Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Aktivis Aqsa Working Group (AWG)
Pengantar
Perkembangan geopolitik kawasan Timur Tengah dalam beberapa tahun terkini sangatlah kompleks, terkait satu dengan yang lain, penuh kejutan bahkan kadang tak terduga sebelumnya. Pergerakan dan perkembangan dari aspek sosial, politis dan keamanan wilayah kawasan geografis tidak bisa lagi dikatakan ‘hitam putih’. Namun lebih cenderung ke ‘abu-abu’, tidak ada yang mutlak harus A atau B.
Kawasan Timur Tengah yang secara geografis berada di tengah-tengah peta dunia, sejak dahulu hingga kini, penuh dengan gejolak politik kawasan dan memiliki keunikan dan ketertarikan tersendiri dibandingkan dengan kawasan bumi lainnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Ewan W. Anderson dalam bukunya “The Middle East, Geography and Geopolitics” (London, 2000), seperti diulas Muhammad Jamzuri,M.Si., menyebutkan bahwa permasalahan-permasalahan transnasional seperti keamanan, politik, ekonomi dan sosial menjadi isu hangat dan tidak ada habisnya untuk diperbincangkan di kawasan Timteng.
Permasalahan yang signifikan meliputi perkembangan senjata pemusnah masal, (kasus yang dituduhkan kepada Irak dan Iran, sementara Israel lolos), perdagangan narkotika (yang diarahkan pada jalur Afghanistan, Pakistan, Iran hingga ke negara-negara Arab (lagi-lagi Israel juga luput dari produsen dan distributor), penyelundupan sejata (Israel malah mendapatkannya secara legal dari AS), dan terorisme (di mana Hamas dan Hizbullah dicap ‘teroris’, sementara Israel yang ‘the real terrorist’ malah bebas beraksi).
Belum lagi soal minyak yang begitu menggiurkan Barat, sehingga Barat harus menjalin hubungan yang mesra dengan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, dan negara-negara di kawasan teluk lainnya. Media Israel Arutz Sheva sendiri menyebutkan, bahwa ketika masa jabatannya, Presiden AS kala itu George W. Bush sudah membuat rancangan plot perang Irak adalah alasan minytak dan untuk menghancurkan budaya masyarakat Arab. Bush mengatakan bahwa ia akan memasuki Irak untuk memperbaiki kesalahan Tuhan menempatkan minyak di Semenanjung Arab.
Belum lagi problematika internal atas nama isu ‘Arab Spring’ yang melanda negeri-negeri yang tadinya aman, disuntik kepentingan eksternal, seperti pergolakan di Libya, Suriah, Mesir dan terkini Yaman. Juga ironi jutaan pengungsi warga Suriah dan Palestina ke berbagai negara tetangga hingga ke daratan Eropa.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Jantung Dunia
Blog Theory Heartland (2010) menyebutkan, berawal dari Doktor Weismann, penemu acetone, cairan kimia yang dibutuhkan dalam proses eksplosif cordite, bagi sistem persenjataan Inggris. Kemenangan Inggris dalam Perang Dunia I (1914-1918) tidak lepas dari penemuan Weismann.
Perdana Menteri Inggris David Lyod-George pun setelah menang perang mengundang Weismann dan mengucapkan menawarkan pakar kimia Yahudi itu sejumlah uang, dan bahkan berjanji bahwa apa pun permintaan Weismann, Inggris akan berupaya sekuat mungkin mengabulkannya. Weismann sebagai aktivis Zionisme pun menyambutnya dengan satu permintaan saja, yaitu sebuah ‘rumah’ untuk saudara-saudaranya warga Yahudi yang bertebaran di mana-mana.
Awalnya Inggris menawarkan Uganda di Afrika. Namun Weismann menolaknya, dan telunjuknya menunjuk pada peta Palestina. “Kami ingin tinggal selamanya di wilayah ini,” pintanya waktu itu, sesuai dengan target pendiri Zionis Dr. Theodore Herzl.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
David Lyod-George segera menghubungi Menteri Luar Negeri Britania Raya (Inggris) Arthur James Balfour dan menyampaikan keinginan Weismann. Kemudian terjadilah perjanjian rahasia Sykes-Picot antara Inggris dengan Prancis, 16 Mei 1916. Inilah perjanjian rahasia yang disetujui juga oleh Kerajaan Rusia. Isinya adalah mendiskusikan pengaruh dan kendali membagi-bagi kawasan Asia Barat dan Arab setelah jatuhnya Turki Utsmaniyah paska Perang Dunia I, yang telah diprediksi sebelumnya. Perjanjian diberi nama sesuai dengan diplomat Prancis Fracois Georges-Picot dan diplomat Inggris Sir Mark Sykes.
Namun setelah pecah Revolusi Bolshevik di Rusia, Rusia mengundurkan diri dari perjanjian tersebut. Para pejuang Bolshevik mempublikasikan perjanjian itu dan mempermalukan Inggris ke dunia.
Sykes-Picot membagi-bagi kue Arab, Inggris kebagian wilayah Palestina dan Yordania, sedangkan Lebanon dan Syiria jatuh ke tangan Prancis.
Menlu Inggris Arthur James Balfour sendiri sempat tertegun dengan permintaan Weismann dan kembali menanyakan hal itu. “Tuan Weismann, mengapa harus Palestina?” Weismann menjawab, “Tuan Balfour yang mulia, jika saya menginginkan Paris atau London, apakah Anda akan berikan?” Dengan cepat Balfour mengangguk, “Mengapa tidak?” Weismann tersenyum penuh arti. “Terima kasih Tuan Balfour, tetapi kami sudah terlanjur memiliki Jerusalem, jauh ketika London masih berupa rawa-rawa. Kami ingin kembali ke sana”.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Maka keluarlah Deklarasi Balfour pada 2 November 1917, yang kemudian dijadikan dalih bagi Yahudi-Diaspora untuk menyerbu Palestina dan mengusir rakyat Palestina dari tanah airnya sendiri.
Deklarasi Balfour ialah surat tertanggal 2 November 1917 dari Menlu Britania Raya (Inggris), Arthur James Balfour, kepada Lord Rothschild (Walter Rothschild dan Baron Rothschild) pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirimkan kepada Federasi Zionis Internasional.
Surat itu menyatakan dukungan rapat Kabinet Inggris pada 31 Oktober 1917, bahwa pemerintah Inggris mendukung rencana-rencana Zionis untuk membuat ‘tanah air’ bagi Yahudi di Palestina, dengan syarat bahwa tak ada hal-hal yang boleh dilakukan yang mungkin merugikan hak-hak dari komunitas-komunitas yang ada di sana.
Berikut isi naskah Deklarasi Balfour, berupa surat ketikan yang ditandatangani dengan tinta oleh Balfour, sebagai berikut dari sumber Wikipedia yang artinya:
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Departemen Luar Negeri 2 November 1917
Lord Rothschild yang terhormat,
Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet.
“Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya .”
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis.
Salam,
Arthur James Balfour
Kemudian Inggris di bawah pimpinan Jenderal Allenby berhasil masuk ke tanah Palestina, setelah memulai serangan pertama pada 31 Oktober 1917. Ribuan sukarelawan Yahudi bergabung dalam pasukan Allenby itu. Pasukan Allenby pun kemudian berhasil menduduki Palestina sejak Desember 1917.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Pada tahun 1919, selepas Perang Dunia Pertama, kota Al-Quds yang di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsha dan seluruh wilayah Palestina diduduki Inggris.
Setelah Deklarasi Balfour dan masuknya pasukan Allenby bersama sukarelawan Yahudi ke Al-Quds, gerakan Zionisme mulai mendorong migrasi kaum Yahudi ke berbagai wilayah Palestina. Maka, dimulailah perpindahan secara besar-besaran bangsa Yahudi ke Palestina di bawah naungan Inggris dari tahun 1918-1947.
Sekarang, Allenby, diabadikan sebagai sebuah jembatan pintu masuk ke Palestina yang melintasi Sungai Yordan, dan menghubungkan Tepi Barat dengan Yordania, dan diberi nama Allenby Bridge (Jembatan Allenby).
Nama gerbang ini pada masa Turki Utsmaniyyah adalah Raja Hussein Bridge (جسرالملك حسين, Jisr al-Malik Hussein), yang merupakan satu-satunya titik keluar-masuk untuk ke Tepi Barat Palestina.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Jembatan ini pula yang digunakan oleh wisata asing dari otoritas Israel dan Yordania, yang hendak masuk ke Palestina, termasuk yang akan berziarah ke Masjidil Aqsha di kota tua Al-Quds, dengan izin khusus dari Yordania.
Pasca Allenby masuk, kemudian berdirilah secara sepihak proklamasi negara Zionis Israel di Palestina yang diumumkan pada 14 Mei 1948 yang langsung diakui oleh Amerika Serikat (AS).
Berawal dari paska Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa menyetujui Mandat Britania atas Palestina sebagai “negara orang Yahudi”. Pada tahun 1947, PBB menyetujui pembagian Palestina menjadi dua negara, yaitu satu negara Yahudi dan satu negara Arab (Palestina). Hingga pada 14 Mei 1948, Israel memproklamasikan kemerdekaan Israel secara sepihak, dan ini segera diikuti oleh peperangan dengan negara-negara Arab di sekitarnya yang menolak rencana pembagian tersebut. namun Israel sudah mempersiapkan segala sesuatunya dibantu Barat, yang kemudian memenagkan perang dan mengukuhkan ‘kemerdekaannya’.
Begitulah, dari pilihan awal Weismann bagi Yahudi-Diaspora untuk menetap di Yerusalem (Al-Quds) dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomis, politis, geopolitis dan historis.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Kaum Zionis-Yahudi kemudian ternyata ingin menguasai dunia secara keseluruhan, sekurangnya berada di bawah pengaruh mereka, melalui penguasaan jantungnya dunia, yakni Al-Quds atau Palestina.
Ini didasarkan pada pandangan ilmiah pakar geopolitik Yahudi-Jerman dari Universitas Munich bernama Karl Ernst Haushofer (1896-1946). Profesor yang beristerikan perempuan Yahudi ini pada 1920 mengemukakan sebuah teori penguasaan dunia bernama The Heartland Theory.
Teori ini singkatnya berbunyi, “Siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan menguasai World Island.” Heartland (Jantung Bumi) merupakan sebutan bagi kawasan Asia Tengah, sedangkan World Island mengacu pada kawasan Timur Tengah. Kedua kawasan ini merupakan kawasan vital minyak bumi dan gas dunia.
Teori geopolitik ini berasal dari Sir Alfrod Mackinder (1861-1947), seorang geopolitik asal Inggris terkemuka di abad ke-19. Nicholas Spykman, sarjana Amerika, bahkan menambahkan, “Siapa pun yang menguasai World Island, maka ia akan menguasai dunia”.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Geopolitik yang direncanakan Israel sekarang adalah bagaimana kawasan di negara-negara Arab (Muslim) terpecah-belah, sehingga kekuatannya melemah. Sementara Israel semakin dominan mengatur kawasan.
Ini diakui oleh Hesham Tillawi, seorang komentator politik di Louisiana, AS, yang mengemukakan bahwa konflik serangan koalisi Saudi ke Yaman atau yang kemudian diikuti serangan balasan Yaman, adalah bagian dari rencana Zionis memecah belah Timur Tengah.
“Ini bukan rencana Zionis baru, bahkan sudah dibicarakan sejak 1982. Termasuk apa yang terjadi di Irak dan Suriah,” ujar Tillawi dalam wawancara khusus dengan Press Tv, Jumat (14/8/2015).
“Akhirnya memang benar-benar terjadi, negara-negara Arab saling menyerang dengan negara-negara Arab lainnya,” imbuhnya
Menurutnya, kekuatan intelejen Zionis memang dirancang untuk menciptakan bagaimana tempat di Timur Tengah tidak stabil.
Desain Israel Raya
Penelitian Global Research pada 22 Maret 2015 menyebutkan, dokumen pembentukan Israel Raya (Greater Israel) merupakan landasan kuat faksi Zionis dalam pemerintahan Netanyahu saat ini. Didukung partai Likud, militer dan intelijen Israel. Dokumen itu diperjuangkan oleh Netanyahu pada tujuan politik untuk mengabaikan negara Palestina.
Editor Michel Chossudovsky menyebutkan, rencana Israel yang tertuang dalam Oded Yinon Plan 1982, sebagian sudah diterapkan dalam konteks saat ini, seperti perang di Irak (2001), Lebanon (2006), Libya (2011), Suriah (2012), belum lagi proses perubahan rezim di Mesir, harus dipahami dalam kaitannya dengan Rencana Zionis untuk Timur Tengah.
“Semua untuk melemahkan dan pada akhirnya terpecah belah negara-negara Arab sehingga memudahkan proyek ekspansionis Israel,” kata Chossudovsky.
Oded Yinon adalah seorang wartawan tokoh zionis di Kementerian Luar Negeri Isral waktu itu, yang menyampaikan proposal pada Februari 1982, tentang bagaimana mengeksploitasi ketegangan di negara-negara Arab,“Israel Should Exploit Internal Tensions of Arab States“.
Dalam kertas kerja berbahasa Ibrani tersebut, Yinon menolak gagasan bahwa Israel harus melaksanakan perjanjian Camp David dan mencari perdamaian. Sebaliknya, Yinon menunjukkan bahwa negara-negara Arab harus dihancurkan dari dalam dengan memanfaatkan ketegangan etnis internal dan isu sekte agama.
Pemecahbelahan dimulai dari Lebanon, kemudian ke seluruh dunia Arab : Mesir, Suriah, Irak, dan semenanjung Arab.
“Suriah akan berantakan, sesuai dengan struktur etnis dan agama, menjadi beberapa negara seperti di Lebanon,” simpulan Yinon.
Menurut Mahdi Darius Nazemroaya dalam jurnal Global Research tahun 2011, The Yinon Plan Rencana merupakan kelanjutan dari desain kolonial Inggris di Timur Tengah:
Nazemroaya, peneliti Timur Tengah dan Asia Tengah pada The Centre for Research on Globalization (CRG) berpusat di Montreal, Kanada, mengatakan, Yinon adalah rencana strategis Israel untuk memastikan keunggulan wilayah Israel.
“Sebuah konfigurasi ulang lingkungan geo-politik melalui Balkanisasi negara-negara Arab dan sekitarnya menjadi negara lebih kecil dan lebih lemah,” ujarnya.
Ia menambahkan, Israel melihat Irak sebagai tantangan strategis terbesar mereka dari negara Arab. Itulah sebabnya mengapa Irak diuraikan sebagai pusat ke Balkanisasi Timur Tengah dan Dunia Arab.
Atas dasar konsep Yinon, ahli strategi Israel telah menyerukan pembagian Irak menjadi negara Kurdi dan dua negara Arab, satu untuk Muslim Syiah dan yang lainnya untuk Muslim Sunni. Langkah pertama menuju pembentukan ini adalah diciptakannya perang antara Irak dan Iran.
Setelah itu, bergeser ke Lebanon, Mesir, dan Suriah. Turki, Somalia, dan Pakistan juga terseret ke jalan itu. Yinon juga menyerukan pembubaran di Afrika Utara, penggulingan Mesir hingga meluas ke Sudan, Libya, dan seluruh daerah di kawasan Arab.
“Israel sebenarnya sudah rapuh, maka untuk dapat bertahan hidup, Israel harus menjadi kekuatan regional dan harus memecah belah seluruh kawasan ke dalam negara-negara kecil dengan pembubaran semua negara Arab yang ada.
Kecil di sini akan tergantung pada komposisi etnis atau sektarian dari masing-masing negara. Akibatnya, harapan Zionis adalah bahwa negara-negara sektarian itu akan menjadi satelit Israel.
“Ide pecah belah sudah merupakan pemikiran strategi Zionis, itu bukan ide baru, dan bukan muncul untuk pertama kalinya. Tetapi ironisnya memang, negara-negara Arab itu terpecah ke dalam unit yang lebih kecil,” ungkap Mahdi Darius Nazemroaya, yang juga kontributor jaringan internasional untuk Al-Jazeera, Press TV dan Russia Today.
Termasuk menurut Nazemroaya, dilihat dalam konteks ini, perang Suriah dan Irak merupakan bagian dari proses ekspansi teritorial Israel. Caranya, Iintelejen Israel didukung AS dan NATO melancarkan perang salib yang ditujukan kepada Islamic State (ISIS), yang tujuan akhirnya adalah untuk menghancurkan Suriah dan Irak dari dalam sebagai negara bangsa.
Tinjauan Historis-Religi
Selain secara geopolitics yang selalu berubah mengikuti planning Zionis Internasional, secara historis-religi, sebenarnya jauh lebih dan stabil, yakni adanya nash Al-Quran dan Al-Hadits, serta perjuangan para pendahulu yang memenangkan perjuangan Al-Aqsha di tanah Palestina. Perjuangan kemerdekaan Palestina selama ini memang lebih mengarah ke perjuangan politik, yang memang harus merdeka dari penjajahan. Namun perjuangan pembebasan Al-Aqsha lebih mengarah ke aqidah umat Islam.
Di dalam Al-Quran Allah secara eksplisit telah memuat dokumen khusus tentang kepemilikan Masjid Al-Aqsha di Palestina. “Maha suci Allah yang telah meng-isra-kan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsha yang diberkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkan ayat-ayat Kami, bahwasanya Dia itu Maha Mendengar dan Maha Melihat “. (QS Al-Isra : 1).
Ayat mulia ini memberikan amanat kepada kaum muslimin untuk menjaga rumah-Nya yang suci. Allah memberikan amanah tanggung jawab, pemeliharaan, dan penjagaan dari srtiap penodaan dan perubahan kepada kaum muslimin. Ayat ini menjadi dokumen yang mengingatkan kaum muslimin akan tanggung jawabnya terhadap haknya atas Masjid Al-Aqsha dan sekitarnya. Al-Aqsha adalah hak kaum muslimin seluruh dunia tanpa membedakan asal, suku, ras, golongan, warna kulit, kekayaan dan jabatan (Al-Aqsha Haquna).
