Washington, MINA — Amerika Serikat resmi memasuki masa penutupan pemerintahan (government shutdown) setelah Presiden Donald Trump dan Kongres gagal mencapai kesepakatan anggaran sebelum tenggat waktu Rabu malam (1/10) waktu setempat.
Kejadian ini menandai shutdown ketiga di bawah kepemimpinan Trump, mencerminkan semakin tajamnya polarisasi politik di Washington. Al-Jazeera melaporkan.
Kondisi ini berdampak pada sekitar 750.000 pegawai federal, yang diperkirakan akan dirumahkan sementara. Beberapa pegawai bahkan berpotensi kehilangan pekerjaan secara permanen.
Berbagai kantor pemerintahan resmi ditutup, termasuk lembaga publik yang menyediakan layanan administrasi dan sosial. Meski begitu, beberapa program prioritas, seperti agenda deportasi yang menjadi fokus pemerintahan Trump, dipastikan tetap berjalan.
Baca Juga: Spanyol akan Selidiki Perusahaan yang Masih Promosikan Produk Israel
Sebelum tenggat waktu, Presiden Trump menyatakan, “Kami tidak ingin ini terjadi,” namun upaya menjembatani perbedaan antara Partai Demokrat dan Republik tidak berhasil. Perbedaan tajam terkait alokasi anggaran dan prioritas kebijakan membuat negosiasi buntu, sehingga pemerintah terpaksa menutup sebagian besar operasionalnya.
Government shutdown terjadi ketika Kongres dan Presiden gagal menyetujui anggaran federal sebelum tenggat waktu, sehingga pemerintah tidak memiliki dana untuk menjalankan operasional normal. Shutdown berdampak langsung pada pegawai federal yang dirumahkan, layanan publik yang tertunda, serta proyek-proyek pemerintah yang tertahan.
Di bawah kepemimpinan Donald Trump, ini menjadi shutdown ketiga yang terjadi akibat perselisihan politik. Shutdown pertama terjadi pada Desember 2018–Januari 2019 terkait pendanaan tembok perbatasan, sementara shutdown kedua terjadi pada Januari 2023.
Setiap kali shutdown berlangsung, efek ekonomi dan sosial langsung dirasakan masyarakat, termasuk gangguan layanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi publik.
Baca Juga: Prof. Al-Shaiji: Rencana Trump Terapkan Standar Ganda
Shutdown kali ini menyoroti tingginya ketegangan politik di Washington, kesulitan legislatif untuk mencapai konsensus, serta risiko yang dihadapi pegawai federal dan masyarakat yang bergantung pada layanan pemerintah.
Para analis politik menilai, semakin panjangnya shutdown dapat menimbulkan tekanan ekonomi signifikan dan memperdalam ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah federal. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hanya dalam Sebulan, Inggris Kirim Lebih dari 100 Ribu Peluru ke Israel