Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Kamis pagi 29 Januari 2015, Masjid Marwa di kota Dresden, Saxony, Jerman Timur, dinodai oleh sebuah coretan yang berbunyi penghinaan terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
Keesokannya, polisi di Dresden segera melakukan penyelidikan. Namun sayang, petugas mengatakan, mereka tidak memiliki informasi konkrit tentang serangan itu dan mendesak masyarakat untuk membantu menemukan para pengacau.
Dresden adalah kota yang beberapa bulan terakhir menjadi sorotan pemberitaan di Jerman dan dunia, dengan munculnya sebuah organisasi populis sayap kanan yang anti-Islam dan imigran, mengakibatkan berkembangnya intoleransi terhadap Muslim di negara itu.
Protes kontinyu PEGIDA
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Sebuah organisasi bernama Bangsa Eropa Patriot Melawan Islamisasi Negara Barat (PEGIDA) muncul dan turun ke jalan Dresden pada Oktober 2015 dengan massa 500 orang, menyerukan anti-Islamisasi dan anti imigran yang semakin banyak datang ke Jerman.
Hampir setiap pekan, PEGIDA turun ke jalan melakukan kampanye rasis dan xenofobia dengan jumlah pendukung yang terus meningkat secara signifikan.
Sekitar 25.000 pengunjuk rasa bergabung dalam reli PEGIDA pada 12 Januari 2015 di Dresden, memecahkan rekor jumlah sebelumnya, pasca serangan terhadap majalah satir Charlie Hebdo di Paris pada 7 Januari yang menewaskan 12 orang.
PEGIDA menuntut kebijakan imigrasi yang ketat dan terkendali, langkah-langkah hukum ditegakkan untuk integrasi imigran dan pengusiran Islamis dan ekstremis radikal yang tinggal di Jerman.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Namun kelompok ini telah gagal membangun dukungan yang besar dalam unjuk rasa di kota-kota Jerman lainnya. Justeru unjuk rasa penentangan terjadi dengan jumlah yang jauh lebih besar, dari 35.000 hingga lebih 100.000 orang di berbagai kota Jerman.
PEGIDA ciptakan “iklim berbahaya” di Jerman
Anggota Parlemen Jerman dari Partai Demokrat Sosial, Henning Homann, menyalahkan PEGIDA atas serangan terhadap Masjid Marwa dengan alasan gerakan kanan populis itu telah memicu kebencian terhadap imigran dan Muslim.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
“Tindakan ini hanyalah indikasi lain dari iklim yang berbahaya di Dresden yang dipicu oleh xenophobic baru-baru ini, pawai anti-Islam,” kata Homann kepada harian lokal Dresdner Morgenpost.
“Tindakan ini menunjukkan bahwa membenci mengarah kepada kekerasan. Tidak boleh ada toleransi terhadap itu. Kami mengutuk ini dengan cara yang tegas,” katanya.
Sebuah studi terbaru oleh penyiaran publik Jerman, ARD, mengungkapkan serangan terhadap imigran dan pengungsi telah meningkat secara signifikan dalam tiga bulan terakhir, setelah organisasi anti-Islam PEGIDA berunjuk rasa secara mingguan dan kelompok peniru juga muncul di kota-kota lain.
Setidaknya 76 serangan terhadap imigran dan Muslim telah tercatat sejak 20 Oktober 2014, ketika PEGIDA menyelenggarakan reli pertamanya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Sebelumnya, antara Juli hingga September 2014, hanya tercatat 33 serangan, ini menunjukkan serangan meningkat dua kali lipat terhadap imigran dan Muslim.
Benih tumbuhnya gerakan neo-Nazi
Gerakan PEGIDA juga melempar Jerman ke dalam kekacauan setelah pendirinya, Lutz Bachmann, mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Januari 2015, di tengah perselisihan mengenai fotonya yang diposting di Facebook dan diterbitkan oleh berbagai koran yang menunjukkan ia menghias wajahnya seperti Adolf Hitler, pemimpin kejam Nazi.
Pria 41 tahun itu dipaksa untuk mundur sebagai pemimpin kelompok tersebut setelah muncul reaksi marah masyarakat terhadap foto itu, yang menurutnya adalah lelucon.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Wakil Kanselir Jerman, Sigmar Gabriel, mengatakan, wajah asli PEGIDA telah terbuka.
Namun Bachmann yang pernah menjalani hukuman pidana atas kasus pencurian itu membantah jika dia rasis atau anti-Muslim.
Dresden adalah ibu kota negara bagian Saxony, yang merupakan bekas basis komunis Nazi di Jerman Timur antara 1949-1989.
Jerman adalah tempat tinggal bagi 4 juta Muslim dan 98 persen dari mereka tinggal di negara bagian di wilayah Jerman Barat. Sementara di Saxony, hanya ada 0,7 persen penduduk Muslim dan gerakan anti-Islam membangun dukungan kuat di wilayah itu.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Demonstrasi yang diadakan PEGIDA memancing demonstrasi serupa di beberapa kota, meski tidak sebanyak massa di Dresden. Hal itu membuat aktivis anti-ekstremis di organisasi Berlin Melawan Nazi menciptakan sebuah aplikasi smartphone yang dinamai “app Anti-Nazi” untuk melacak mereka.
PEGIDA telah dicurigai membangkitkan kembali pemahaman Nazi yang ditakuti oleh bangsa Jerman.
Meski pada Kamis 29 Januari 2015, lima anggota terkemukanya mengumumkan keluar dari grup dan berencana membentuk organisasi baru, PEGIDA tetap bertekad melanjutkan unjuk rasa pekanannya pada 9 Februari.
Gerakan populis sayap kanan ini berusaha mendapatkan keuntungan dari ketakutan terhadap Islam yang semakin meningkat, yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemberitaan pembunuhan dan kekejaman yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Sebuah penelitian baru-baru ini oleh Bertelsmann Foundation mengungkapkan, 57 persen non-Muslim Jerman menganggap Islam sebagai ancaman, meningkat 4% sejak 2012. (T/P001/P2)
Disari dari beberapa sumber.
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati