Jenewa, 26 Rabi’ul Awwal 1435/28 Januari 2014 (MINA) – Rangkaian Perundingan Damai Jenewa-II tentang Suriah, Senin, menemui jalan buntu pada sesi pembahasan isu-isu politik kontroversial, termasuk wacana pengalihan kekuasaan.
“Deklarasi ini di luar kerangka Jenewa yang intinya membicarakan pembentukan badan transisi. Pertemuan gagal menyepakati masalah initi,” kata Kepala Perunding Oposisi, Hadi al Bahra.
Butir-butir isi naskah deklarasi pemerintah Suriah yang disampaikan Senin, menyatakan Suriah adalah negara demokrasi yang berdasar pada kedaulatan hukum, memiliki independensi, peradilan, melindungi persatuan nasional dan memiliki keragaman budaya.
Pernyataan itu juga mengatakan, rakyat Suriah memiliki hak eksklusif untuk memilih sistem politik mereka di luar kerangka kerja yang ditentukan oleh asing .
Baca Juga: [POPULER MINA] Runtuhnya Bashar Assad dan Perebutan Wilayah Suriah oleh Israel
Sumber-sumber pemerintah Suriah mengatakan oposisi menolak dokumen yang juga berisi seruan terhadap negara-negara asing untuk berhenti memasok senjata, menfasilitasi pelatihan, memberikan penampungan atau menghasut oposisi.
Pembicaraan damai Konferensi Jenewa II yang dimediasi oleh Utusan Khusus PBB – Liga Arab, Lakhdar Brahimi, sejauh ini memfokuskan pada isu-isu kemanusiaan.
Diharapkan pembicaraan akan beralih pada isu utama yang menjadi pemicu berkecamuknya perang saudara yang sudah berlangsung hampir tiga tahun dan sudah menelan korban puluhan ribu jiwa dari kedua belah pihak yang berseteru.
Pihak oposisi mengatakan Assad harus turun dari panggung kekuasaan, sementara pemerintahan transisi dibentuk berdasarkan kesepakatan yang dicapai pada konferensi perdamaian Jenewa-I yang diselenggarakan pada 2012. (T/P09/E02/Mi’raj News).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Drone Israel Serang Mobil di Lebanon Selatan, Langgar Gencatan Senjata
Anda juga dapat mengakses berita-berita MINA melalui handphone.