Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemimpin Diniyyah Putri Padang Panjang Perkenalkan “Islam Yang Damai” di AS

Septia Eka Putri - Kamis, 5 Mei 2016 - 09:02 WIB

Kamis, 5 Mei 2016 - 09:02 WIB

607 Views ㅤ

(Foto: REUTERS/Dave Kaup )

Oleh: Septia Eka Putri/Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Hajjah Fauziah Fauzan, Pemimpin Perguruan Diniyyah Putri di Padang Panjang, Sumatera Barat, diundang Kedutaan Besar RI di Amerika Serikat, selama dua pekan, untuk melakukan berbagai acara dalam rangka memperkenalkan ” Islam yang Damai” di negara itu.

Dalam rangkaian acara berupa diskusi, dialog, konperensi dan lain-lain ini, Fauziah Fauzan tampil bersama Imam Shamsi Ali tokoh Islam asal Indonesia yang mukim di AS.

Dalam program ini keduanya juga bertemu dengan Utusan Khusus Kementerian Luar Negeri AS untuk masyarakat Muslim, Shaarik H. Zafar, di Kementerian Luar Negeri AS, Washington DC, pada 26/4 yang lalu.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta

Tokoh Islam di AS asal Indonesia, Imam Shamsi Ali, yang juga dikenal aktif serta dekat dengan para pejabat AS menjelaskan kepada MINA, tujuan utama  programnya adalah untuk menyampaikan bahwa walau Islam adalah agama universal, Islam yang dipraktekkan di Indonesia memiliki karakter sosial budaya yang khas.

“Selain itu Indonesia memiliki kredibilitas yang tinggi untuk berada di garda depan untuk menyampaikan Islam yang moderat,” ujar Imam Shamsi Ali saat dihubungi Mi’raj Islamic News Agency (MINA), dari Jakarta, Rabu (4/5).

“Apa yang ada di Indonesia ini, bisa menjadi model untuk disampaikan ke negara-negara lain,” kata Shaarik Zafar dalam perbincangan bersama pemimpin Perguruan Diniyyah Putri di Sumatera Barat, Fauziah Fauzan, dan tokoh Islam Indonesia di AS, Shamsi Ali, di kantor Kemlu AS, Washington DC, Selasa (26/4/2016).

Shaarik juga mengapresiasi karakter keislaman di Indonesia yang toleran.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari

Menurutnya, Indonesia dapat lebih vokal dalam menyuarakan wacana keislaman di level global supaya komunitas internasional lebih mengenal wajah Islam yang sesungguhnya.

“Saya tahu kita diajarkan untuk rendah  hati. Tapi dalam hal ini saya pikir Indonesia perlu lebih lantang,” kata Shaarik yang pernah berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan kalangan agamawan ini.

Penghargaan juga datang dari Dr. Jonathan A. Brown, Direktur Alwaleed bin Talal Center for Muslim Christian Understanding di Georgetown University, usai mendengar penjelasan Fauziah mengenai pesantren yang diasuhnya.

Perguruan Diniyyah Putri itu sendiri telah berdiri sejak 1923 dan saat ini memiliki 1.100 santri yang kesemuanya perempuan.

Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman

“Ini sangat menarik dan luar biasa. Saya ingin sekali berkunjung ke sana,” kata Dr. Brown.

Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang didirikan oleh Rahmah El Yunusiyyah, ustadzah, yang juga pejuang di masa revolusi bersenjata dan politisi yang penah menjadi anggota Parlemen mewakili Partai Islam Masyumi.

Selama dua minggu, Fauziah Fauzan dan Shamsi Ali berkeliling Amerika Serikat guna bertemu tokoh-tokoh dan kelompok masyarakat, m­e­­­­m­­­perkenalkan “Islam ya­ng Da­mai” di Amerika Serikat. selama dua minggu 25 April-7 Mei 2016. Mengunjungi lima  negara bagian, Was­hing­ton DC, Maryland,  Michigan, Florida dan New York.

Zizi panggilan akrab Fau­ziah menyatakan keha­diran­nya ke Amerika Serikat untuk meluruskan pan­dang­an negatif dan kesa­lah­pa­haman masyarakat Ame­rika terhadap Islam.

Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah

Dalam konferensi dan dialog tersebut Fauziah Fau­zan lebih fokus men­jelas­kan sistem pendidikan Is­lam di Indonesia dalam  men­yiap­kan manusia yang berakhlak karimah, mampu bekerja sama, untuk hidup sebagai warga masyarakat global yang baik.

Men­jelas­kan bah­wa pesantren dan madrasah bukan mencetak teroris. Namun menyiapkan sum­ber­daya manusia yang benar.

Ia juga menerangkan bagai­mana peran lulusan pe­san­tren mulai dari era per­juang­an sebelum kemerdekaan sampai dengan saat ini da­lam mem­bangun bangsa. Contohnya adalah Per­guru­an Diniyyah Puteri Padang Panjang.

