Wina, 6 Dzulhijjah 1436/20 September 2015 (MINA) – Badan Tenaga Atom PBB, IAEA (The International Atomic Energy Agency’s) pada Sidang Tahunan di Wina, Austria, Kamis (17/9), menolak usulan resolusi untuk membolehkan pemantauan terhadap keberadaan persenjataan nuklir Israel.
Rancangan Resolusi diusulkan oleh Mesir didukung Iran dan negara-negara Arab lainnya, mendesak resolusi ini karena keprihatinan dunia Arab terhadap bahaya persenjataan nuklir Israel.
The Washington Post menyebutkan, negara-negara Arab juga mendesak kepada PBB agar Israel bergabung dalam Perjanjian Nonproliferasi Nuklir, tapi hal inipun ditolak sidang.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Dalam pemungutan suara yang dipimpin Kepala IAEA Yukiya Amano itu, dari 137 perwakilan negara yang hadir, memberikan suara 43 mendukung, 61 menentang dan 33 abstain.
Selain negara-negara Arab, beberapa negara lainnya yang mendukung resolusi antara lain Rusia, Cina, Turki dan Afrika Selatan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu seperti diungkap The Jerusalem Post, menyebutkan bahwa itu kemenangan besar Israel setelah pihaknya bekerja secara intensif dalam beberapa pekan terakhir untuk menggagalkan usulan resolusi tersebut.
Netanyahu telah berbicara langsung dengan lebih dari 30 presiden, perdana menteri dan menteri luar negeri di seluruh dunia untuk mendukung negaranya.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
“Tidak ada tempat untuk mengadakan diskusi semacam ini selama masih ada masalah utama di Timur Tengah yaitu nuklir Iran yang berpotensi menghancurkan Negara Israel,” ujar Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
Ia mengucapkan terima kasih kepada negara-negara yang mendukung Israel menolak rancangan resolusi tersebut, khususnya kepada Amerika Serikat, Australia, Kanada dan Uni Eropa.
Markas Besar IAEA berada di Wina, ibukota Austria, kota yang juga merupakan ibukota ketiga PBB setelah New York (AS) dan Jenewa (Swiss). (T/P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas