Naypyidaw, MINA – Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Noeleen Heyzer mengatakan, junta militer Myanmar mempersulit akses kebutuhan makanan, dana, informasi dan menargetkan warga sipil sebagai hukuman kolektif.
Myanmar dilanda kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
“Pada tahun ketiganya, dampak pengambilalihan militer terhadap negara dan rakyatnya sangat menghancurkan,” kata Heyzer kepada Majlis Umum PBB. Dikutip dari Anadolu Agency, Jumat (17/3).
“Pertempuran hebat telah menyebar ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak terpengaruh oleh konflik, menempatkan lebih banyak nyawa warga sipil dalam bahaya dan semakin memperumit operasi kemanusiaan dalam memberikan bantuan penyelamatan jiwa kepada rakyat Myanmar, ” lanjutnya.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Pada kesempatan yang sama, Heyzer menyerukan solusi berkelanjutan untuk orang-orang Rohingya.
Lebih dari lima tahun, sejak pengusiran massal dari Negara Bagian Rakhine, Rohingya dianiaya dan tidak memiliki kewarganegaraan, dan terus mengalami kesulitan yang ekstrim, hidup dalam kondisi sulit dan menghadapi tantangan yang luar biasa.
PBB membutuhkan dana sebanyak 876 juta dolar AS sebagai bagian dari rencana bantuan untuk krisis kemanusiaan Rohingya pada tahun 2023.
Heyzer menekankan, komunitas Internasional untuk menggandakan dukungannya.
Baca Juga: Kedubes Turkiye di Damaskus Kembali Beroperasi setelah Jeda 12 Tahun
“Sekarang bukan waktunya untuk kelelahan donor, ” katanya. (T/Hju/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: UNICEF Serukan Aksi Global Hentikan Pertumpahan Darah Anak-Anak Gaza