Jakarta, MINA – Pemerintah RI melalui Kemenristekdikti bersama Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan perwakilan di Taipei tengah menyelidiki adanya kasus pelecehan terhadap mahasiswa Indonesia yang berpartisipasi dalam program kuliah-Magang di Taiwan.
Sementara Kemlu RI mengumumkan akan menghentikan sementara perekrutan serta pengiriman mahasiswa skema kuliah-magang hingga disepakatinya tata kelola yang lebih baik.
“Kemlu telah mendapat laporan dari KDEI (Kantor Dagang Ekonomi Indonesia) di Taipei terkait adanya pengaduan terkait berbagai permasalahan yang dihadapi sejumlah mahasiswa Indonesia peserta skema kuliah-magang di Taiwan,” demikian pernyataan Kemlu RI dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Jumat (4/1).
Menindaklanjuti laporan tersebut, KDEI Taipei telah meminta keterangan dan berkordinasi dengan otoritas setempat guna mendalami implementasi skema kuliah-magang yang berlangsung mulai 2017 tersebut.
Baca Juga: RISKA Ajak Sisterfillah Semangat Hadapi Ujian Hidup
Pernyataan itu menjelaskan, KDEI Taipei juga telah meminta otoritas setempat untuk mengambil langkah, sesuai aturan setempat, yang diperlukan guna melindungi kepentingan serta keselamatan mahasiswa peserta skema kuliah-magang.
Saat ini terdapat lebih dari 6.000 mahasiswa Indonesia di Taiwan, dengan sekitar 1.000 mahasiswa yang ikut dalam skema kuliah-magang di 8 universitas yang masuk ke Taiwan pada periode 2017-2018.
Pemerintah Taiwan melalui kantor perwakilannya di Indonesia, Taipei Economic and Trade Office (TETO), membantah adanya pelecehan yang pelecehan dengan dipekerjakan secara paksa terhadap ratusan mahasiswa Indonesia di Taiwan dalam program Kuliah-Magang.
Kepala TETO JOhn C. Chen menyatakan, Kementerian Pendidikan Taiwan sudah mendatangi dan mewawancarai seluruh mahasiswa Indonesia di Universitas Sains dan Teknologi Hsin Wu pada 28 Desember 2018 dan 3 Januari 2019.
Baca Juga: Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Wacanakan Dewan Pertahanan Nasional
“Pemerintah Taiwan sedang menyelidiki kasus dan mengevaluasi program ini. Jika benar (ada pelanggaran) tentu pihak Taiwan akan bertindak dengan tegas pada institusi pendidikan yang bersangkutan,” ujar Chen dalam konferensi pers di Kantor TETO, Jakarta, Jumat (4/1).
Sementara itu, menurut keterangan tertulis dari Universitas Sains dan Teknologi Hsin Wu yang dikirim oleh Direktur Divisi Media Informasi TETO Indonesia di Jakarta Kendra Chen, pihak kampus dengan tegas menyatakan, apa yang beredar sama sekali berbeda dengan kenyataan di lapangan.
Berikut empat poin penjelasan sekaligus bantahan pihak kampus Universitas Sains dan Teknologi Hsin Wu terkait dugaan kerja paksa terhadap ratusan mahasiswa Indonesia:
1. Proses seleksi dan pendaftaran dilaksanakan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dan sekolah yang menjadi partner di Indonesia, kami telah memberikan penjelasan kepada seluruh siswa bersama staf pemerintah daerah Indonesia dan melaporkan kepada Gubernur Bangka. Demikian pula Gubernur telah mengunjungi para mahasiswa di Taiwan dan menyatakan puas dengan program kerjasama ini. Pihak sekolah juga sudah memberikan konferensi pers secara resmi kepada media di Indonesia.
Baca Juga: Guru Supriyani Divonis Bebas atas Kasus Aniaya Siswa
2. Mahasiswa baru tidak melakukan pelanggaran dalam pemagangan, dan tuduhan tersebut sangat tidak mendasar di mana: mahasiswa dilaporkan telah melanggar peraturan pada tahun pertama perkuliahan. Selain liburan musim dingin dan musim panas, mahasiswa bekerja dalam kelompok tidak lebih dari 20 jam per minggu, dan semuanya telah sesuai dengan prosedur yang diperlukan dalam pengajuan ijin kerja, asuransi kesehatan dan tenaga kerja, demikian pula kampus telah mengatur transportasi antar jemput mahasiswa. Tahun ke dua perkuliahan telah diatur sistem pemagangan. Mahasiswa tidak pernah dieksploitasi, dan sangat tidak masuk akal bagi mahasiswa untuk memasang sebanyak 30 ribu label dalam 10 jam per hari. Semua tercatat dalam absensi kehadiran dan dikuatkan dengan slip gaji yang diterima selama bekerja.
3. Tuduhan terhadap perlakuan mahasiswa sangat tidak beralasan: Setelah mengetahui pemberitaan ini, sebagian besar mahasiswa merasa sangat tidak nyaman dan tidak memahami mengapa media dapat memutar balikkan fakta serta membuat pemberitaan yang bertentangan dengan kondisi mahasiswa dimana pemberitaan tersebut menunjukkan bahwa seluruh siswa akan keluar dari perkuliahan. Padahal setelah kejadian ini, seluruh mahasiswa menyampaikan pendapat mereka ke kampus dan menyatakan akan tetap terus kuliah di kampus dan mendukung program yang ditetapkan kampus.
4. Merusak reputasi perusahaan: pemberitaan palsu telah merusak reputasi tinggi yang selama ini dimiliki oleh perusahaan Taiwan. Berdasarkan Kebijakan Baru ke Arah Selatan (New Sothbound Policy), perusahaan bersedia melatih keterampilan mahasiswa gratis tanpa biaya. Mengingat keahlian dibawah standar dengan kemampuan bahasa terbatas. Perusahaan bersedia berkorban dalam kerjasama ini, namun mereka dituduh sebagai perusahaan jahat sehingga menjadikan Kebijakan Baru ke Arah Selatan tidak memiliki arti.(L/R04/R01-P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menteri Abdul Mu’ti: Guru Agen Peradaban