Srinagar, MINA – Penduduk Jammu dan Kashmir menyuarakan keprihatinannya setelah Pemerintah India mendorong perubahan kontroversial baru dalam undang-undang pertanahan di wilayah tersebut.
Undang-undang tersebut mengizinkan warga India di luar Jammu dan Kashmir membeli tanah non pertanian di wilayah itu.
Tindakan itu oleh penduduk setempat diberi label sebagai “serangan” pada identitas Kashmir dan upaya untuk menyita tanah di wilayah yang disengketakan itu.
“Amandemen yang tidak dapat diterima pada hukum kepemilikan tanah di Jammu dan Kashmir. Wilayah itu sekarang untuk dijual dan pemilik tanah yang lebih miskin akan menderita, ” kata Menteri Utama Jammu dan Kashmir Omar Abdullah seperti dikutip dari Arab News, Kamis (29/10).
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Dengan undang-undang baru itu, orang non-Kashmir dapat membeli tanah di wilayah tersebut untuk tujuan perumahan, industri atau pendidikan, tetapi tidak untuk keperluan pertanian.
Tindakan tersebut telah memicu kecemasan di antara penduduk di lembah dan di seberang Jammu.
“Saya tidak bisa berkata-kata,” kata pengacara yang berbasis di Srinagar, Deeba Ashraf.
“Kashmir berbeda dari bagian lain India karena kami memiliki hak konstitusional eksklusif tertentu, tetapi undang-undang pertanahan baru ini terasa seperti satu lagi serangan terhadap identitas unik kami,” tambah Ashraf.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Namun, Letnan Gubernur Jammu dan Kashmir yang ditunjuk pemerintah federal, Manoj Sinha, mengatakan, undang-undang baru itu akan memastikan kemajuan pembangunan dan lapangan kerja di wilayah tersebut.
“Di wilayah yang diidentifikasi sebagai kawasan industri, kami ingin industri yang baik muncul di sini, seperti di negara lain sehingga ada kemajuan, pembangunan, dan lapangan kerja,” kata Sinha.
Undang-undang itu muncul setahun setelah pemerintah Partai Bharatiya Janata (BJP) mencabut status khusus Jammu dan Kashmir.
Setelah pencabutan status khusus Kashmir, negara bagian itu dibagi menjadi dua wilayah, Ladakh, serta Jammu dan Kashmir, dengan semua aktivitas demokrasi dan politik ditangguhkan selama beberapa bulan.
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
“Perubahan dalam undang-undang pertanahan ini adalah konsekuensi alami setelah pencabutan status khusus Kashmir dan perubahan dalam konstitusi,” kata Subhash Chander Gupta, advokat yang berbasis di Jammu. (T/RE1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Iran, Rusia, Turkiye Kutuk Kekejaman Israel di Palestina dan Lebanon