Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penanaman Nilai-Nilai Agama Sesuai Perkembangan Anak

Ali Farkhan Tsani - Sabtu, 9 April 2022 - 13:44 WIB

Sabtu, 9 April 2022 - 13:44 WIB

4 Views

Oleh : Muna ‘Ainul Mardiyyah, Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Institut Pendidikan Indonesia (IPI) Garut, Jabar

Perkembangan pada anak-anak muncul ketika anak itu sudah mulai memahami apa saja yang sudah diajarkan oleh kedua orang tuanya di rumahnya dan para pendidiknya di sekolahnya.

Anak mulai umur 2 tahun sampai 12 tahun, mulai memahami nilai agama. Karena anak pada usia itu sudah mulai mengerti dan mengenal dunia di luar dirinya, seperti ketika di rumah, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat.

Karena anak-anak sudah mulai mempunyai pengalaman sendiri, atau anak itu sudah memperhatikan apa saja yang dilakukan, dibicarakan oleh orang dalam maupun dari luar. Maka, perkembangan nilai-nilai agama pada anak-anak pun semakin terlihat sebagai fitrah keberagamaannya.

Baca Juga: Al-Jama’ah: Pilar Kebangkitan Umat Islam

Seperti disebutkan di dalam hadits :

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Artinya : “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyalahu ‘Anhu).

Hadits ini menunjukkan betapa peran besar dari orang tua dalam mendidik dan mengarahkan anak-anaknya dalam kehidupan beragama.

Baca Juga: Sejarah Yahudi adalah Sejarah Kekalahan

Adapun berkembangnya agama pada diri anak-anak biasanya ditandai dengan beberapa sifat pada anak tersebut di antaranya :

  1. Tidak mendalam (unreflective)

Anak mulai menerima kebenaran ajaran agama tanpa kritik, tidak terlalu mendalam dan sekedarnya saja.

Anak anak  sudah cukup puas dengan keterangan-keterangan walau kurang masuk akal.

Misalnya: Ketika anak bertanya mengenai keberadaan Tuhan kepada orang dewasa, maka orang dewasa menjawab bahwa Tuhan di atas.

Baca Juga: Bulan Ramadhan Ibarat Permainan Ular Tangga, Dimana Posisi Kita?

  1. Egosentris

Pada sifat ini anak-anak sudah terbiasa melaksanakan ajaran agama. Namun anak lebih menonjolkan kepentingan dirinya. Anak juga lebih menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya.

Misalnya : Anak melakukan puasa Ramadhan tetapi puasa yang dilakukan untuk mendapatkan hadiah atau sesuatu yang telah dijanjikan oleh orang tuanya.

  1. Anthromorphis

Pada kali ini anak dengan pemahaman konsep Tuhan tampak seperti menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Anak memahami keadaan Tuhan sama dengan manusia.

Misalnya:  Tuhan menghukum orang yang berbuat jahat saat orang itu berada dalam tempat yang gelap. Anak berpendappat Tuhan bertempat di syurga yang terletak di langit dan tempat bagi orang yang baik. Bagi anak-anak Tuhan dapat melihat perbuatan manusia langsung ke rumah-rumah mereka seperti layaknya orang mengintai.

Baca Juga: Defisit Amal: Sebab dan Solusi Menurut Islam

  1. Verbalis dan ritualis

Pada sifat ini anak dengan kegemaran menghafal secara verbal (ucapan) kalimat kalimat keagamaan, mengerjakan amaliah atau latihan seperti tulis menulis kalimat Arab atau imla yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntutan yang diajarkan.

Misalnya : Gemar melafalkan, menghafalkan dan mendengarkan bacaan surah atau iqro. Termasuk mudah menghafal. Karena itu, baik sekali jika pada usia anak-anaklah dilatih untuk mulai belajar membaca dan kemudian menghafal Al-Quran.

  1. Imitatif

Dengan adanya sifat ini ditunjukkan dengan cara anak suka meniru tindakan keagamaan yang dilakukan oleh orang tuanya  atau oleh orang-orang di luar lingkungannya.

Misalnya anak melakukan shalat fardhu karena melihat orang tuanya sedang mengerjakan sholat, atau mengaji Al-Quran karena melihat dan mendengar orang tuanya suka membaca Al-Quran.

Baca Juga: Pelajaran dari Surah Al-Ahqaf dan Relevansinya untuk Generasi Saat Ini

  1. Rasa takjub/kagum

Dari sifat ini ditunjukkan anak-anak sudah mulai  mengagumi keindahan-keindahan ciptaan Tuhan. Namun rasa kagum ini belum kritis dan kreatif.

Misalnya : ketika anak di ajak rekreasi ke gunung, lalu ia mengatakan “wow indahnya”. Maka hendaknya orang tua mengganti kalimat itu dengan kalimat seperti “masya Allah” atau “Subhanallah”.

Jadi, dengan adanya keberagaman sikap dalam menyerap nilai-nilai agama pada diri masing-masing anak, menjadikan kita harus bisa memiliki sikap memahami, menghargai dan terus melatih anak-anak secara bertahap sesuai usianya.

Dari semua itu yang terbaik adalah orang tua dan para pendidik memberikan teladan terbaik dalam menjalankan agama Islam agar dapat menginspirasi ke anak-anak. Sebab secara bertahap pula perkembangan penghayatan anak-anak dalam beragama adalah akibat pengaruh yang terjadi di luar dirinya.

Baca Juga: Adab dan Akhlak yang Mulai Hilang dari Generasi Muda

Kita pun sebagai orang tua, pendidik, orang-orang dewasa harus senantiasa menyerap hal hal yang baik dan melakukan aktivitas yang positif terhadap perkembangan agama pada anak-anak tersebut. (A/mun/RS2).

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: 7 Jalan Menggapai Derajat Taqwa Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits

Rekomendasi untuk Anda

MINA Millenia
Tausiyah
Pendidikan dan IPTEK