Kongo, 16 Rajab 1436/5 Mei 2015 (MINA) – Komunitas Muslim di Kongo terkejut dengan sebuah keputusan terbaru dari Pemerintah Republik Kongo yang melarang kaum Muslimah memakai niqab di tempat umum.
“Hal ini dalam tradisi kita untuk memakai niqab bagi perempuan. Mengapa kita dilarang melakukannya hari ini?,” kata seorang wanita Muslim yang bernama Demba, demikian World Bulletin yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), melaporkan, Selasa (5/5).
Pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Kongo, Zephirin Mboulou, mengatakan, delegasi dari Dewan Tertinggi Islam Kongo menyampaikan bahwa larangan itu berisiko. “Akan menjadi masalah besar apabila cadar dilarang,” tegasnya.
Tapi banyak anggota masyarakat Muslim lokal yang skeptis tentang pernyataan itu, bahkan beberapa di antaranya mengatakan larangan tersebut melanggar konstitusi negara, yang menyatakan, “kebebasan keyakinan dan hati nurani yang diganggu gugat.”
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
Seorang imam dengan Dewan Islam Tertinggi Kongo, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan, keputusan itu tidak diterima dan bisa merupakan hambatan untuk kebebasan berpendapat dan beragama.
“Kami tidak tertarik onar sebagai akibat dari keputusan ini, tapi kita harus mengakui bahwa Kongo adalah negara sekuler, yang mendorong keragaman pendapat dan agama,” katanya.
“Jika undang-undang serupa dibuat di Perancis, kita tidak harus mengikuti dan memberlakukannya di sini,” katanya, mengacu pada keputusan serupa oleh Pemerintah Perancis pada 2011 lalu, mantan penguasa kolonial di negara itu.
“Muslim tidak pernah menjadi ancaman bagi Kongo dan lembaga-lembaganya. Sampai saat ini, tidak ada aksi teroris yang pernah dilaporkan. Hari ini, jika kita dilarang mengenakan niqab, Apa keputusan harus diambil mengenai perempuan yang memakai rok mini?” tanyanya.
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Sementara itu, Batu Euloge Nzobo, pemimpin Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, sebuah LSM lokal, mendesak pemerintah untuk memberikan informasi lebih lanjut kepada publik dan masyarakat sipil sebelum mengambil keputusan tersebut.
“Kongo tidak terancam oleh kelompok yang terkait dengan komunitas Muslim. Pemerintah harus menjelaskan apakah hukum itu preventif,” katanya.
“Jika tidak, itu adalah kebebasan yang terancam, sebagai konstitusi mengabadikan dan menghormati identitas budaya setiap warga negara, selama pelaksanaan hak ini tidak akan membahayakan ketertiban umum, keamanan orang lain atau persatuan nasional,” imbuhnya.
Anna Dyemo, seorang wanita Kristen yang tinggal di lingkungan, juga mengekspresikan kekejutannya. “Jika memakai niqab tidak mempengaruhi moral atau kebebasan orang lain, larangan ini tidak masuk akal,” katanya.
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Selain larangan niqab, Kementerian Dalam Negeri Kongo juga mengeluarkan larangan pada warga negara asing, termasuk Muslim dari Republik Afrika Tengah dan Kamerun, di masjid-masjid atau rumah ibadah lainnya. (T/P011/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina