Jakarta, 4 Ramadhan 1438/ 30 Mei 2017 (MINA) – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi sektor keamanan pada Selasa (30/5) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pelibatan militer dalam mengatasi terorisme hanya bisa dilakukan berdasarkan keputusan politik negara.
Hal itupun harus dengan pertimbangan eskalasi ancaman yang berkembang dan merupakan pilihan yang terakhir, demikian dikatakan dalam Konferensi Pers “Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan,” di kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).
Menurutnya, pelibatan Tentara Negara Indonesia (TNI) dalam mengatasi terorisme sebagaimana sudah diatur secara tegas dalam Undang-undang pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU No 34 tahun 2004 tentang TNI.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada Senin (29/5) mengatakan, perlunya pelibatan militer (TNI) dalam revisi UU tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Baca Juga: Solusi Dua Negara Bagi Krisis Palestina Dinilai Kadaluarsa
Mengacu pada pasal itu sebenarnya presiden sudah memiliki otoritas dan landasan hukum yang jelas untuk dapat melibatkan militer dalam mengatasi terorisme sepanjang ada keputusan politik negara.
“Dalam praktiknya selama inipun, militer juga sudah terlibat dalam mengatasi terorisme sebagaimana terjadi dalam operasi perbantuan di Poso,” kata Kepala Divisi Pusat Riset San Pengembangan LBH Pers, Asep Komaruddin. .
Pelibatan militer dalam mengatasi terorisme dalam UU TNI merupakan bentuk tugas perbantuan untuk menghadapi ancaman terorisme. Artinya pelibatan militer menjadi pilihan terakhir dapat digunakan presiden jika seluruh komponen pemerintah lainnya sudah tidak lagi dapat mengatasi aksi terorisme.
Ia menambahkan, alangkah lebih tepat jika pelibatan militer dalam penanganan terorisme cukup mengacu pada UU TNI saja. Sehingga langkah yang seharusnya diambil yakni pemerintah dan DPR segera membentuk UU tentang tugas perbantuan sebagai aturan main lebih lanjut.
Baca Juga: MER-C Desak Pembukaan Blokade Bantuan Medis dan Logistik ke Gaza Utara
“Jika presiden tetap berkeinginan mengatur tentang pelibatan militer dalam revisi UU Anti Terorisme, maka pelibatan itu hanya bisa dilakukan jika ada keputusan politik presiden,”
Ia memaparkan, pada titik ini militer tidak bisa melaksanakan operasi mengatasi terorisme tanpa adanya keputusan dari presiden dan pelibatan itu pun merupakan pilihan yang terakhir.
“Dengan demikian, presiden perlu menjelaskan apa maksud dari keinginannya untuk memasukkan tentang pelibatan TNI dalam revisi UU Anti Terorisme. Sudah sepatutnya presiden mempertimbangkan aturan hukum yang sudah ada yakni UU TNI yang sudah mempertegas bahwa pelibatan militer dalam mengatasi terorisme harus atas dasar keputusan politik,” paparnya.(L/R10/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Saat Dua Syaikh Palestina Ziarah ke Makam Imaam Muhyiddin Hamidy
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berawan Tebal, Sebagian Berpotensi Hujan Rabu Ini