjek liputan media yang intens dan upaya diplomatik (meskipun sejauh ini tidak berhasil), di sisi lain tragedi buatan manusia lainnya yang berpotensi jauh lebih besar sedang terjadi di Sudan.
Menurutnya, sebagian besar apa yang terjadi di Sudan tidak terlihat oleh dunia dan sedikit tanda-tanda kemajuan diplomatik.
Statistik yang diterbitkan oleh Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC) baru-baru ini menunjukkan bahwa 495.000 warga Palestina di Gaza menghadapi kondisi bencana, yang didefinisikan sebagai “kekurangan pangan, kelaparan, dan kelelahan kapasitas menghadapi bencana” selama enam bulan mendatang.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Pada periode yang sama, panel ahli memperkirakan bahwa 755.262 orang di Sudan menghadapi kondisi bencana “fase 5” yang sama, sementara 8,5 juta warga Sudan lainnya menghadapi keadaan darurat “fase 4.”
Griffiths mendefinisikan fase 4 itu sebagai keadaan di mana tingkat kekurangan gizi dan penyakit akut sangat tinggi, serta risiko kematian akibat kelaparan meningkat dengan cepat.
“Ini adalah angka yang sangat besar. Ini di luar imajinasi,” kata Griffiths.
“Menurut saya, secara historis ini adalah momen yang sangat besar,” sambung diplomat Inggris itu.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Dia setuju dengan perkiraan para pejabat tinggi AS bahwa tanpa adanya perubahan dalam hal akses terhadap bantuan kemanusiaan dan sumbangan internasional, dampak yang terjadi di Sudan bisa lebih buruk daripada kelaparan bersejarah di Ethiopia, yang menewaskan 1 juta orang antara tahun 1983 dan 1985, menurut perkiraan PBB.
“Sudan memiliki tingkat kengerian yang sama, potensi tragedi, atau bahkan lebih buruk. Namun hal ini tidak bergerak ke arah yang benar, dan tidak mendapatkan perhatian internasional sebagaimana mestinya,” kata Griffith.
“Ada perhatian internasional yang besar [terhadap bencana kelaparan di Ethiopia], dan kemurahan hati yang besar, sedangkan di Sudan, sebagian karena jurnalis tidak diberi visa untuk pergi ke sana sehingga sangat sulit untuk meliput berita tersebut,” ujarnya.
Sebelumnya, Martin Griffiths dikabarkan mengundurkan diri dari jabatannya Wakil Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat karena alasan kesehatan.
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
Hal tersebut diumumkan oleh Wakil Juru Bicara PBB Farhan Haq pada Senin (25/3).
Namun Haq menjelaskan bahwa Griffiths tidak akan langsung mengakhiri tugasnya.
Ia akan melanjutkan perannya hingga akhir Juni 2024 untuk memungkinkan ‘transisi yang lancar’ ke penggantinya.[]
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel
Mi’raj News Agency (MINA)