Al-Aqsha di Palestina adalah kiblat pertama kaum muslimin, sebelum Allah memerintahkan mengubah arah kiblat ke Masjid Al-Haram. Sebab paling kuat disyari’atkannya shalat menghadap Bait Al-Maqdis Al-Aqsha adalah banyaknya berhala di Baitullah Makkah waktu itu. Rasulullah shalat menghadap Masjid Al-Aqsha sewaktu berada di Mekkah sebelum Hijrah. Setelah hijrah Rasulullah shalat menghadap Aqsha selama 16 bulan, kemudian Beliau shalat menghadap Ka’bah (Masjid Al-Haram) Mekkah.
Keutamaan Al-Aqsha disebut, “Shalat di Masjid Al-Haram sama dengan 100.000 shalat di masjid lainya, dan shalat di masjidku (Masjid Nabawi) sama dengan 1.000 shalat di masjid lainya, dan shalat di Masjid Al Aqsha sama dengan 500 shalat di masjid lainya”. (HR Ath-Thabrani). Dalam riwayat hadits Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Abu Daud dari Abu Hurairah, “Tidak boleh mengkhususkan melakukan perjalanan kecuali kepada tiga Masjid. Yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), Masjid An-Nabawi (di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)”.
Landasan aqidah ayat dan hadits di atas menunjukkan ketinggian masjid Al-Aqsha di dalam Islam, menekankan pentingnya kaum muslimin memperhatikan Masjid Al-Aqsha serta menekankan tanggung jawab umat Islam di seluruh dunia dalam membela dan menjaga masjid tersebut. Tidak boleh membiarkan atau melalaikannya dikuasai oleh yang bukan haknya, seperti berlangsung saat ini.
Di dalam risalah Filistin Dirasat Manhajiah fi Al-Qodhiyah Al-Filistiniyah karya DR. Muhsin Muhammad Shalih disesbutkan, Khalifah mengadakan perjanjian tertulis “Al-Alahdah Al-Umariyah”, bahwa warga Nasrani Palestina memberikan mandat kepada Khalifah Umar : diri mereka, harta mereka, orang yang sembuhnya, dan semua kepecayaan di sana, untuk dijaga dan dipelihara oleh Islam. Semangat Al-Aqsha Haquna serupa diwarisi oleh Komandan Perang Salahuddin Al-Ayyubi yang bersumpah kepada dirinya untuk tidak akan tersenyum selama hidupnya sebelum membebaskan Bait Al-Muqaddas Al-Aqsha, dari kekuasaan tentara Salibis yang juga bukan haknya. Hingga tanggal 27 Rajjab 573 H. / 2 Oktober 1187 Al-Aqsha dapat dibebaskan kembali dari penjajahan yang telah menguasai selama 88 tahun.
Generasi terakhir Khilafah Mulkan Sulthan Abdul Hamid II) tahun 1876-1911)Mempertahankan hak muslimin dengan tidak memberikan sejengkalpun tanah Palestina untuk selain umat Islam yang memang yang bukan haknya. Sentral kepemimpinan umat Islam di Palestina berlangsung selama 1.200 tahun hingga tahun 1917.
Ghazwah Fath Al-Aqsha
Sekitar sepuluh tahun lalu, pada tanggal 24 Sya’ban 1427 H. atau bertepatan dengan 17 September 2006 M. Imaamul Muslimin H.Muhyiddin Hamidy Allahu yarham menyatakan dengan terbuka Maklumat Ghazwah Al-Aqsha, yang kemudian disempurnakan menjadi Ghazwah Fath Al-Aqsha (GFA), Perang Pembebasan Al-Aqsha.
Maklumat, yang tentu jauh lebih mulia, kuat dan beraqidah, dibandingkan Deklarasi Balfiur tadi, dibacakan pada Tabligh Akbar/Ta’lim Pusat Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Masjid At-Taqwa Kompleks Pondok Pesantren Al-Fatah Pasirangin, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Indonesia itu berisi pernyataan bahwa Masjid Al-Aqsha adalah hak milik umat Islam yang wajib dipertahakan oleh segenap kaum Muslimin.
Maklumat juga memperingatkan kepada Zionis Israel agar segera meninggalkan kawasan kiblat pertama umat Islam itu dan menyerahkannya ke tangan Muslimin.
Isi “Maklumat Ghazwah Fath Al-Aqsha” selengkapnya adalah sebagai berikut:
Dengan mohon pertolongan dan Ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan ini kami memaklumkan Ghazwah Al-Aqsha kepada umat manusia hal-hal sebagai berikut:
- Hai seluruh manusia ketahuilah sesungguhnya Masjidil Aqsha sesuai dengan firman-firman Allah di dalam surat Al-Isra: 1-7, An-Nuur: 55, Al-Fath: 1-4, An-Nashr: 1-3 dan lain-lain dalil-dalil yang qath’i adalah hak muslimin untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankannya (Al-Anfal: 60, Al-Fath: 4).
- Mengingat sampai saat ini Masjidil Aqsha masih berada diluar penguasaan muslimin, maka pada kaum Zionis Israil dan kelompoknya kami peringatkan agar segera meninggalkan Masjidil Aqsha dan menyerahkannya ke tangan Muslimin.
- Kepada kaum Muslimin di manapun berada di seluruh dunia, dengan mohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala agar segera bersatu padu mempersiapkan segala dana dan kemampuan (funds & forces) untuk menerima kembali Masjidil Aqsha dari tangan Zionis Israil.
- Kepada semua kekuatan, baik perorangan maupun negara – langsung atau tidak langsung, yang menolak kembalinya hak muslimin itu, kami peringatkan :
- Bahwa kami tidak memerangi Anda.
- Kami tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan tindakan kekerasan, pembunuhan-pembunuhan terhadap wanita, anak-anak, orang tua, pendeta, pastor maupun pemuka-pemuka agama lainnya.
- Kami tidak akan melakukan perusakan-perusakan terhadap rumah-rumah ibadah, pohon-pohon yang sedang berbuah dan sebagainya.
- Kami tidak akan melakukan perampasan atas harta-harta mereka.
- Namun apabila kami dihinakan, maka kami akan membela diri dengan segenap kekuatan muslimin di manapun mereka berada sampai kami menang atau syahid dengan pertolongan Allah.
Pada malam bulan Ramadhan 1427 H./6 Oktober 2006 M., Jama’ah Muslimin (Hizbullah) menyampaikan Ikrar Pembebasan Masjid Al-Aqsha, dipimpin oleh Ustadz K.H. Yakhsyallah Mansur (kini sebagai Imaamul Muslimin), saat itu selaku Lajnah Ghazwah Al-Aqsha diikuti 70 mujahid atas nama sekitar 125 mujahid-mujahidah yang terdaftar di Lajnah. Ikrar dibacakan di depan Imam Besar Masjid Al-Aqsha Dr. Syaikh Mahmoud Sheyam di Masjid At-Taqwa Cileungsi, Bogor.
Pada kesempatan ini, di depan Imam Masjid Al-Aqsha, Kalimat ikrar sebagai berikut :
اعوذ بالله من الشسطان الرجيم
بسم الله الرّحمن الّرحيم
اشهد ان لااله الاالله واشهدان محمدارسول الله
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Kami, hamba–hamba Allah yang terpanggil karena mengharap ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk pembebasan Masjid Al-Aqsha dari cengkeraman Zionis Yahudi Israel, dengan ini berikrar :
- Dengan mohon pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan berjuang dengan segala daya dan upaya untuk mengembalikan Masjid Al-Aqsha dari kaum penjajah Zionis Yahudi Israel kepada ahlinya, muslimin.
- Dengan mohon pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala siap mengajak segenap muslimin bahu membahu kal jasadil wahid di atas manhaj kenabian untuk menyelamatkan Masjid Al-Aqsha dengan mengusir Zionis Yahudi Israel dari Palestina untuk selama-lamanya.
- Kami siap berkorban harta dan nyawa mewujudkan ikrar ini dengan pimpinan Allah, Rasul-Nya dan Imaamul Muslimin, atas izin dan pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk mendapatkan ridha dan maghfirah-Nya semata.
Allahu Akbar. Alhamdulillah. Iyyakana’budu waiyya kanasta’in.
Atas nama ummat Islam, Jama’ah Muslimin (Hizbullah).
Proklamasi Pembebasan
Suatu malam menjelang dibacakannya Maklumat GFA, Imaamul Muslimin H.Muhyiddin Hamidy Allahu yarham seperti biasanya memanggil beberapa bithonahnya (staf), termasuk Penulis, ke kamarnya untuk persiapan naskah yang akan disampaikan pada tausiyah beliau.
Setelah berdiskusi cukup lama sampai tengah malam, dan beliau menerima masukan-masukan dari berbagai sumber, baik Dewan Imaamah, rujukan pustaka maupun dari makmum lainnya. Maka, diputuskanlah beliau akan membacakan Maklumat ‘Perang’ untuk pembebasan Al-Aqsha Palestina.
Beliau memberikan gambaran bahwa Republik Indonesia saat akan memperoklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, tidak harus menunggu dulu semua kekuatan se-nusantara bersatu, dan segala perlengkapan berdirinya sebuah negara terbentuk. Pernyataan melalui Proklamasi Kemerdekaan dulu, itu yang pertama dan utama.
Sebab menurutnya, Proklamasi sebagai tanda bahwa adanya eksistensi negara, pernyataan kepada dunia dan tekad bulat mempertahankannya. Juga tidak perlu menunggu diakui seluruh dunia.