Beberapa waktu yang lalu wartawan MINA berkunjung ke perguruan tersebut, melihat langsung perguruan ini  menerapkan sistem pendidikan yang kental mengajarkan nilai-nilai agama yang tinggi kepada santrinya, seperti membentuk putri yang berjiwa Islam dan Ibu pendidik yang cakap, dan aktif serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air atas dasar pengabdian pada Allah SWT, mengembangkan pola pengajaran Islam berbasis teknologi secara berkesinambungan dalam upaya memperkaya khasanah  dunia pendidikan sampai akhir zaman, merancang , mengembangkan, memberikan pengajaran Islam sebagai solusi kehidupan dalam kajian praktis dalam rangka pengabdian kepada masyarakat dan tanah air.

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

“Menjadi lembaga pendidikan Islam yang terus menerus menyeimbangkan pola pengajaran terpadu diantaranya, Al-Quran Hadist, dan keilmuan modern terkini dalam rangka pembentukan generasi muda islam yang profesional, beriman, bertaqwa dan siap menghadapi tantangan zaman,” ujar bu Zizi tentang kegiatannya di AS kepada MINA.

“Banyak pertanyaan da­ri audiens tentang bagai­mana sistem pendidikan Islam yang anti kekerasan diterap­kan  di pesantren dan ma­dra­sah, serta materi ma­teri pembentukan karakater ya­ng memang mem­buktikan bahwa pesantren dan ma­drasah bukan mencetak te­ro­ris,” terang Zizi men­jelas­kan jalannya diskusi tersebut.

Alhamdulillah, dari dis­kusi dan dialog yang dila­kukan banyak respon positif dari para audiens. Bahkan selesai konferensi di Mic­hi­gan State University, se­orang profesor Yahudi ber­kata thank you for this infor­mation. I change my mind now. Terima kasih atas in­for­masi ini. Sekarang saya sudah merubah pandangan saya tentang Islam,” tambah Buk Zizi, sapaan akrab san­tri terhadapnya.

Fau­ziah Fauzan dan Shamsi Ali juga mengadakan pertemuan dengan sejumlah profesor di Geor­getown University Was­hing­ton DC ; pertemuan dengan Keith Ellison dan Andre Carson anggota Congress dari Partai De­mokrat yang beragama Is­lam, dan Matt Salmon ang­gota Congress senior Partai Republik; menghadiri Konferensi Edu­cation, Religion and the Prevention Violent Extrimism: Indonesia and US Perspective di Michigant State University.  Acara dialog di gereja Michigan antar pimpinan agama Is­lam, Katolik, Protestan dan Yahudi. Acara dialog dengan Centre for Strategis and International Studies (CS­IS) dengan mengundang para Team Think Tank AS  yang banyak mem­berikan masukan  kebijakan pada Pemerintah AS.

Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis

Juga mengikuti acara dialog dengan para isteri anggota kongres senior dan isteri para duta besar berbagai negara yang suami mereka menjadi Duta Besar di Am­e­rika Serikat. Dialog di USINDO (United State and Indonesia). Forum dihadiri sejumlah pengusaha dan anggota LSM Amerika dan Indonesia. Diskusi dan di­alog dengan para akademisi di University of North Flo­rida serta kunjungan ke Markas PBB di New York.

Imam Shamsi Ali dalam dialog ini banyak membahas tentang hal hal yang dapat membuat munculnya te­ro­risme bukan saja dari ke­sa­lahan menterjemahkan aja­ran agama, namun juga ke­ti­dakpedulian, perlakuan tidak adil serta tekanan yang me­mun­culkan kemarahan. Se­hing­ga seseorang akhir­nya bertindak kekerasan.

“Dan pemeluk agama yang lain, tidak hanya Islam, juga per­nah melakukan teror.  Di­je­laskan juga bahwa ISIS bukan Islam dan Islam bu­kan ISIS. Bahwa umat Is­lam Indonesia juga mem­benci ISIS,” tegasnya.

Fauziah menjelaskan, di setiap akhir dialog selalu disampaikan bagai­mana caranya kita dapat menjaga perdamaian dunia secara bersama.

Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global

“Menilai  seseorang atau kelompok agama tidak dapat hanya dari melihat berita di TV atau di media lainnya. Berita yang beredar hari ini sung­guh banyak yang bias. Bagai­mana caranya kita saling menghapuskan kebencian. Tidak melakukan hal-hal yang memicu kemarahan antara Islam dan Barat. Bagaimana caranya kita saling menjaga hubungan baik antar umat beragama dan berbangsa dimulai dari masyarakat yang paling ba­wah. Dan jika ingin tahu Islam, lihatlah bagaimana Islam di Indonesia,” terang Fauzi Fauziah. (L/P007/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim

Rekomendasi untuk Anda

Amerika
Amerika
Internasional
Amerika
Amerika