Depok, MINA – Kementerian Agama masih menunggu kepastian kuota jamaah haji Indonesia pasca pengumuman Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi membuka pemberangkatan jamaah dari berbagai negara.
“Kita masih menunggu berapa kuota haji yang akan diberikan kepada Indonesia. Kuota haji nantinya sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 akan terdiri dari 92% haji reguler dan 8% haji khusus,” kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief pada Focus Group Discussion (FGD) Mitigasi Risiko Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus Tahun 1443 H/2022 M di Depok, Selasa (12/4).
FGD ini diikuti Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus (UHK), para Kepala Subdit pada Direktorat Bina UHK, serta para Kepala Seksi Umrah dan Haji Khusus Kanwil Kemenag Provinsi. Hadir sebagai narasumber, perwakilan dari Kemenkumham dan Kemenkes.
Menurut Hilman, berdasarkan data pelunasan haji khusus tahun 2020, terdapat 15.466 jamaah yang telah melakukan pelunasan Bipih Khusus. Hilman mengingatkan bahwa jika kuota yang diberikan kepada Indonesia tidak dalam jumlah normal (100%), maka ada potensi banyak jemaah lunas yang belum dapat diberangkatkan.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
“Ini harus segera direkonsiliasi datanya dan siapkan mitigasinya,” pesan Hilman.
Kepada jajarannya di Direktorat Bina UHK, Hilman meminta untuk melakukan sejumlah persiapan, yaitu: a) Rekonsiliasi data jamaah haji khusus yang lunas dan siap berangkat; b) Mendata jamaah haji khusus di bawah usia 65 tahun yang siap berangkat; c) Memastikan bahwa jamaah haji khusus yang siap berangkat, telah divaksinasi covid-19 dosis lengkap; dan d) Menyusun regulasi konfirmasi pelunasan Bipih Khusus dan pengisian kuota haji khusus.
“Bina UHK juga harus membuat simulasikan skenario pemberangkatan jemaah haji khusus, menyangkut konsorsium PIHK, petugas PIHK, dan pengurusan kontrak layanan Arab Saudi,” pinta Hilman.
Terkait pengisian kuota haji khusus, Hilman meminta agar dibuat pedoman yang jelas dan tegas. Dia minta jangan sampai ada jamaah yang terzalimi gara-gara terlompati nomor porsinya.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
“Acuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 sudah jelas, prinsip first come first serve tidak dapat ditawar lagi, karena mereka sudah melunasi Bipih, mengantri, dan tertunda berangkat selama 2 tahun,” paparnya.
“Jika ada yang tidak dapat berangkat karena kendala persyaratan, maka digantikan oleh nomor porsi secara urutan yang ada di bawahnya,” lanjutnya.
Hilman juga mengidentifikasi sejumlah persoalan yang perlu dimitigasi. Misalnya, potensi kenaikan biaya layanan setelah dua tahun tidak ada pemberangkatan, baik layanan akomodasi, konsumsi, transportasi di Arab Saudi, juga visa dan asuransi. Hal lainnya terkait kondisi keuangan PIHK pasca diterpa pandemi Covid-19.
“Kesehatan keuangan PIHK menjadi salah satu kunci kesuksesan pemberangkatan jamaah haji khusus tahun ini,” sebutnya.
“Masalah jamaah dengan visa mujamalah juga perlu mendapatkan perhatian dan mitigasi risiko, termasuk pelayanannya di Arab Saudi,” tambahnya. (R/R5/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa