Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Menjadi pemimpin sama artinya menyiapkan diri mengambil tanggung jawab yang besar dan berat. Dalam Islam, pemimpin bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan. Sebab ia (kepemimpinan) adalah amanah yang berat dipikul jika tidak menyandarkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Pemimpin hendaknya mengasihi rakyatnya, bukan justru menzalimi, menebar fitnah dan mengadu domba rakyatnya. Dalam sebuah hadis, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Dari At Tirmidzi (1/249), Al Hakim (4/94), Ahmad (4/231),
عَلِيُّ بْنُ الْحَكَمِ ، حَدَّثَنِي أَبُو الْحَسَنِ ، قَالَ : قَالَ عَمْرُو بْنُ مُرَّةَ لِمُعَاوِيَةَ ، إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : ” مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ ، وَالْخَلَّةِ ، وَالْمَسْكَنَةِ ، إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ ، وَحَاجَتِهِ ، وَمَسْكَنَتِهِ ، فَجَعَلَ مُعَاوِيَةُ رَجُلًا عَلَى حَوَائِجِ النَّاسِ “
Dari Ali bin Al Hakim, Abul Hasan menuturkan kepadaku, ‘Amr bin Murrah berkata kepada Mu’awiyah, aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tidak seorang pun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya. Lalu Allah pun menjadikan Mu’awiyah orang yang memperhatikan kebutuhan rakyat.”
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Salah satu pemimpin yang hingga kini menjadi rujukan para pemimpin di dalam dunia Islam adalah Umar bin Khattab. Banyak hal yang bisa diteladani dari kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Salah satu kisah fenomenal yang terjadi pada masa kepemimpinan Sang Khaliafah adalah rasa cinta dan kasih sayangnya kepada rakyat (umat) yang dipimpinnya. Berikut ini kisah fenomenal Sang Khalifah yang mendapat gelar Al-Faruq itu.
Ketika krisis ekonomi melanda Madinah, Khalifah Umar bin Khattab merasa paling bertanggung jawab terhadab musibah itu. Lalu ia memerintahkan pembantu-pembantunya untuk menyembelih hewan ternak untuk dibagi-bagikan kepada penduduk.
Ketika tiba waktu makan, para petugas memilihkan untuk Umar bagian yang menjadi kegemarannya: punuk dan hati unta. Ini merupakan kegemaran Umar sebelum masuk Islam.
Melihat bagiannya itu, Umar bertanya, “Dari mana ini?”
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
“Dari hewan yang baru disembelih hari ini,” jawab mereka. “Tidak! Tidak!” kata Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari hadapannya. “Saya akan menjadi pemimpin paling buruk seandainya saya memakan daging lezat ini dan meninggalkan tulang-tulangnya untuk rakyat.”
Kemudian Umar meminta salah seorang sahabatnya, “Angkatlah makanan ini, dan ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar menyantap yang dimintanya.
Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal Haular Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyat miskin yang digembalanya. Hal di atas bukan terjadi sekali saja.
Kisah tentang pertemuan Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, juga menjadi contoh utama seo-rang pemimpin yang sangat mencintai rakyat miskin.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Dalam kisah itu disebutkan, di tengah nyenyak-nya orang tidur, Umar berkeliling dan masuk sudut-sudut kota Madinah.
Ketika bertemu seorang ibu dan anaknya yang sedang kelaparan, Umar sendiri yang pergi mengambil makanan dan memikulnya, bahkan hingga memasaknya dan menghidangkan untuk anak-anak yang menangis tadi.
Di lain kisah, saat paceklik melanda, Umar pernah disuguhi roti yang dicampur minyak Samin. Umar memanggil seorang Badui dan mengajaknya makan bersama.
Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu melakukannya terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan itu. “Agaknya Anda tidak pernah merasakan lemak?” tanya Umar.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
“Benar,” kata Badui itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun. Saya juga sudah lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang.”
Mendengar kata-kata sang Badui, Umar bersumpah tidak akan makan lemak sampai semua orang hidup seperti biasa. Ucapannya benar-benar dibuktikan. Kata-katanya diabadikan sampai saat itu, “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya. Kalau rakyatku kekenyangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”
Begitulah teladan dari Khalifah Umar. Ia lebih mengasihi rakyat miskin dan mendahulukan kepentingan mereka daripada dirinya. Ia rela kelaparan asalkan rakyat yang dipimpinnya bisa kenyang dan hidup sejahtera.
Nabi Shallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidak beriman seseorang yang dirinya kenyang, sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Muslim). Lalu, adakah pejabat kita hari ini seperti Khalifah Umar bin Khattab?
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Jadi, hendaknya seorang pemimpin berusaha semaksimal mungkin memperhatikan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya. Berikut ini hadis lain yang bisa menjadi renungan bagi setiap pemimpin. Dicatat oleh Imam Ahmad (21504), Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir (16770),
شَرِيكٌ , عَنْ أَبِي حَصِينٍ , عَنِ الْوَالِبِيِّ صَدِيقٌ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ , عَنْ مُعَاذٍ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ النَّاسِ شَيْئًا , فَاحْتَجَبَ عَنْ أُولِي الضَّعَفَةِ وَالْحَاجَةِ , احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “
“Dari Syuraik, dari Abu Hushain, dari Al Wabili sahabat dekat Mu’adz bin Jabal, dari Mu’adz, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang ditakdirkan oleh Allah Azza Wa Jalla untuk menjadi pemimpin yang mengemban urusan orang banyak, lalu ia menghindar dari orang yang lemah dan yang membutuhkan, Allah pasti akan menutup diri darinya di hari kiamat”
Al Wabili statusnya shaduq, sebagaimana dikatakan Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar. Dan Syuraik dikatakan oleh Abu Hatim: “Shaduq, namun banyak salahnya”. Ibnu Hajar juga berkomentar: “Shaduq, namun sering salah. Hafalannya berubah semenjak ia menjadi Qadhi di Kufah”. Namun demikian, sanad ini cukup untuk menjadi syahid (diringkas dari Silsilah Ash Shahihah, 2/205-206).
Semoga para pemimpin Muslim di negeri ini bisa mengikuti jejak kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, wallahua’alam. (A/RS3/RI-1)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Mi’raj News Agency (MINA)