Oleh: Dr. Ir. H. Hayu S. Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH & SDA MUI)
Bertepatan hari jadi Kabupaten Siak yang ke-19 pada tanggal 12 Oktober 2018 telah dilaksanakan program yang berintikan pengembangan konsep live in designers atau artists in residence.
Program tersebut diinisiasi Badan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Siak, Provinsi Riau, untuk memfasilitasi kolaborasi antara para pelaku kreatif yang berbasis urban, digital dan akademis dengan potensi budaya lokal di masing masing daerah di Indonesia yang berbasis rural, tradisi lisan dan komunitas.
Hasil ini merupakan karya nyata kerja keras selama proses empat bulan mulai dari survei, perencanaan desain, pembuatan prototyping atau purwa rupa. Hasil dari persentuhan antara para pelaku kreatif dan budaya di Kabupaten Siak menemukan empat elemen pembentuk identitas yang kuat yakni Melayu, Islam, Sungai dan Istana atau disingkat MISI.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Keempat elemen identitas tersebut menjadi sumber penciptaan produk kreatif yang selanjutnya menjadi faktor penting untuk menetapkan tema konsep desain dan pameran yakni Kemilau Mahligai Melayu. Tema ini mempunyai makna mengetengahkan kembali kejayaan Melayu Siak.
Tema tersebut diimplementasikan dengan memunculkan product branding yang bernama AKOSIAK. Ako berarti akar yang memiliki makna mengangkat akar atau batang yang terpendam. Akar atau batang yang terpendam tersebut dapat dimaknai sebagai potensi ekonomi kreatif yang berbasis Melayu, Islam, Sungai dan Istana.
Selanjutnya AKOSIAK ini perlu di promosikan, dipasarkan dan dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai produk wisata ramah muslim untuk menjaga eksistensi dan melestarikan kesenian serta Budaya Melayu di kalangan masyarakat lokal, nasional dan internasional.
Salah satu aspek yang turut menentukan perkembangan industri wisata muslim ini adalah aspek keagamaan. Dalam hal ini paket wisata haruslah memberikan pengalaman berwisata, serta atmosfir, perjalanan, transportasi, atraksi, amenitas, berbagai barang dan jasa yang ditawarkan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dengan ajaran Islam.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Dalam mengembangkan wisata muslim ini, aspek keagamaan yang mendasar belum dijabarkan dan dieksplorasi secara mendalam dan luas.
Oleh karenanya, perlu dirumuskan penyelenggaraan wisata ramah muslim untuk digunakan oleh seluruh komponen dalam eksositem pariwisata agar memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan Muslim.
Perumusan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi seluruh komponen dalam industri pariwisata untuk membentuk suatu ekosistem Layanan Wisata Ramah Muslim – LWRM (Muslim Friendly Tourism).
LWRM telah diperkenalkan dan diterapkan di negara dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia bisa mengadopsi praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan, kemudian menyesuaikannya dengan keadaan Indonesia.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Kepuasan wisatawan akan tercapai bila seluruh komponen dalam ekosistem wisata bisa bekerja sama untuk “memberikan apa yang wisatawan inginkan, dengan cara apa yang mereka inginkan, dan pada saat mereka membutuhkannya”. (AK/R01/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng