Tunis, 22 Ramadhan 1434/30 Juli 2013 (MINA) – Pemerintah Tunisia berkumpul dalam pertemuan darurat Senin (29/7), karena para pengunjuk rasa menuntut pembubaran pemerintah yang didominasi oleh kalangan Islam.
Ketegangan telah meliputi Tunisia sejak pembunuhan Kamis (25/7) terhadap Anggota Parlemen oposisi Mohamed Brahmi, sosok anti-Islam kedua yang ditembak mati dalam enam bulan terakhir, Modern Ghana melaporkan yang dikutip Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency).
Banyak rakyat Tunisia menyalahkan pemerintah untuk dua pembunuhan itu, terutama karena gagal mengendalikan kalangan Islam yang dianggap radikal sejak gelombang serangan terhadap rezim Zine El Abidine Ben Ali yang digulingkan oleh rakyat tahun 2011.
Pemerintah yang dipimpin oleh partai Islam Ennahda telah memulai pembicaraan penting.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Pada Senin pagi, sekitar 30 demonstran melakukan protes untuk hari keempat di luar Majelis Konstitusi Nasional (National Constituent Assembly/NCA), setelah demonstrasi malam oleh para pendukung dan penentang Ennahda.
“Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan para demonstran,” kata seorang koresponden sumber Modern Ghana.
Malam itu, sekitar 10.000 orang berdemonstrasi di Bardo Square, di luar gedung parlemen. Mobil polisi dan barikade logam memisahkan dua kubu yang jumlahnya membengkak setelah berbuka puasa.
Anggota parlemen oposisi dan politisi sekuler bergabung dengan para demonstran menyerukan pembubaran NCA dan pengunduran diri pemerintah. Di sisi lain, pendukung pemerintah meneriakkan, “Orang-orang Muslim tidak akan menyerah.”
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
“Mereka yang memboikot NCA mengkhianati Tunisia,” kata Anggota Parlemen Ennahda Fathi Ayadi. “Kami akan melawan sampai tujuan (2011) tercapai dan tidak akan ada kudeta di negara ini.”
Tapi pembicara NCA Mustapha Ben Jaafar telah menyerukan agar massa “menahan diri” dan mendesak para deputi untuk kembali melanjutkan pekerjaan pada konstitusi lama yang tertunda, salah satu masalah paling sulit di pasca-revolusi Tunisia.
Pembunuhan Brahmi telah memicu kemarahan di seluruh Tunisia dan puluhan Anggota Parlemen memboikot parlemen sebagai protes atas apa yang mereka sebut kegagalan pemerintah untuk melacak pembunuhnya.
Pihak berwenang menyalahkan kelompok Salafi Ansar al-Sharia yang menembak mati Brahmi di luar rumahnya.
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Mereka mengatakan bahwa pistol yang digunakan sama dengan pistol untuk membunuh politisi oposisi Chokri Belaid pada Februari lalu.
Tapi Ansar al-Sharia menyangkal bertanggung jawab, mereka menyebut pembunuhan Brahmi itu adalah “pembunuhan politik” yang hanya menguntungkan sisa-sisa rezim sebelumnya dan antek-antek Zionis dan Tentara Salib. (T/P09/R2).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa
Baca Juga: Presiden Afsel Minta Dunia Tekan Israel Hentikan Serangan di Gaza