Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemimpin yang Berilmu

Bahron Ansori - Ahad, 19 Juni 2016 - 23:52 WIB

Ahad, 19 Juni 2016 - 23:52 WIB

1070 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Allah Subhanahu Wa Ta’ala  berfirman, “…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan be-berapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Mujaadilah : 11).

Pemimpin adalah teladan bagi yang dipimpin. Sebagai teladan, tentu setiap perilakunya harus sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul. Ia ha-rus memiliki ilmu dalam hal ini adalah ilmu sya-ri’at, agar orang-orang yang dipimpinnya bisa hidup dengan aman sentosa.

Ilmu pengetahuan adalah satu hal yang harus menjadi perhatian khusus bagi setiap pemimpin atau calon pemimpin, setelah ia beriman ke-pada Allah dan RasulNya.

Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta

Al Qur’an surat Al Mujaadilah ayat 11 di atas adalah janji Allah tentang betapa tingginya ke-dudukan orang yang berilmu setelah iman yang dimilikinya. Para mufassir ada yang berpenda-pat bahwa Allah meninggikan orang mukmin yang alim di atas orang mukmin yang tidak alim. Ketinggian derajat ilmu menunjukkan keu-tamaannya.

Maksudnya adalah banyaknya pahala, dimana dengan banyaknya pahala, maka derajat sese-orang akan terangkat. Derajat yang tinggi mempunyai dua konotasi, yaitu maknawiyah di dunia dengan memperoleh kedudukan yang tinggi dan reputasi bagus. Dan Hissiyyah di akhi-rat dengan kedudukan tinggi di syurga. (Fahul Baari, hal. 262-263 bab Keutamaan Ilmu).

Memilih seorang pemimpin tidak semata-mata dilihat dari gagahnya fisik, tampannya wajah. Tetapi yang lebih utama adalah sejauh mana iman dan ilmu yang disandangnya.

Dalam shahih Muslim diriwayatkan dari Nafi’ bin Abdul Harits Al Khuza’i (pegawai Umar di Makkah), bahwa dia bertemu dengannya di Us-fan dan berkata, “Siapakah yang memimpin ka-mu?” Ia menjawab, “Yang memimpin segala uru-sanku adalah Ibnu Abza, hamba sahaya kami.”

Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah

Umar berkata, “Apakah kamu menjadikan seo-rang hamba sahaya sebagai pemimpin?” Ia men-jawab, “Dia adalah seorang yang ahli dalam kitab Allah (Alqur’an) dan ilmu Faraidh (ilmu waris).”

Maka Umar pun berkata, “Sesungguhnya Nabi kamu sekalian telah mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat derajat suatu kaum dan menghinakan kaum yang lain dengan kitab ini (Alqur’an)’.”

Dari riwayat dan hadis di atas sangat jelas bagi kita bagaimana sebaiknya memilih seorang pe-mimpin. Bukan orang yang kaya, gagah dan tampan. Bukan pula orang yang pandai bero-rator atau ahli dalam berpolitik menjadi acuan dalam memilih seorang pemimpin. Tetapi yang menjadi syarat utama adalah iman dan ilmu yang dimiliki seperti yang dilukiskan sebuah riwayat di atas.

Meskipun ia seorang budak habsyi asal iman dan ilmunya mumpuni, maka dia lebih layak menjadi pemimpin. Kita berharap mudah-muda-han calon-calon pemimpin bangsa ini untuk ma-sa-masa yang akan dating adalah pemimpin yang beriman dan berilmu. Wallahua’lam.(R02/P4)

Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
MINA Preneur
Kolom
MINA Preneur