Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bangkitkan Sekulerisme, Tajikistan Kikis Budaya Islam

Admin - Kamis, 21 Januari 2016 - 14:09 WIB

Kamis, 21 Januari 2016 - 14:09 WIB

418 Views ㅤ

(Foto: Aljazeera/Igor Kovalenko/EPA)
(Foto: Aljazeera/Igor Kovalenko/EPA)

(Foto: Aljazeera/Igor Kovalenko/EPA)

Dushande, 11 Rabi’ul Akhir 1437/21 Januari 2015 (MINA) – Kepolisian Tajikistan memangkas hampir 13.000 jenggot dan menutup lebih dari 160 toko yang menjual pakaian muslim tradisional sebagai tindakan untuk melawan pengaruh asing.

Seperti dilansir Aljazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kepala Polisi wilayah Khathlon, Bahrom Sharifzoda, mengatakan pemerintah lokal mendorong lebih dari 1.700 perempuan Tajikistan untuk menanggalkan dan meninggalkan hijab.

Pada pekan lalu, parlemen Tajikistan satu suara untuk melarang penggunaan nama asing yang berbau kebudayaan Arab terhadap generasi baru Tajikistan. Pernikahan antara sepupu pertama pun dilarang. Namun, beberapa orang mengkritik keputusan itu.

Tajikistan ingin melawan pengaruh asing. Tapi, mereka mengadopsi pemerintahan sekuler yang berasal dari Eropa,” kritik pembaca dalam kolom komentator Aljazeera. “Pemerintah Tajikistan tidak memiliki hak mengatur hak individu,” tambah yang lainnya.

Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki

Undang Undang itu kemungkinan bakal disetujui Presiden Tajikistan Emomali Rahmon yang giat mempromosikan sekularisme. “Rahmon juga melihat kepercayaan dan budaya asing sebagai ancaman yang bisa mengganggu stabilitas nasional,” lapor Radio Liberty.

Pada September 2015, Mahkamah Agung Tajikistan melarang satu-satunya partai politik Islam Tajikistan, Partai Kebangkitan Islam (Islamic Renaissance Party), beroperasi pasca kekerasan yang dituduh pemerintah bersumber dari Islam radikal.

Empat bulan kemudian, parlemen memberikan imunitas kepada presiden dan keluarganya dari dakwaan hukum. Rahmon telah menguasai kursi pemerintahan Tajikistan sejak 1994. Masa jabatannya akan habis pada 2020 mendatang.

Beberapa pendukung Rahmon menjuluki Rahmon sebagai pemimpin nasional. Jajaran pemerintah bahkan menyebutnya sebagai pendiri perdamaian dan persatuan nasional Tajikistan.

Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina 

Namun, Tajikistan masih perlu berbenah sejak merdeka dari Uni Soviet lebih dari dua dekade yang lalu. Angka kemiskinan dan ketimpangan masih tinggi. Sebagian besar masyarakat Tajikistan juga mencari nafkah di Rusia. (T/P020/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
MINA Health
Kolom
Kolom
Indonesia