Khartoum, MINA – Pemimpin militer dan sipil Sudan pada Senin (5/12/2022) menandatangani kesepakatan awal untuk mengakhiri pemerintahan militer yang telah menjalankan negara itu sejak kudeta Oktober 2021.
Penandatang perjanjian itu termasuk militer, kelompok sipil di bawah payung Forces Freedom and Change (FFC), Partai Kongres Rakyat Islam (PCP), bagian dari Partai Persatuan Demokratik (DUP), beberapa gerakan pemberontak, Salafi, pemimpin suku, dan beberapa organisasi masyarakat sipil, demikian MEE melaporkan.
Kesepakatan itu dilaporkan akan menjamin keluarnya militer dari politik dan memungkinkan pemerintahan demokrasi sipil penuh.
Masa transisi dua tahun akan dimulai setelah penunjukan perdana menteri oleh kelompok sipil.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Transisi sebelumnya dari kekuasaan militer setelah penggulingan Presiden Omar Al-Bashir pada 2019 tergelincir setelah dua setengah tahun ketika militer merebut kekuasaan pada Oktober 2021.
Berpidato dalam upacara tersebut, Panglima Militer Jenderal Abdul Fattah Al-Burhan dan wakilnya serta ketua Pasukan Pendukung Cepat (RSF), Mohamed Hamdan Daglo (Hemedti), bersumpah bahwa militer tidak akan lagi ikut campur dalam politik dan pemerintahan, akan melindungi transisi serta mengakhiri kudeta berulang di Sudan.
Beberapa masalah perlu ditangani melalui pembicaraan antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan kesepakatan.
“Tentara akan kembali ke baraknya tetapi partai politik harus mengadakan pemilu, bukan yang berkuasa saat ini. Kami berkomitmen untuk keluar dari politik dan berhenti mencampuri kehidupan politik dan kami berharap para politisi berhenti mencampuri tentara,” kata Jendral Burhan dalam upacara tersebut.
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Sementara itu, Elwathig al-Berir, perwakilan dari kekuatan sipil, menekankan, perjanjian tersebut telah meletakkan dasar bagi pemerintahan sipil penuh di Sudan tanpa kehadiran militer yang berkuasa.
Namun, ratusan pengunjuk rasa pro-demokrasi melakukan demonstrasi di ibu kota Khartoum dan negara bagian lain untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap kesepakatan tersebut.
Sekitar 137 pengunjuk rasa tewas sejak kudeta militer 25 Oktober 2021. (T/R6/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan