Oleh: Hafsa Adil, wartawan “free lance” Pakistan untuk berbagai media
Gadis remaja ini memasuki halaman gereja St Lawrence, Karachi. Dia bangga mengenakan training kit Pakistan warna hijau dan putih. Sekumpulan anak-anak yang sedang latihan sepak bola segera mengerumuninya.
Dia adalah Joyann Geraldine Thomas, wanita Kristen pertama yang bermain sepak bola untuk Pakistan di kancah internasional.
Dia melakukan debut (bermain pertama kali) internasionalnya pada November 2014, tak lama setelah usianya mencapai 17 tahun.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Debutnya itu hampir tidak mendapat perhatian khusus terkait dengan “pertandingan internasional”. Tapi hampir seribu mil dari Stadion Internasional Jinnah Islamabad, kehadirannya di tengah lapangan adalah puncak dari mimpi bagi ibunya.
Ibunya adalah seorang janda yang bekerja sendiri. Dia adalah pesepakbola veteran yang berubah menjadi pelatih muda Katholik yang penuh semangat.
Ancaman bagi minoritas
Menurut statistik resmi, orang-orang Kristen Pakistan adalah minoritas terbesar kedua dengan 1,6% dari total penduduk negara itu.
Ada beberapa pemain dari agama minoritas dalam sejarah olahraga Pakistan, tetapi mereka sedikit dan sudah lama. Kini jumlahnya menurun dalam dua dekade terakhir.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Thomas juga harus mewaspadai sikap intoleransi yang tumbuh terhadap minoritas di Pakistan.
Dalam tiga tahun terakhir, setidaknya ada 38 serangan yang menargetkan komunitas Kristen dan lebih 200 nyawa melayang.
Dua serangan bunuh diri di gereja Lahore menewaskan sedikitnya 14 orang pada Maret ini.
Sepuluh hari sebelum dia melakoni debut internasionalnya, beberapa orang Kristen digantung atas tuduhan menodai Al-Quran.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Bahkan ibu Thomas, mantan pemain di lapangan, menghadapi akhir yang pahit bagi karir pemulanya. Dia menolak kesempatan untuk bertanding di final provinsi karena menentang diskriminasi agama.
“Ibu saya tidak pernah membiarkan kekecewaannya menghalangi karir saya,” kata Thomas kepada Al Jazeera.
Ketika usianya lima tahun, Thomas bergabung dengan anak laki-laki dan perempuan di Laurentian Football Club (LFC), yang merupakan bagian dari paroki gereja berusia tua di salah satu kawasan tua Karachi, Garden East.
“Di sinilah semuanya dimulai bagi saya, ketika saya berusia lima tahun. Pada awalnya, ini adalah klub anak laki-laki. Tapi gadis-gadis juga didorong untuk bermain oleh pelatih kami, Khayyam Juma,” kenang Thomas.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Juma adalah mantan pemain sepak bola tingkat sekolah yang juga berakhir karena diskriminasi agama selama hari-hari dia bermain. Dia membentuk klub pada tahun 1989 dengan visi untuk menjaga anak laki-laki Katholik dalam olahraga dan jauh dari perlakuan buruk dari mayoritas (umat Islam).
Perempuan dan orang tua juga didorong untuk bergabung dalam klub sepak bolanya.
“Ini bukan berarti kami tidak ingin menyertakan non-Kristen. Kami telah mencoba tim campuran, tetapi tidak pernah berjalan,” kata Juma, menyalahkan kurangnya warga Pakistan yang toleransi terhadap minoritas.
“Bahkan jika anak-anak tidak pernah peduli tentang perbedaan-perbedaan ini, orang tua yang melakukan. Akan ada perdebatan dan pertengkaran, itu akan berubah menjadi kekacauan besar,” katanya.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Thomas direkomendasikan oleh Ahmed Jan di lapangan sepak bola. Jan adalah pria populer tetapi kontroversial dalam sepakbola Pakistan, karena perilakunya yang kerap mengabaikan aturan. Jan memiliki beberapa perselisihan dengan Federasi Sepak Bola Pakistan (PFF).
Terlepas dari ketenarannya, ia menikmati status seperti dewa di kalangan anak-anak muda dan perempuan yang bermain sepak bola di Karachi, terutama mereka yang berasal dari minoritas.
“Saya selalu ingin membantu minoritas mendapatkan keterwakilan mereka yang layak di sepak bola Pakistan,” kata Jan.
