Pencantuman Israel sebagai Tempat Lahir di Pasport Warga Kelahiran Yerusalem (Oleh: Dr. Hanan Ashrawi)

Oleh: Dr. Hanan Ashrawi, Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan ()

Keputusan baru Departemen Luar Negeri (AS) untuk mengizinkan pencantuman sebagai bagian dari dalam dokumen resmi AS, adalah pemalsuan sejarah dan identitas kota itu, Ini sejalan dengan tindakan kriminalitas dan pelanggaran hukum Israel.

Seorang warga Amerika Serikat kelahiran Yerusalem pada hari Jumat (30/10/2020) menjadi orang pertama menerima paspor AS yang mencantumkan “Israel” sebagai tempat lahirnya.

Menachem Zivitofsky yang berusia 18 tahun menerima paspor AS itu dalam upacara di Kedutaan Besar AS di Yerusalem.

Langkah itu dilakukan hanya beberapa hari sebelum pemilihan Presiden AS, di mana Presiden Donald Trump telah mempromosikan dukungannya yang teguh terhadap negara Yahudi.

Sebelumnya orang Amerika yang lahir di kota itu hanya mencantumkan “Yerusalem” di paspor mereka, tanpa menyebutkan negaranya.

Israel menguasai Yerusalem Timur pada tahun 1967 dan kemudian mencaploknya, dan menganggap kota itu sebagai ibu kotanya yang tidak terbagi. Namun orang-orang Palestina melihat sebagian besar wilayah timur dari Yerusalem, termasuk Kota Tua dengan situs-situs sucinya, sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

Pada tahun pertama menjabat, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dan kemudian memindahkan kedutaan AS ke sana, membuat Amerika Serikat berselisih dengan hampir setiap negara lain.

Ini juga merupakan kelanjutan dari upaya jahat pemerintahan AS untuk menambah ketidakadilan dan menciptakan fakta-fakta baru yang menindas di Palestina menjelang pemilu yang akan digelar.

Keputusan ini diambil ketika Israel mengambil tindakan ilegal otentik untuk menggusur dan mengganti warga Palestina di Yerusalem, termasuk pembongkaran rumah, perintah pengasingan, dan pencabutan kartu identitas warga Palestina.

Dengan mengadopsi langkah ini, pemerintah AS juga secara retroaktif mengakui tindakan ilegal Israel lainnya, termasuk pembersihan etnis Palestina di Yerusalem Barat dan pencurian besar-besaran properti Palestina.

Ini merupakan penghinaan terhadap sejarah dan identitas Kota. Ini juga merupakan pelanggaran jelas atas Resolusi PBB 181 II (1948) dan 194 III (1948), yang menegaskan status seluruh kota Yerusalem sebagai Corpus separatum, serta resolusi Sidang Umum PBB 303 IV (1949) dan lain-lain bahwa menegaskan status Yerusalem yang tidak dapat diganggu-gugat.

Resolusi ini tetap menjadi satu-satunya referensi legal dan dapat diterima terkait dengan status Yerusalem.

Pemerintah AS menggunakan semua alat yang dimilikinya untuk menghapus Palestina, secara fisik, politik, budaya, dan kiasan.

Ini termasuk apa yang disebut rencana meresmikan tindakan apartheid permanen dan kampanye normalisasi Arab melalui suap, pemerasan, dan intimidasi.

Pembantaian mengerikan seperti yang dilakukan di Deir Yassin dan banyak lainnya, kebijakan rekayasa sosial, dan pengusiran massal telah digunakan untuk mengusir orang-orang Palestina dari Yerusalem.

Mereka telah gagal

Tindakan AS yang serampangan ini juga tidak akan berhasil, mereka telah gagal.

Yerusalem dulu, sekarang, dan akan datang tetap menjadi Ibukota Palestina.(T/R1/P1)

*Sumber: Kantor Berita Nasional Palestina WAFA

Mi’raj News Agency MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.