Bogor, 5 Rajab 1436/24 April 2015 (MINA) – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH, Said Aqil Siradj mengusulkan, Hari Santri Nasional (HSN) sebaiknya dietapkan tanggal 22 Oktober.
“Saya dari NU merekomendasikan hari santri adalah tanggal 22 Oktober,” tegasnya saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion (FGD) Pendidik dan Kependidikan Keagamaan, di Bogor, Kamis (23/4) malam.
Kyai Said menyatakan, kurang setuju dengan wacana penetapan HSN pada 1 Muharram, sebab tahun baru Hijriyah merupakan hari dimana seluruh umat muslim dunia memperingati tahun baru Islam, demikian keterangan pers yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Moment yang pas, Kiai Said menambahkan, ialah hari yang mempunyai kekhasan historis dalam konteks perjuangan Indonesia.
Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK
Dikatakan oleh Kyai yang dulunya merupakan santri alumni Pesantren Lirboyo ini, peranan santri dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia sungguh luar biasa.
Dalam peran itu, ada sebuah momentum penting dalam sejarah perjuangan dan pembelaan kaum santri untuk Indonesia. Momentum itu terjadi pada tanggal 22 Oktober 1945 ketika lahir Resolusi Jihad oleh KH. Hasyim Asyari bersama ulama-ulama dari perwakilan berbagai organisasi masyarakat lainnya di luar NU, seperti Syarikat Islam dan Muhammadiyah.
“Saat itu, Mbah Hasyim mengajak santri agar menyambut kedatangan pasukan NICA dengan darah dan nyawa,” ujarnya dalam acara dengan tema ‘Hari Santri dalam Perspektif Lembaga Keagamaan’.
Sebelumnya, Kiai Said menjelaskan, jauh sebelum Indonesia merdeka sudah ada santri. Santri yang pertama kali datang ke Indonesia bernama Syeh Subakir. Dia datang pada masa Kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh Ratu Shima di Jepara.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal
Pada periode selanjutnya, ada lagi seorang santri atau ulama bernama Syeh Washim yang menginjakkan ke bumi nusantara bertemu Raja Jayabaya.
Kitab yang dibawanya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan diberi nama buku Joyoboyo. Kemudian ada nama Syeh Hasan dari negeri tirai bambu yang berada di Rengas Dengklok pada masa Raja Siliwangi.
Singkat ceritanya, Kyai Said menuturkan, kemudian masuk Raja Majapahit V melalui jalur istri dari Campa yang melahirkan pangeran Jimbun, yang kemudian terkenal dengan Raden Fattah setelah memeluk Islam.
Raden Fatah kemudian menjadi raja di kerajaan Islam Demak Bintoro sebagai Kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa. Dalam perjalanan selanjutnya, banyak rakyat Majapahit ingin menjadi santri demak.
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri
FGD ini diikuti oleh 90 orang terdiri dari beberapa unsur dari Pimpinan Lembaga Keagamaan dan Pesantren, Ormas, dan akademisi. Narasumber yang hadir antara lain: Dirjen Pendidikan Islam, Ketum PBNU, Ketum PP Muhammadiyah, sera Majelis Ulama Indonesia (MUI). (T/P002/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian