Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Diminta Fokus Berantas Minuman Oplosan dan Ilegal

Syauqi S - Kamis, 5 April 2018 - 20:20 WIB

Kamis, 5 April 2018 - 20:20 WIB

80 Views ㅤ

Minuman oplosan (ilustrasi). (Bombastis)

Jakarta, MINA – Kasus kematian akibat konsumsi minuman keras oplosan dan minuman beralkohol ilegal kembali terjadi. Tidak hanya tewas, korban yang masih hidup pun kini masih harus berjuang untuk kesembuhannya.

Menyikapi fenomena yang berulang ini, pemerintah sebaiknya fokus memberantas minuman keras oplosan dan juga minuman beralkohol illegal (tercatat namun dijual bebas di tempat-tempat yang tidak memiliki izin) untuk mencegah jatuhnya jumlah korban yang lebih banyak.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Sugianto Tandra mengatakan, munculnya minuman beralkohol oplosan dan ilegal ini adalah efek samping dari pelarangan peredaran minuman beralkohol yang resmi terdaftar di minimarket dan toko pengecer lainnya. Langkah pemerintah, lanjutnya, yang sudah menetapkan berbagai macam kebijakan untuk mengurangi konsumsi minuman beralkohol tidak efektif karena pasar konsumen minuman beralkohol di Indonesia tetap ada.

Ada tiga kebijakan yang mengatur konsumsi minuman beralkohol di Indonesia. Pertama adalah menaikkan bea impor minuman beralkohol kategori B dan C menjadi 150% dari nilai barang yang diimpor. Kedua adalah pembaharuan daftar bidang usaha yang tertutup terhadap penanaman modal asing atau terbuka dengan persyaratan tertentu (Daftar Negatif Investasi / DNI). Lalu yang terakhir adalah pemberlakukan pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket dan toko pengecer lainnya agar minuman beralkohol jauh dari masyarakat. Sejumlah pemerintah daerah juga memberlakukan larangan untuk minuman beralkohol di wilayah yurisdiksinya.

Baca Juga: Indonesia Imbau India dan Pakistan Tahan Diri, Dorong Dialog Damai

Alih-alih menjauhkan konsumen dari minuman beralkohol, pemberlakuan kebijakan seperti ini justru membuat masyarakat beralih ke pasar gelap  yang mendistribusikan minuman beralkohol oplosan dan ilegal yang harganya lebih terjangkau dan sangat mudah diperoleh. Selain mengandung zat-zat mematikan, minuman beralkohol oplosan juga cenderung dikonsumsi dalam jumlah banyak karena harganya yang murah.

“Tidak sulit mencari keberadaan minuman beralkohol oplosan dan tidak tercatat. Minuman seperti ini biasanya dengan mudah ditemui di warung, terutama di daerah pinggiran dan pedesaan. Diproduksi secara rumahan, harganya juga relatif jauh lebih murah daripada yang resmi. Pelarangan ini justru berpotensi tinggi merusak kesehatan masyarakat. Ketersediaannya juga membuat minuman beralkohol seperti ini lebih banyak dipilih daripada yang dijual secara resmi,” ujar Sugianto.

Survei Kementerian Kesehatan menunjukkan, proporsi konsumen minuman beralkohol dari keseluruhan konsumen jenis minuman lainnya di Indonesia pada 2014 ada sekitar 0,2%, atau setara 500.000 penduduk. Sementara itu volume konsumsi alkohol tercatat di Indonesia diperkirakan oleh Badan Kesehatan Dunia pada 2014 sebesar 0.1 liter per capita, salah satu yang terkecil di dunia. Namun konsumsi per capita untuk alkohol tidak tercatat (ilegal) diperkirakan lima kali lebih tinggi yaitu sekitar 0.5 liter.

Pelarangan oleh pemerintah, kata Sugianto, tidak berdasarkan pada bukti bahwa kebijakan seperti itu sudah terbukti efektif. Justru sebaliknya, berbagai kebijakan pelarangan justru sudah banyak terbukti berakibat fatal seperti jatuhnya korban jiwa dan maraknya pasar gelap.

Baca Juga: Gubernur Sumbar Ucapakan Belasungkawa untuk Korban Kecelakaan Bus ALS

CIPS mendorong pemerintah untuk lebih fokus pada pemberantasan minuman beralkohol oplosan dan ilegal. Tingkat konsumsinya yang lima kali lipat lebih banyak daripada minuman beralkohol legal sudah sepatutnya membuat pemerintah fokus pada pemberantasan minuman jenis ini. Pelarangan oleh pemerintah juga membuka jalan bagi pasar gelap peredarannya. Alih-alih membatasi peredaran minuman beralkohol yang resmi di minimarket dan toko pengecer resmi lainnya, pemerintah sebaiknya mencabut peraturan tersebut, yakni Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) nomor 06 tahun 2015 dan mengizinkan peredaran minuman beralkohol berkandungan di bawah 5% seperti bir.

“Kami juga meminta pemerintah untuk lebihaware terhadap aspek kesehatan masyarakat jika kebijakan pelarangan terus dilakukan. Pemberlakukan sanksi hukum terhadap pelakublack market dan pemilik tempat yang menjual minuman oplosan dan ilegal juga wajib dilakukan supaya memberikan efek jera dan memutus rantai peredaran minuman jenis ini di masyarakat,” tuturnya.

Sebanyak delapan orang di Jagakarsa, Jakarta Selatan, tewas karena mengonsumsi minuman oplosan dan illegal. Sebelumnya di Duren Sawit, Jakarta Timur, delapan nyawa melayang karena mengonsumsi minuman yang sama. Kasus serupa juga terjadi di Depok, Jawa Barat, dan menewaskan enam orang. (R/R11/RS3)

Miraj News Agency (MINA)

Baca Juga: Prediksi Cuaca Jakarta Rabu Ini Berpotensi Diguyur Hujan

Rekomendasi untuk Anda