Xinjiang, MINA – Penduduk sebuah kota di wilayah Xinjiang Barat China mengatakan, mereka mengalami kelaparan, karantina paksa, dan berkurangnya pasokan obat-obatan serta kebutuhan sehari-hari setelah lebih dari 40 hari dalam penguncian (lockdown) COVID-19.
Ratusan unggahan dari pengguna media sosial di distrik Ghulja, China pada pekan ini berbagi video bahwa mereka kehabisan stok makanan, kulkas kosong, anak-anak demam, dan orang-orang berteriak dari jendela mereka, demikian Independent melaporkan, Rabu (14/9).
Ketika varian virus corona yang lebih menular menyebar ke China, wabah menjadi semakin umum. Di bawah strategi “nol-COVID” China, puluhan juta atau orang mengalami penguncian bergilir, melumpuhkan ekonomi, dan membuat perjalanan menjadi tidak pasti.
Kondisi mengerikan dan kekurangan makanan mengingatkan pada penguncian keras di Shanghai musim semi ini, ketika ribuan penduduk memposting secara online, mengeluh mereka dikirimi sayuran busuk atau ditolak perawatan medis kritis.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Tidak seperti di Shanghai, kota metropolis kosmopolitan yang berkilauan dengan 20 juta orang dan rumah bagi banyak orang asing, lockdown di kota-kota kecil seperti Ghulja kurang mendapat perhatian pemerintah.
Penguncian di Ghulja juga menimbulkan ketakutan akan kebrutalan polisi di antara orang-orang Uighur, kelompok etnis Turki yang berasal dari Xinjiang.
Selama bertahun-tahun, wilayah tersebut telah menjadi target tindakan keras keamanan, menjerat sejumlah besar orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan kamp dan penjara yang luas.
Lockdown yang terjadi sebelumnya di Xinjiang sangat sulit, dengan pengobatan dan karantina paksa, penangkapan, dan penduduk disemprot dengan disinfektan.
Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina
Pihak berwenang telah memerintahkan pengujian massal, lockdown distrik di kota-kota di seluruh China dalam beberapa pekan terakhir, dari Sanya di pulau tropis Hainan hingga barat daya Chengdu, dan kota pelabuhan utara Dalian.
Gubernur setempat meminta maaf atas kekurangan pemerintah dalam menanggapi Covid-19. Gubernur menyinggung titik-titik buta dan titik-titik yang terlewatkan. Dia menjanjikan perbaikan dalam distribusi bantuan.
Kendati pihak berwenang mengakui ada kekurangan, sensor pemerintah telah membungkam mereka. Unggahan terkait kondisi kelaparan di Ghulja dihapus dari media sosial. (T/R6/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Tolak Pembubaran UNRWA