Oleh: Rana Setiawan, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Hasil pemilu Israel yang diumumkan Rabu (19/3), partai sayap kanan Likud dipimpin Benyamin Netanyahu memenangkannya dengan mendapat 30 dari 120 kursi Knesset (parlemen).
Netanyahu dengan tegas saat menjelang pemilihan, kemenangan partai Likud akan mengesampingkan upaya negosiasi solusi dua-negara. Ia mengatakan Senin (9/3) lalu bahwa jika ia kembali memerintah, tidak akan mengizinkan adanya negara Palestina.
Pernyataan Netanyahu sebetulnya merupakan pengingkaran terhadap pidatonya 2009 lalu. Saat itu ia menyuarakan dukungan bagi prinsip dua negara untuk dua bangsa (Palestina-Israel).
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Sementara saingan utama Netanyahu, Isaac Herzog partai kiri-tengah Zionist Union, mengatakan ia mendukung solusi dua-negara dan berjanji menghidupkan kembali perundingan yang terhenti.
Zionist Union sebagai partai terbesar kedua saat ini menjadi penyeimbang pemerintahan yang kembali dikuasai partai radikal Likud.
Ini menunjukkan kemungkinan pembatasan aktivitas perluasan pembangunan permukiman ilegal dan komitmen untuk solusi dua-negara dan Otoritas Palestina dalam perundingan.
Namun, menurut beberapa pengamat, kebangkitan partai kiri-tengah dalam pemilu ini didasarkan pada kebijakan sosial dan ekonomi, bukan keamanan atau hubungan dengan Palestina.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Masalah Palestina menjadi isu penting pada pemilu kali ini, namun sebagian besar partai memilih fokus pada isu-isu sosial-ekonomi dan ancaman keamanan yang ditimbulkan Iran.
Pada debat terakhir antara pemimpin partai dari seluruh spektrum politik, konflik Palestina hampir tidak disebut selama debat 90 itu.
Kebangkitan Partai Non- Zionis
Sementara warga Palestina di Tepi Barat tidak mendapatkan suara dalam pemilu kali ini, padahal jumlah mereka mencapai 20 persen dari 8 juta penduduk Israel yang menjadi pendukung partai koalisi Persatuan Arab.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Partai koalisi Persatuan Arab secara mengejutkan menjadi partai terbesar ketiga dengan perolehan 14 kursi, disusul Partai Yesh Atid dengan 11 kursi, Kulanu dengan 10 kursi, Habayit Hayehudi dengan delapan kursi, Shas dengan tujuh kursi, Persatuan Yahudi Torah dengan enam kursi, Yisrael Beiteinu dengan enam kursi, dan Meretz dengan empat kursi. Sementara Partai Yahad belum mampu mencapai suara minimal (electoral threshold). Pemilu Israel diikuti 12 partai, memperebutkan 120 kursi di Knesset.
Bagi para pengamat Palestina, Partai Persatuan Arab menjadi harapan baru bagi para warga Arab yang hidup di Israel untuk berkecimpung dalami kancah perpolitikan Israel.
Partai Persatuan Arab terdiri dari Majelis Nasional Demokrat (Balad), Front Demokratik untuk Perdamaian dan Kesetaraan (Hadash), cabang selatan Gerakan Islam, dan Gerakan Arab Pembaruan (Ta’al). Mereka mewakili warga Palestina di wilayah pendudukan Israel.
Secara garis besar, partai di Israel terbagi menjadi dua kategori, Zionis dan non-Zionis, di mana hanya satu partai non-Zionis, yaitu partai koalisi Persatuan Arab.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Sejak pendirian sepihak negara ‘Yahudi’ Israel pada tahun 1948, sekitar 600 menteri, hanya dua dari mereka non-Yahudi yang bertugas hanya tiga tahun.
Hancurkan Peluang Perdamaian
Isu-isu utama yang dikhawatirkan para pengamat adalah kembalinya diskriminasi terhadap non- Yahudi di hampir setiap aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, pendidikan, permukiman (terutama di Negev), undang-undang rasis, dan isu-isu lain.
Sementara Gerakan Perlawanan Hamas menegaskan, pihaknya tidak membedakan antar partai-partai Israel dan menolak bergantung pada hasil pemilunya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengecam hasil pemilu Israel dengan menyatakan kemenangan Netanyahu dapat menghancurkan peluang perdamaian.
Hanan Ashrawi, Anggota Komite Eksekutif PLO mengatakan, hasil pemilu Israel merupakan hasil alami dari kebijakan Netanyahu yang mengakibatkan adanya rasa takut, permusuhan, dan ketidakpercayaan.
Menurutnya, Netanyahu harus bertanggung jawab atas kebijakannya yang telah meningkatkan aksi ekstrimisme di seluruh wilayah Palestina.
Kepala Perunding Palestina Saeb Erekat mengatakan, Palestina akan meningkatkan upaya internasional guna mengadukan berbagai pelanggaran Israel terhadap hak-hak rakyat Palestina walau Netanyahu akan terus memimpin.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam, tak Ada Jejak Yahudi Sedikit Pun
Erekat menyatakan, Palestina akan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag dan akan mengintensifkan semua upaya diplomatik untuk tercapainya pendirian negara Palestina merdeka.
Hasil pemilu menunjukkan keberhasilan kampanye Netanyahu dengan menyebar kebencian dan hasutan, melakukan pembangunan permukiman ilegal, rasisme, apartheid dan pengingkaran HAM yang semuanya itu ditentang masyarakat internasional.
Terlepas dari hasil pemilu Israel, masyarakat internasional tentunya harus segera bertindak terhadap pelanggaran-pelanggaran sistematis yang melawan hukum internasional di bawah pimpinan Netanyahu.(T/R05/P2)
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)