Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Komitmen Terapkan Penentuan Kuota Haji Secara Transparan dan Berkeadilan

Rana Setiawan Editor : Widi Kusnadi - 34 detik yang lalu

34 detik yang lalu

0 Views

Jamaah haji di Masjidil Haram.(Foto: ig)

Jakarta, MINA — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia (Kemenhaj RI) menetapkan kuota haji nasional tahun 1447 Hijriah/2026 Masehi sebanyak 221.000 jamaah, terdiri atas 203.320 jamaah haji reguler (92 persen) dan 17.680 jamaah haji khusus (8 persen).

Jumlah tersebut sama seperti tahun sebelumnya dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Namun, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, penetapan kuota 2026 menjadi tonggak sejarah baru karena untuk pertama kalinya pembagian kuota antarprovinsi dilakukan berdasarkan dasar hukum yang jelas dan berbasis proporsi daftar tunggu jamaah haji.

Skema baru ini mengacu pada Pasal 13 UU No.14/2025, yang mengatur pembagian kuota provinsi dan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan panjang daftar tunggu di setiap daerah.

Baca Juga: Gubernur Pramono Batalkan Subsidi Transjakarta untuk Warga Non-Jakarta

Dengan mekanisme berbasis daftar tunggu, provinsi dengan jumlah pendaftar lebih besar otomatis memperoleh kuota lebih besar. Pola ini dinilai paling adil dan transparan, karena menghapus kesenjangan ekstrem antarwilayah, di mana sebelumnya ada daerah dengan masa tunggu hanya belasan tahun, sementara lainnya mencapai lebih dari 47 tahun.

“Sistem baru ini memastikan masa tunggu jamaah di seluruh provinsi berada dalam rentang waktu yang sama, sekaligus mewujudkan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji,” ujar Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Selasa.

Keadilan waktu tunggu juga berdampak pada keadilan keuangan, sebab setiap jamaah akan memiliki peluang yang setara dalam mengakses nilai manfaat dana setoran hajinya, tanpa adanya perbedaan mencolok antarprovinsi.

Rumus Perhitungan Kuota

Baca Juga: Banjir Demak & Semarang Belum Surut, Gubernur Panggil Kepala Daerah

Untuk memastikan transparansi, Kemenhaj RI menggunakan formula terbuka sebagai berikut:

Kuota Provinsi = (Daftar Tunggu Provinsi ÷ Total Daftar Tunggu Nasional) × Total Kuota Haji Reguler Nasional.

Perhitungan awal didasarkan pada data daftar tunggu per 16 September 2025.
Sebagai contoh, untuk Provinsi Aceh, jumlah daftar tunggu sebesar 144.076 dibagi 5.398.420 (total daftar tunggu nasional) dikalikan 203.320 (total kuota reguler nasional), menghasilkan alokasi 5.426 jamaah.

Kebijakan itu memperbaiki pola pembagian kuota pada tahun 2025 dan sebelumnya yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena tidak sepenuhnya merujuk pada undang-undang. Ketidaksesuaian tersebut menyebabkan ketimpangan waktu tunggu yang signifikan antarprovinsi dan menimbulkan kritik publik, termasuk dari kalangan ulama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang menilai adanya unsur gharar (ketidakpastian) dalam pengelolaan nilai manfaat haji.

Baca Juga: BMKG Peringatkan Potensi Hujan Petir di Jakarta Selatan, Warga Diminta Waspada

Dengan sistem baru, sepuluh provinsi akan mengalami penambahan kuota, yang berdampak pada pemendekan masa tunggu, sementara 20 provinsi lainnya akan mengalami penyesuaian kuota untuk menjaga proporsionalitas nasional.

“Skema ini akan diterapkan sekurang-kurangnya selama tiga tahun ke depan dan akan diperbarui pada tahun keempat. Selain memberikan kepastian dalam perencanaan dan penganggaran, kebijakan tiga tahunan ini juga sejalan dengan pola kontrak multiyears yang mulai diterapkan dalam layanan umum dan transportasi udara musim haji 1447H/2026,” jelas Dahnil.

Kementerian Haji dan Umrah RI menegaskan bahwa kebijakan ini menjadi bagian dari upaya reformasi tata kelola haji nasional yang lebih transparan dan berbasis data. Penetapan kuota secara proporsional diharapkan memperkuat akuntabilitas publik, sekaligus memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama dan berkeadilan untuk menunaikan ibadah haji.

“Prinsip kami jelas, yakni adil, transparan, dan dapat diaudit. Kuota haji bukan lagi ruang spekulatif, tetapi hak proporsional setiap daerah yang dapat diuji secara terbuka,” tegas Dahnil.

Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Rabu ini di Level Tidak Sehat bagi Kelompok Sensitif

Dengan penerapan sistem baru ini, Indonesia menapaki fase baru tata kelola perhajian yang tidak hanya efisien secara administratif, tetapi juga berkeadilan sosial dan ekonomi, sejalan dengan misi besar Presiden Prabowo Subianto untuk menghadirkan pelayanan publik yang bersih, transparan, dan berpihak kepada rakyat.[]

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Banjir Rob Diperkirakan Terjadi di Sejumlah Wilayah Indonesia

Rekomendasi untuk Anda