Sama hanya dengan penjajahan Zionis Israel yang memproklamasikan dirinya secara sepihak, dan mengadakan penjajahan terhadap Masjid Al-Aqsha dan kawasan sekitarnya, di negeri penuh berkah, kawasan Isra Mi’raj, Palestina. Maka, kini wajib dikumandangkan ‘Proklamai Pembebasan dan Kemerdekaan Al-Aqsha’ dalam Maklumat tersebut.
Maklumat ini murni berlandasan panggilan aqidah, tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah, serta untuk menjaga kehormatan Islam dan Muslimin. Walaupun “Kita belum tahun seperti apa kondisi terkini, akses masuk ke dalamnya, ilmu apa yang diperlukan serta jalan mana ke arah Masjid Al-Aqsha,” kurang lebih pernyataan Imaamul Muslimin H.Muhyiddin Hamidy Allahu yarham.
Tapi, beliau menambahkan, pernyataan, niat yang ikhlas, sungguh-sungguh, tekad yang kuat, insya-Allah nanti Allah akan berikan arah dan jalan ke sana an bagaimana membebaskannya.
Sosialisasi Al-Aqsha Haqquna
Sejak diikrarkannya Maklumat Ghazwah Fath Al-Aqsha (GFA) oleh Jama’ah Muslimin (Hizbullah) tanggal 24 Syaban 1427 H. / 17 September 2006 M., maka dilaksanakanlah tahaan awal berupa sosialisasi GFA ke berbagai wilayah di Indonesia.
Maksud digulirkannya agenda GFA adalah untuk :
- Menyampaikan pesan kepada kaum Muslimin dan Dunia Internasional tentang urgensi keberadaan Masjid Al-Aqsha bagi Ummat Islam di seluruh dunia.
- Menyamakan visi dan persepsi dengan kaum muslim lainnya tentang langkah-langkah strategis untuk mengembalikan Masjid Al-Aqsha yang sampai saat ini masih dijajah zionis yahudi
- Menyuarakan jerit penderitaan kaum Muslimin Palestina, Iraq, Lebanon, dunia Islam lainnya atas kekejaman zionis yahudi dan antek-anteknya.
Adapun rangkaian sosialisasi GFA antara lain : longmarch cinta Al-Aqsha, safari motor, pameran foto bukti-bukti kekejaman Zionis Israel, pemutaran CD Palestina dan perjuangan Islam dan Muslimin, seminar, diskusi dan bedah buku Al-Aqsha, seminar internasional, pelatihan pendidikan (daurah), tabligh akbar solidaritas Al-Aqsha, pengumpulan tanda tangan dan penggalangan infaq Al-Aqsha, penerbitan kalender/buku, kampanye boikot Zionis Israel, penerapan ekonomi syariah berbasis dinar dirham, hingga latihan fisik beladiri dan SAR (Search and Rescue) dan umrah plus Aqsha, serta berbagai kegiatan lain terkait.
Aksi Longmarch malam hari (mencontoh perjalanan malam Isra) pertama kali dimulai dari pada hari Jumat malam Sabtu sampai Sabtu siang, tanggal 22 Sya’ban 1427 H. / 15-16 September 2006 M. Start dari Markaz Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Cileungsi Bogor menuju finish di Kedutaan Besar Palestina Jalan Diponegoro Jakarta, menempuh jarak sekitar 43 km, diikuti peserta sekitar 1.500 orang, muslimin dan muslimat dari berbagai wilayah.
Di Kantor Kedutaan Besar Palestina, Imaamul Muslimin H.Muhyiddin Hamidy Allahu yarham menyerahkan liwa (bendera) Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah bertuliskan “Allahu Akbar” bagi Pembebasan Masjid Al-Aqsha di bumi Al-Quds Palestina, hari sabtu tanggal 23 Sya’ban 1427 H. / 16 September 2006 M. Pkl. 09.12 WIB, dan diterima langsung oleh Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Navi Mehdawi.
“Dengan diserahkannya liwa melalui Kedutaan, berarti tekad kita sudah tertancap di bumi Palestina sana, sebab Kedutaan adalah perwakilan resmi dari negara tersebut,” demikian kurang lebih fatwa Imaam M.Hamidy kala itu.
Melalui aksi malam tulah, kemudian pesan Pembebasan Al-Aqsha tersebar luas ke publik melalui media massa yang waktu itu meliput atas undangan Paniria maupun datang sendiri. Menurut pihak Kepolisian Lalu Lintas Jakarta, belum pernah ada acara massal sebanyak ini yang disiarkan oleh Metro TV, Anteve, RCTI, dan SCTV, Radio RRI, dan Radio Elshinta, berlangsung di jalan raya secara tertib.
Beberapa ikhwan yang diwawancarai televisi menjawab dengan antusias, seperti saat Metro TV mewawancarai seorang peserta asal Wonogiri. “Apa bekal yang Saudara bawa untuk gerak jalan ini?”. Jawabnya, “Bekal takwa kepada Allah”. Seorang peserta asal Pontianak saat ditanya, “Apa motivasi Anda mengikuti gerak jalan ini?” Jawabnya, “Mentaati amanat Imaamul Muslimin”.
Di usia senja dan dalam kondisi sakit sekalipun, Imaamul Muslimin H.Muhyiddin Hamidy Allahu yarham didampingi beberapa ikhwan Dewan Imaamah ikut longmarch jalan kaki dari Markaz Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di Cileungsi Bogor menyusuri Jalan Raya Narogong Bekasi sekitar 10 km.
Secara intensif dua tahun pertama, Imaamul Muslimin H.Muhyiddin Hamidy Allahu yarham mengamanahkan pelaksanaan Longmarch dan rangkaian lainnya. Maka terselenggaralah agenda di Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Lampung, Jambi, Sumatera Selatan hingga wilayah Sumatera Utara-Aceh.
Upaya mencapai Al-Aqsha secara bertahap dilakukan dalam kerangka Ghazwah Fath Al-Aqsha, di antaranya melalui pembentukan Aqsha Working Group (AWG) sebagai Lembaga Kemanusiaan yang bertugas menggerakkan aktivitas pembebasan Al-Aqsha. AWG dibentuk di Jakarta tanggal 20 Sya’ban 1429 H. / 21 Agustus 2008 M. Bertepatan dengan 59 tahun Hari Pembakaran Masjid Al-Aqsha oleh Zionis Israel 21 Agustus 1969.
Allah kemudian benar-benar memperjalankan para pejuang GFA ke arah Al-Quds melalui Program Studi Daurah Al-Quds di Yaman (7 Maret s.d. 20 Mei 2009), Umrah plus Ziarah ke Masjid-Al-Aqsha (), dan keikutsertaan mujahid ke dalam kapal Mavi Marmara menembus Gaza (Mei 2010). Hingga menjadi pejuang kemanusiaan dalam pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza, Palestina (Oktober 2012 hingga 2016 saat ini).
Dalam upaya melemahkan hegemoni Zioniz Israel di dunia pemberitaan, maka dibentuklah Kantor Berita Islam Mi’raj atau Mi’raj Islamic News Agency disingkat MINA (5 Shafar 1434 H. / 18 Desember 2012 M.). MINA tiga bahasa (Indonesia, Arab dan Inggris) yang dijalankan secara online 24 jam tiap hari dengan target pemberitaan tiap menit “deadline every meneets” merupakan senjata efektif dan strategis secara global. Perjuangan pembebasan Al-Aqsha diperkuat dengan Shuffah Al-Quran Abdullah bin Mas’ud Online (SQAM) tahun 2013.
Evaluasi 10 Tahun Ghazwah
Evaluasi (muhasabah) merupakan keniscayaan atas suatu tujuan mulia, terlebih untuk kehormatan Islam dan Muslimin, bagi pembebasan Al-Aqsha. Evaluasi yang bersifat menyeluruh, integral, terpadu dan terprogram, disertai ruhul jihad sebagai bahan bakar yang tidak boleh luntur, mutlak adanya.
“Tiada kemerdekaan tanpa berperang di jalan Allah, dan tiada perjuangan tanpa mengorbankan harta secara maksimal. Jika tidak ada perlawanan saat diperangi, dan tidak ada perjuangan harta, maka lemahlah tujuan yang hendak dicapai,” demikian tausiyah Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur pada awal Maret 2016.
Beliau kembali menggugah wajibnya membebaskan seluruh kawasan Al-Aqsha, tanah para Nabi, waqaf kaum Muslimin. Karena itu, seruan kembali GFA (Ghazwah Fath Al-Aqsha) oleh Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur, menandakan dan menunjukan bahwa perjuangan belum selesai, tujuan belum tercapai, sasaran belum tergapai. Namun itu semua tidak boleh membuat kita kaum Muslimin merasa lelah dan capai, apalagi mundur lunglai.
Terus kobarkan semangat jihad bagi pembebasan Al-Aqsha dan kemerdekaan Palestina, dengan ilmu kita, amanah kita, tenaga kita, harta kita hingga jiwa kita. Sehingga kita dapat menggapai ridha Allah dengan membawa kemenangan dan pahala syuhada. Allahu Akbar!!!. Al-Aqsha Haqquna!!! Al-Aqsha Milik Umat Islam!!! (P4/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)