Jakarta, MINA – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan Pem. RI telah memanggil Duta Besar RRC di Jakarta untuk menyampaikan sikap pemerintah tentang masalah Muslim Uighur dan suara-suara yang hidup di kalangan masyarakat tentang masalah itu.
Dubes telah memberi penjelasan, tapi Pemerintah mengharapkan mengharapkan Pemerintah RRC menjelaskan kondisi faktual Muslim Uighur kepada dunia internasional. Demikian menteri, Rabu (19/12) di Jakarta.
Dalam sepekan terakhir, isu penderitaan yang dialami oleh Muslim Uighur di wilayah barat Cina, provinsi Xinjiang karena kebijakan penahanan dari pemerintah Tiongkok telah menyulut kemarahan publik internasional, termasuk Indonesia.
“Dalam dunia dengan kecepatan arus informasi seperti saat ini, berita beredar dengan cepat, maka kondisi masyarakat Uighur penting untuk diketahui oleh masyarakat dunia,” ujar Menag di Jakarta, Rabu (19/12).
Baca Juga: Mendikti Sampaikan Tiga Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Indonesia
Akan jauh lebih baik bila pihak otoritas Pemerintah RRC langsung yang menjelaskan ke masyarakat dunia, agar tak menimbulkan dugaan-dugaan yang tak berdasar.
Menurut Menag, Pemerintah RI telah memanggil Dubes RRCdi Jakarta guna menyampaikan perhatian dan kepedulian berbagai pihak diIndonesia mengenai kondisi masyarakat Uighur. Namun demikian, penjelasan terbuka dari RRC tentu dibutuhkan masyarakat.
Jika memang ada persoalan yang terkait dengan kehidupan beragama, Menag menegaskan pentingnya kebebasan dalam beragama.
“Kami berpandangan bahwa kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang harus senantiasa dilindungi, dijaga, dan dihormati,” tegasnya.
Baca Juga: Kedutaan Besar Sudan Sediakan Pengajar Bahasa Arab untuk Pondok Pesantren
New York Times edisi Ahad (16/12) menyebutkan, tidak hanya dilarang mempraktikkan ajaran agama Islam, ratusan ribu tahanan Muslim Uighur di kamp interniran di Xinjiang dipaksa bekerja.
Media Amerika Serikat itu juga melaporkan, Partai Komunis Cina yang berkuasa mengatakan, jaringan kamp yang luas menyediakan pelatihan kerja dan menempatkan para tahanan di jalur produksi untuk kebaikan mereka sendiri.
Alasan terkuatnya adalah untuk menawarkan solusi dari kemiskinan, keterbelakangan dan untuk menghindari ajakan kelompok radikal.
Namun, bukti yang memuncak menunjukkan bahwa sistem kerjapaksa muncul dari kamp-kamp, suatu perkembangan yang mengintensifkan kecaman internasional. (R/R09/P1)
Baca Juga: Konferensi Internasional Muslimah Angkat Peran Perempuan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Mi’raj News Agency (MINA)