Ramallah, 22 Rabi’ul Awwal 1435/24 Januari 2014 (MINA) – Mohamed Shtayyeh, anggota Komite Eksekutif gerakan Fatah, memperkirakan pembicaraan damai yang sedang berlangsung antara Palestina-Israel ditengahi Amerika Serikat (AS) akan gagal. dan sebaliknya Palestina akan mengadopsi solusi satu negara.
Shtayyeh menegaskan, jika putaran perundingan damai berakhir pada 29 April 2014 mendatang, tidak akan ada perpanjangan untuk perundingan lagi, sementara Palestina akan tetap menghendaki solusi, berdirinya satu negara. Demikian dilaporkan Middle East Media Monitor (MEMO) dikutip Mi’raj News (MINA), Jumat.
“Putaran ini akan berakhir dengan kegagalan dan kemudian kami akan mengucapkan selamat tinggal kepada solusi dua-negara,” tegasnya.
Baca Juga: Israel kembali Serang RS Kamal Adwan, Sejumlah Fasilitas Hancur
Sementara itu,berbicara pada acara Asosiasi Pengacara Palestina di Jericho, dia mencatat bahwa perundingan yang sedang berlangsung dengan Israel tidak mendorong rakyat Palestina untuk mendirikan negara mereka, yang telah diakui oleh 148 negara.
Dia beralasan, jika pun menerima atau menolak usulan AS, maka Palestina tetap tidak akan mendapatkan manfaat untuk mewujudkan pembentukan negara berdaulat.
Shtayyeh, yang sebelumnya telah mengundurkan diri dari tim perunding Palestina karena terus berlanjutnya aktivitas pembangunan dan perluasan permukiman ilegal Israel, mengatakan ketika pembicaraan berakhir dengan kegagalan, pemimpinan Palestina harus meminta PBB dan badan-badan internasional lainnya untuk menuntut Israel atas kejahatannya terhadap rakyat Palestina.
Dia juga menyerukan diadakannya konferensi internasional seperti konferensi mengenai krisis Suriah yang saat ini sedang digelar di Montreux, Swiss.
Baca Juga: RSF: Israel Bunuh Sepertiga Jurnalis selama 2024
“Para pemimpin Palestina melakukan kesalahan karena tidak segera berpaling ke PBB ,” ujar Shtayyeh, seraya menambahkan “kita harus perbaiki kesalahan kita.”
Senior Fatah dan pemerintah Palestina resmi mengatakan bahwa Palestina harus menandatangani perjanjian internasional, termasuk Konvensi Jenewa dan Mahkamah Kriminil Internasional, segera setelah Palestina diakui sebagai negara non-anggota di PBB .
Keterlibatan PBB, menurut Shtayyeh, adalah upaya untuk melakukan internasionalisasi masalah Palestina. Dengan demikian, ia berpendapat, hukum internasional akan menjadi acuan dalam seluruh perundingan Palestina-Israel di masa depan.
Dia menggambarkan, upaya maraton Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengenai pembicaraan damai yang sedang berlangsung sebagai langkah “berbahaya”. Alasannya, ia menjelaskan, adalah kemungkinan menjadikan AS menjadi penengah baru perundingan, bukan berdasarkan hukum internasional.
Baca Juga: Al-Qassam Sita Tiga Drone Israel
Sebelumnya Presiden Palestina Mahmoud Abbas saat konferensi pers yang diadakan bersama-sama dengan tamunya, Presiden Rumania Traian Basescu, Selasa lalu, mengisyaratkan bahwa ia menolak perpanjangan perundingan perdamaian antara Otoritas Palestina dan Israel yang disponsori Amerika Serikat dan sudah berlangsung sembilan bulan.
Ketika perundingan dilanjutkan pada Juli 2013 lalu setelah terhenti selama tiga tahun, menurut Abbas, perundingan ditetapkan berjalan selama sembilan bulan dan tidak ada pembicaraan tentang memperpanjangnya.
Faksi-faksi Palestina juga memperbaharui penolakan mereka terhadap diadakannya kembali proses menuju negosiasi damai dengan Israel yang saat ini sedang berlangsung.
Dalam seminar yang digelar Majelis Rakyat Tolak Negosiasi di Gaza City pekan lalu, seluruh Faksi Palestina menyimpulkan, negosiasi yang diprakarsai AS di Swiss tersebut bertujuan untuk membubarkan Palestina dan menutupi kejahatan penjajah Israel. (T/P02/EO2/mirajnews)
Baca Juga: Parlemen Inggris Desak Pemerintah Segera Beri Visa Medis untuk Anak-Anak Gaza
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Anda juga dapat mengakses berita-berita MINA melalui handphone.
Baca Juga: Paus Fransiskus Terima Kunjungan Presiden Palestina di Vatikan