PENDIDIKAN adalah salah satu anugerah terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Sejak ayat pertama diturunkan, “Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq” (Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan), Islam telah menekankan bahwa ilmu dan iman tidak bisa dipisahkan. Ilmu menjadi cahaya yang menuntun akal, sementara iman menjadi pelita yang menuntun hati. Ketika keduanya bersatu, lahirlah manusia yang utuh, cerdas secara intelektual sekaligus mulia secara spiritual. Inilah yang disebut dengan pendidikan holistik: menggabungkan ilmu dan iman dalam satu tarikan napas kehidupan.
Dalam realitas hari ini, kita sering menyaksikan pendidikan yang hanya menekankan kecerdasan akademik, tetapi melupakan kecerdasan hati. Akibatnya, lahirlah generasi yang cerdas otaknya namun kering jiwanya. Mereka mampu menciptakan teknologi canggih, tetapi sering lupa menggunakan kecerdasan itu untuk kemaslahatan umat. Di sinilah urgensi pendidikan holistik hadir. Ia bukan hanya mendidik kepala agar berpikir, tetapi juga hati agar berzikir. Ia mengajarkan bahwa keberhasilan sejati bukan hanya menguasai dunia, tetapi juga selamat di akhirat.
Pendidikan holistik berakar pada kesadaran bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Kita tidak hanya terdiri dari jasad, tetapi juga jiwa. Tidak cukup hanya memberi gizi bagi tubuh dan nutrisi bagi otak, tetapi juga diperlukan santapan ruhani yang menenangkan jiwa. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari-Muslim). Dari sinilah kita memahami, pendidikan tanpa sentuhan iman hanya akan melahirkan generasi yang kehilangan arah.
Sejarah Islam telah memberi kita teladan luar biasa. Lihatlah para ulama klasik seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Khawarizmi, hingga Imam Al-Ghazali. Mereka bukan sekadar ilmuwan, tetapi juga hamba Allah yang taat. Karya-karya mereka lahir dari hati yang beriman dan akal yang tercerahkan. Mereka memandang ilmu sebagai jalan untuk mengenal Allah, bukan sekadar alat untuk mencari pengakuan dunia. Karena itu, mereka mampu menorehkan peradaban yang mengagumkan dan tetap relevan hingga hari ini.
Baca Juga: Belajar dari Alam dan Indera, Strategi Pendidikan Inovatif ala Guru Turkiye
Pendidikan holistik juga mengajarkan bahwa ilmu tanpa iman bisa berbahaya. Bayangkan jika sains dan teknologi dikuasai oleh orang-orang yang hatinya kosong dari nilai-nilai ketuhanan. Ilmu bisa menjadi senjata pemusnah massal, teknologi bisa dipakai untuk menindas yang lemah, dan pengetahuan bisa disalahgunakan demi kepentingan sesaat. Sebaliknya, iman tanpa ilmu juga rentan melahirkan fanatisme buta dan pemahaman sempit yang menjauhkan umat dari rahmat Allah. Maka, ilmu dan iman harus berjalan beriringan, saling melengkapi dan menguatkan.
Generasi yang kita butuhkan hari ini bukan hanya generasi yang pintar secara akademik, tetapi juga kuat secara spiritual. Kita membutuhkan anak-anak muda yang mampu bersaing di kancah global, tetapi tetap menjaga shalatnya. Kita membutuhkan ilmuwan yang jujur, dokter yang berakhlak mulia, pemimpin yang amanah, dan pengusaha yang dermawan. Semua itu hanya mungkin terwujud jika pendidikan menempatkan iman sebagai ruh yang menghidupkan seluruh proses belajar.
Pendidikan holistik menuntut kita untuk menanamkan nilai iman sejak dini. Orang tua tidak cukup hanya mengirim anaknya ke sekolah terbaik, tetapi juga perlu menanamkan akhlak mulia di rumah. Guru tidak cukup hanya mengajarkan rumus dan teori, tetapi juga memberi teladan dalam kejujuran, kesabaran, dan kasih sayang. Masyarakat pun harus menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuhnya generasi berilmu sekaligus beriman. Dengan cara inilah pendidikan menjadi upaya bersama, bukan hanya tanggung jawab sekolah atau pesantren, melainkan amanah seluruh umat.
Al-Qur’an menggambarkan orang berilmu dengan derajat yang tinggi. Allah berfirman:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Qs. Al-Mujadilah: 11). Ayat ini menegaskan bahwa ilmu dan iman adalah pasangan yang tidak terpisahkan. Ilmu mengangkat derajat, iman meneguhkan arah. Tanpa iman, ilmu bisa menjerumuskan. Tanpa ilmu, iman bisa menjadi rapuh.
Baca Juga: Kemenag Buka Pendaftaran Bantuan Penyelesaian Pendidikan S3, Ini Syaratnya!
Hari ini, dunia membutuhkan paradigma baru dalam pendidikan. Bukan hanya mencetak lulusan dengan gelar tinggi, tetapi juga pribadi dengan akhlak tinggi. Bukan hanya menghasilkan ahli sains dan teknologi, tetapi juga insan yang tunduk pada Allah. Pendidikan holistik menjadi jawaban agar manusia tidak kehilangan kemanusiaannya di tengah derasnya arus globalisasi.
Akhirnya, marilah kita renungkan: untuk apa ilmu yang kita kejar, jika tidak membuat kita semakin dekat dengan Allah? Untuk apa gelar yang kita sandang, jika tidak membuat kita semakin rendah hati? Untuk apa pendidikan, jika hanya menghasilkan kepintaran, tapi tidak menghadirkan kebijaksanaan?
Pendidikan holistik adalah jalan untuk memastikan bahwa ilmu tidak pernah lepas dari iman, dan iman selalu menginspirasi pencarian ilmu. Dengan itu, lahirlah generasi yang bukan hanya pintar, tetapi juga bijak; bukan hanya berprestasi, tetapi juga berakhlak; bukan hanya membangun dunia, tetapi juga menyiapkan bekal akhirat.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Meraih Cahaya Ilmu: Mendidik Generasi dengan Hati dan Keteladanan