Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelajaran dari Umar bin Khattab yang Melarang Anaknya Jadi Khalifah Menggantikan Dirinya

Zaenal Muttaqin Editor : Bahron Ansori - Ahad, 25 Agustus 2024 - 20:10 WIB

Ahad, 25 Agustus 2024 - 20:10 WIB

65 Views

Ilustrasi (Foto: Freepik @wirestock)

Khalifah Umar bin Khattab, seorang pemimpin besar dalam sejarah Islam, dikenal karena kebijaksanaannya, keadilan, dan ketegasannya dalam menjalankan amanah kepemimpinannya.

Selama masa kekhalifahannya, Umar tidak hanya memimpin dengan bijaksana, tapi juga menunjukkan teladan luhur yang tercermin dalam hubungannya dengan keluarga, termasuk putranya Abdullah bin Umar.

Abdullah bin Umar adalah seorang sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang terkenal dengan ketakwaannya, ilmunya, dan kesetiaannya kepada agama Islam.

Sebagai putra Umar, Abdullah tidak diragukan lagi memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin yang baik.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Namun, ketika Umar bin Khattab mendekati akhir hidupnya setelah ditikam oleh Abu Lu’lu’ah, ia membuat keputusan yang mengejutkan.

Umar dengan tegas melarang pengangkatan putranya, Abdullah bin Umar, sebagai khalifah meski tetap dibolehkan untuk ikut dalam forum musyawarah pengangkatan khalifah.

Keputusan Umar ini bukan tanpa alasan, tetapi didorong oleh beberapa pertimbangan mendalam yang mencerminkan ketakwaan dan keadilannya sebagai seorang pemimpin. Alasannya itu antara lain sebagai berikut:

Menghindari Nepotisme

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Umar bin Khattab sangat khawatir terhadap potensi terjadinya nepotisme dalam pemerintahan Islam.

Beliau tidak ingin memberikan kesan bahwa posisi khalifah adalah jabatan yang diwariskan kepada keluarga.

Baginya, amanah khalifah harus diserahkan kepada orang yang paling layak, berdasarkan kemampuan, keadilan, dan kesalehan, bukan karena hubungan darah.

Memastikan Keadilan

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

Umar sangat berkomitmen pada prinsip keadilan. Beliau merasa bahwa jika anaknya diangkat sebagai khalifah, bisa saja terjadi bias dalam penilaian terhadap Abdullah.

Keadilan dalam Islam menuntut pemimpin yang bebas dari tekanan atau pengaruh yang berasal dari hubungan keluarga.

Mengajarkan Kerendahan Hati

Umar bin Khattab ingin menanamkan kerendahan hati kepada Abdullah bin Umar dan umat Islam secara keseluruhan.

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Beliau ingin menunjukkan bahwa jabatan dalam Islam bukanlah kehormatan yang harus diperebutkan, tetapi sebuah amanah besar yang memerlukan tanggung jawab dan pengorbanan yang luar biasa.

Menjaga Warisan Kebenaran

Umar ingin memastikan bahwa sejarah Islam tidak dicemari oleh perebutan kekuasaan keluarga.

Dengan melarang anaknya menjadi khalifah, Umar menegaskan bahwa kepemimpinan umat Islam harus didasarkan pada kebenaran dan meritokrasi, bukan hak istimewa atau status keluarga.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat

Abdullah bin Umar menerima keputusan ayahnya dengan lapang dada dan penuh ketundukan. Sebagai seorang yang dikenal taat dan menghormati prinsip-prinsip agama, Abdullah tidak pernah memaksakan dirinya untuk mendapatkan kekuasaan.

Ia memahami bahwa kepemimpinan adalah amanah yang besar, dan ia lebih memilih untuk mengabdikan dirinya pada ilmu dan ibadah daripada mencari kekuasaan duniawi.

Meskipun tidak diangkat menjadi khalifah, Abdullah bin Umar tetap dihormati oleh para sahabat dan generasi setelahnya. Ia menjadi sumber inspirasi dan panutan dalam bidang fiqh dan hadits, serta tetap menjaga kehidupan yang sederhana dan penuh kesalehan.

Pelajaran dari Keputusan Umar bin Khattab

Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan

Keputusan Umar bin Khattab untuk melarang anaknya menjadi khalifah adalah salah satu contoh nyata bagaimana beliau menempatkan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi atau keluarga.

Umar ingin memastikan bahwa Islam tetap berdiri kokoh di atas prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, dan amanah.

Warisan Umar bin Khattab sebagai khalifah yang adil dan bijaksana tetap abadi dalam sejarah Islam.

Larangannya terhadap Abdullah menjadi bukti bahwa kekuasaan bukanlah tujuan utama dalam Islam, melainkan alat untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.

Baca Juga: BSP 2024, Solidaritas dan Penghormatan Bagi Pahlawan di Tengah Genosida

Keputusan ini juga menunjukkan betapa seriusnya Umar dalam menjaga integritas kepemimpinan Islam dan menghindari terjadinya praktik-praktik yang dapat merusak fondasi kepemimpinan yang telah dibangun dengan susah payah.

Kisah ini mengajarkan kepada kita pentingnya sikap amanah dan keadilan dalam menjalankan tanggung jawab, serta menjaga integritas kepemimpinan demi kemaslahatan umat secara keseluruhan. []

Mi’raj News Agency (MINA) 

Baca Juga: Catatan 107 Tahun Balfour dan Setahun Perjuangan Thufanul Aqsa

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Tausiyah
Palestina
Tausiyah