Gaza City, 2 Rajab 1435/1 Mei 2014 (MINA) – Anggota Biro Politik Hamas, Dr. Mousa Abu Marzuq menyatakan pemerintah Mesir akan membuka perlintasan perbatasan Rafah sepenuhnya setelah pembentukan Pemerintah Persatuan Nasional Palestina.
“Pihak berwenang Mesir akan segera membuka perlintasan perbatasan Rafah setelah Pemerintah Persatuan membentuk komite keamanan untuk menjalankan perlintasan,” kata Abu Marzuq sebagaimana dilaporkan media Palestina AlResalah yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis.
Dia menegaskan, penyeberangan Rafah akan dibuka secara internasional dan berfungsi secara penuh terus menerus selama 24 jam setiap harinya. “Otoritas Palestina harus mengakhiri perjanjian tahun 2005,” tegas pejabat Hamas itu.
Kesepakatan bersama yang ditandatangani antara Otoritas Palestina, Uni Eropa, dan Israel pada tahun 2005 guna mengidentifikasi mekanisme kerja di perbatasan Rafah.
Baca Juga: Pengadilan Tinggi Israel Perintahkan Netanyahu Tanggapi Petisi Pengunduran Dirinya
Perjanjian tersebut menyatakan bahwa penjajah Israel dapat memantau penyeberangan melalui kamera dan perwakilan dari Eropa. Orang-orang Eropa meninggalkan perbatasan Rafah saat Hamas menguasai Jalur Gaza.
Rafah adalah satu-satunya akses keluar-masuk bagi sekitar 1,8 juta penduduk Gaza ke dunia internasional setelah tujuh tahun embargo penjajah Israel terhadap daerah kantong Palestina itu dan terus berlanjut hingga sekarang.
Kebijakan militer Mesir tersebut telah menjadikan ribuan orang yang akan keluar dan masuk Jalur Gaza-Mesir terlantar di perbatasan kedua negara itu (Palestina-Mesir).
Blokade Israel dan kebijakan penutupan Rafah oleh Mesir telah membatasi impor dan ekspor dari Jalur Gaza dan telah menyebabkan krisis kemanusiaan dan kesulitan memperoleh kehidupan yang layak bagi warga Gaza.Penutupan total Rafah ternyata menjadikan Jalur Gaza sebagai “penjara terbesar di dunia”.
Baca Juga: Sejumlah Jenazah di Makam Sementara Dekat RS Indonesia Hilang
Berkas Keamanan Paling Sulit
Abu Marzuq juga mengatakan, Hamas akan berpartisipasi dalam pemilu legislatif mendatang. “Sedangkan untuk pemilihan presiden, belum ada keputusan,” kata Abu Marzuq, menekankan bahwa pemerintah Palestina berikutnya tidak akan memiliki sebuah program politik.
Abu Marzuq mengatakan, ada kemauan politik di semua tingkatan rakyat Palestina untuk mewujudkant rekonsiliasi Palestina.
Ia menyatakan bahwa isu keamanan adalah persoalan paling rumit bagi kedua belah pihak, Hamas dan Fatah, terutama dalam hal koordinasi dengan penjajah Israel di Tepi Barat yang diduduki.
Baca Juga: Roket Hezbollah Hujani Tel Aviv, Warga Penjajah Panik Berlarian
“Bukan pemerintah Mahmoud Abbas, melainkan, sebaliknya, pemerintah nasional,” kata Abu Marzuq. “Ini adalah apa yang telah kita sepakati dengan gerakan Fatah,” ujarnya lagi.
Sedangkan mengenai proses negosiasi dengan Israel, Abu Marzuq menilai bahwa pembicaraan damai yang dimediasi Amerika Serikat saat ini telah gagal.(T/P02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Sebanyak 1.000 Dokter dan Perawat Gugur akibat Agresi Israel di Gaza