Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemuda Indonesia di Tengah Arus Kemajuan Teknologi

Arina Islami Editor : Bahron Ansori - 9 menit yang lalu

9 menit yang lalu

8 Views

Ilustrasi Artificial Intelligence [Foto: Urbe University]

Hari ini, 28 Oktober 2024, kita kembali memperingati Hari Sumpah Pemuda; sebuah peristiwa bersejarah yang menjadi wadah pertemuan dan persatuan pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, mengikrarkan janji setia untuk Indonesia.  Pada 96 tahun peringatan Hari Sumpah Pemuda ini, Kemenpora menetapkan tema yang diusung yaitu Maju Bersama Indonesia Raya.

Pemuda di masa 1928 tentu berbeda dengan pemuda di era modern seperti saat ini. Saya tidak akan membahas bagaimana semangat juangnya, karena mari mengakui bahwa perjuangan kita hari ini sepertinya tidak akan sepadan jika disandingkan dengan para pemuda terdahulu yang mengorbankan tenaga, pikiran, harta, hingga nyawanya untuk Bumi Pertiwi.

Sebelum lanjut, mari kita sepakati siapa yang termasuk pemuda sesuai aturan yang berlaku di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, pemuda adalah warga negara Indonesia yang berusia 16–30 tahun.

Setiap zaman, ada tantangannya. Jika para pemuda di masa lampau melawan penjajahan, maka kita saat ini sedang menghadapi momok dari kemajuan teknologi. Mengapa teknologi menjadi hal yang menakutkan? Bukankan teknologi adalah bukti kemajuan sebuah peradaban dan mendatangkan kemudahan? Benar, teknologi diciptakan sebagai alat untuk membantu kita. Sekali lagi, hanya alat.

Baca Juga: Wanita Sempurna, Istri Raja yang Zalim

Kita ambil contoh yang paling dekat, media sosial. Hari ini, adakah anak muda yang tidak punya akun media sosial (medsos)? Bahkan banyak dari kita yang memiliki lebih dari satu akun dalam satu platform, sedangkan platform medsos ada beraneka ragam; WhatsApp,  Instagram, TikTok, Facebook, X, dan lainnya. Bayangkan berapa akun sosmed yang dimiliki oleh seorang pemuda, jika setiap platform itu terdapat dua akun yang dikelolanya?

Menurut data Badan Pusat Statistik (BSP), jumlah pemuda di Indonesia pada tahun 2023 adalah 64,16 juta jiwa, atau setara dengan 23,18% dari total penduduk. Sementara 84,37% pemuda Indonesia menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Artinya sebanyak 54 juta lebih pemuda Indonesia memiliki minimal satu akun medsos. Ini angka yang fantastis.

Medsos memberikan kita kemudahan untuk mendapatkan informasi dengan cepat dan menyampaikan pendapat dengan cepat pula. Hanya dengan menggerakkan ibu jari, kita sudah bisa berselancar di dunia maya, mudah sekali. Sayangnya, kemudahan ini berbarengan dengan hal-hal yang menakutkan. Di medsos, semua orang bebas beropini, baik tanpa ilmu maupun tidak, dengan data atau hanya asumsi, semua orang bisa mengetik apa pun dan mencari apa pun.

Apa imbasnya? Informasi yang bertaburan akan susah difilter jika kita tidak benar-benar jeli memilih dan memilah sebab di medsos, orang bodoh pun boleh menyampaikan pendapat. Apalagi banyak “influencer” karbitan yang sebenarnya tidak layak diikuti tetap dapat panggung karena ia mampu menarik perhatian publik lewat medsos. Anda barangkali sering menemukan konten-konten tidak bermutu tetapi dengan mudah diakses oleh siapa pun, mirisnya banyak yang menyukai.

Baca Juga: IYCA Gelar Warung Belajar Bahas Ketahanan Pangan Lokal dan Solusi Krisis Iklim

Bijak bermedsos

Mungkin Anda bisa berdalih bahwa lewat medsos, kita pun bisa menambah wawasan. Tetapi, mengutip pernyataan seorang Filsuf Indonesia, Karlina Supelli bahwa mencari ilmu dan mendapatkan sebuah informasi dengan membaca buku tidak bisa digantikkan dengan medsos sebab ketajaman pikiran manusia hanya bisa dilatih dengan berdialog dan membaca adalah salah satu cara berdialog yang efektif.

Setelah medsos, muncullah Artificial Intelligence (AI); teknologi yang dirancang untuk meniru kecerdasan intelektual manusia. Hadirnya AI memudahkan hampir semua pekerjaan. Artikel dengan tema yang saya tulis saat ini, hanya butuh waktu kurang dari lima menit untuk dikerjakan oleh AI. Saya tinggal mengetik kata perintah, “Buatlah artikel tentang pemuda dan teknologi serta masalah yang akan dihadapi dalam 700 kata” setelah itu saya hanya perlu menyeruput kopi dan taaraaaa! Artikel saya selesai.

Positifnya, kemudahan dan kecepatan itu sangat menghemat tenaga dan waktu. Saya tidak perlu bolak-balik mencari data, membaca banyak artikel lain untuk referensi, biar AI yang menjalankan tugas-tugas yang seharusnya saya lakukan.

Baca Juga: Santri Sudah Apa, kok Diperingati?

Negatifnya, AI bisa membuat kita terhanyut. Apalagi bagi pemuda yang menggemari hal-hal instan, ketergantungan terhadap AI malah menjadi bumerang. Akal pikiran dan keterampilan yang seharusnya diasah terus-menerus, menjadi tumpul jika kita terlalu mengandalkan AI yang semestinya hanya membantu pekerjaan kita, bukan serta merta mengganti isi kepala manusia.

Barangkali Anda pernah menonton video TikTok yang menunjukkan siswa-siswi SMA tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti  “Siapa Bapak Pendidikan Indonesia?” , “Siapa Saja Pahlawan Nasional?” , “Rukum Iman Ada Berapa?” Bahkan ada pula siswa SMA yang belum bisa membaca. Video tersebut tidak bisa kita jadikan bahan tertawaan. Ini sebuah tragedi yang sedang melanda pemuda bangsa. Ada apa sebenarnya? Sepertinya tidak terlalu jauh jika kita mengaitkan problem ini dengan kemudahan yang didapati pemuda di era kemajuan teknologi.

Saya percaya bahwa AI tidak akan mampu secara 100 persen menggantikan tugas manusia, dengan catatan kita pun berlomba-lomba untuk terus mengasah kemampuan dan menambah wawasan, menggunakan AI hanya sebagai alat bantu sehingga tidak ada yang bisa menggantikan kecerdasan akalmu.

Media sosial dan Artificial Intelligence menjadi anugerah sekaligus ujian bagi pemuda masa kini. Kemampuan kita bertahan hidup di tengah kemajuan teknologi yang kian laju ini membuat kita harus berputar otak agar bisa tetap mengikuti zaman namun tidak terseret arus.

Baca Juga: Manfaat Tersembunyi Pembelajaran Digital

Di momen Hari Sumpah Pemuda ini, diharapkan kita sebagai pemuda bisa merawat nilai persatuan dan kesetiaan yang termaktub dalam Sumpah Pemuda 1928 dengan apa yang kita miliki sekarang. Menggunakan medsos dan AI dengan bijak sehingga kitalah yang memanfaatkan kemajuan teknologi, bukan kita yang diperalat.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Inovasi “Biscatur” Mahasiswa USK Aceh, Raih Medali Emas di Kroasia

Rekomendasi untuk Anda

MINA Millenia
Indonesia
Internasional
Internasional
Kolom
MINA Millenia