“Ketika saya pertama kali bertemu Thomas, saya tidak terlalu yakin. Tapi dia telah membulatkan tekad untuk melakukan ini dan ibunya juga bertekad untuk memastikan bahwa Thomas tidak terhalang oleh gender dan hambatan agama,” ujarnya.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Thomas bermain di lini tengah dan pertahanan untuk Balochistan United Women Football Club (BUFC), tim juara tingkat nasional.
Daftar serangan besar bagi minoritas Kristen Pakistan
November 2005: Lebih 3.000 orang menyerang masyarakat Kristen di Sangla Hills (Punjab) atas tuduhan penghujatan. Tiga gereja, puluhan rumah dan beberapa bangunan lainnya dibakar.
Februari 2006: Gereja dan sekolah Kristen diserang sebagai protes atas penerbitan kartun Jllyands-Posten di Denmark.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Juli 2008: Massa menyerbu sebuah gereja di Karachi selama kebaktian dan melukai beberapa jamaah.
Agustus 2009: Laporan penodaan Al-Quran menyebabkan serangkaian serangan, menewaskan delapan orang, gereja dan puluhan rumah dimusnahkan.
Maret 2011: Menteri Urusan Minoritas Shahbaz Bhatti dibunuh di Islamabad oleh Taliban Pakistan setelah kritiknya terhadap hukum penghujatan.
April 2011: Demonstran menyerang sebuah komunitas Kristen di Gujranwala.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
September 2012: Massa demonstrasi membakar gereja di Peshawar karena marah atas film ‘Innocence of Muslims’.
Maret 2013: Dugaan penghujatan menyebabkan serangan terhadap Joseph Colony, komunitas Kristen di Lahore. Lebih 100 rumah dibakar.
September 2013: Sebuah serangan bom bunuh diri oleh Taliban Pakistan di Gereja All Saints di Peshawar, menewaskan 75 jamaat.
November 2014: Beberapa orang Kristen digantung oleh massa di Kot Radha Kishan atas tuduhan penghujatan.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Maret 2015: ledakan bunuh diri berturut-turut menargetkan dua gereja di Lahore menewaskan sedikitnya 14 orang dan lebih 70 lainnya terluka.
Mengingat Thomas telah dipilih untuk klub, Presiden BUFC yang juga Senator Pakistan, Rubina Irfan, memuji, semangat muda dan dedikasi yang dimiliki oleh Thomas.
Irfan juga mengepalai Federasi Sepak Bola Pakistan (PFF) Sayap Wanita. Dia diberi kepercayaan dan otoritas untuk menjaga pemain dan staf dari diskriminasi dan nepotisme.
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
“Bagi kami, tidak ada bedanya seorang gadis Kristen atau seorang gadis Muslim. Bahkan gadis-gadis lain (dalam tim) tidak pernah berpikir tentang hal-hal menyangkut agama atau kasta,” kata Irfan.
Thomas membenarkan pernyataan Irfan tersebut.
“Ketika saya menjalani uji coba untuk tim nasional, perempuan yang asalnya bukan dari klub saya, mereka tidak tahu jika saya adalah seorang Kristen, sampai ketika mereka melihat salib di leher saya.”
Terlepas dari bakatnya, Thomas pun kerap bertanya-tanya, apakah agamanya akan digunakan sebagai alasan untuk menutup kesempatan baginya berkarir lebih jauh.
Setiap rapat tim diadakan untuk mengumumkan nama-nama yang terpilih, itu berubah menjadi perjuangan. Telapak tangannya berkeringat, napas tertahan, jari mengepal dan mata tertutup, dia berdoa dalam hati setiap kali namanya belum disebut.
“Pertama kali saya menyadari bahwa saya dianggap dalam skuad adalah ketika saya diminta diukur untuk membuat jaket tim,” kata Thomas.
“Jadi saya menelepon ibu saya untuk menceritakannya dan berita menyebar seperti api di masyarakat kami. Saya dibanjiri telepon dari orang-orang yang mengucapkan selamat kepada saya karena menjadi wanita Kristen pertama yang bisa sejauh ini,” ujarnya.
Menurut Juma, Thomas telah mendorong pintu terbuka untuk anak perempuan Kristen lainnya menciptakan karir dalam dunia olahraga.
“Berapa lama lagi orang-orang dari komunitas Hindu, Sikh, atau Kristen memotivasi dan mendorong generasi mudanya untuk mewakili mereka di Pakistan, jika mereka melihat minoritas diperlakukan (didiskriminasikan) di sini?” kata Juma.
“Pakistan harus maju dan hanya akan maju jika itu menunjukkan cinta dan ketulusan untuk semua agama, ras dan etnis.” (T/P001/P2)
Sumber: Al Jazeera
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)