Peneliti BRIN: Suhu Udara di Arab Saudi Diprediksi Capai 50 Derajat Celcius

Jakarta, MINA – Suhu di belum mencapai panas maksimal di musim haji yang berlangsung hingga akhir Juli 2022. Selain panas luar biasa, kekeringan ekstrem juga akan terjadi.

Erma Yulihastin, Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan, belakangan, di Arab Saudi mencapai 44 derajat celcius. Para jemaah haji 2022 sampai harus mengguyur kepala untuk mendinginkan badan.

“Suhu udara diprediksi bisa lebih tinggi lagi. Yakni, sampai 50 derajat celcius,” kata Erma dalam keterangan tertulis, Senin (11/7).

Ya, katanya proses pemulangan jamaah haji dimulai 14 Juli-14 Agustus 2022, yang merupakan tahap pemulangan jemaah haji gelombang I dan II dari Saudi ke Indonesia.

“Arab Saudi akan mengalami suhu maksimum hingga lima puluh derajat celcius dengan kelembapan terendah dapat mencapai nol persen selama beberapa hari pada pertengahan hingga akhir Juli 2022,” ujar Erma.

Erma menyebut, kombinasi antara udara panas dan kering ekstrem ini masuk dalam kategori risiko tinggi bagi kesehatan karena dapat mengakibatkan heatstroke. Terlebih, kondisi cuaca ekstrem tersebut dapat terjadi dalam rentang waktu lebih dari lima jam, yakni dimulai dari pukul 13.00 hingga 19.00 waktu setempat.

Kondisi cuaca ekstrem di Arab Saudi juga diperparah dengan perkiraan terjadinya sirkulasi meso-siklonik yang terjadi di bagian utara Arab Saudi (Baghdad dan Basrah). Daerah itu akan mengalami suhu tinggi ekstrem lebih dulu (lebih dari 50 derajat Celcius).

Menurut Erma, fenomena itu membangkitkan perambatan aliran udara panas menuju Makkah, Madinah, dan sekitarnya.

“Itu mengindikasikan bahwa selain udara yang panas dan kering, Arab Saudi juga dapat mengalami fenomena angin kencang dengan kekuatan 6-9 meter/detik,” ujar Erma.

Jemaah haji 2022 diimbau melakukan persiapan untuk meredam panas, seperti menggunakan topi atau payung, memakai krim dengan tabir surya, serta sering berteduh setelah berjalan jauh.

Erma juga meminta jemaah untuk sering minum air putih agar tidak dehidrasi, sekaligus untuk mendinginkan tubuh. Lebih lanjut, beberapa wilayah Madinah dan sekitarnya juga disebut akan mengalami kondisi cuaca ekstrem.

Studi terbaru mengenai gelombang panas di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) yang menganalisis 53 kota menunjukkan sebesar 80 persen populasi di wilayah tersebut merasakan gelombang panas minimal dua hari sekali selama periode musim panas (Mei-Agustus) di masa mendatang.

Proyeksi tersebut merupakan hasil dari 13 model iklim regional yang semuanya menunjukkan peningkatan gelombang panas secara konsisten di kota-kota tersebut.

Sebagaimana diketahui, wilayah MENA didominasi oleh padang pasir yang memiliki iklim gurun dan telah lama dikenal sebagai wilayah yang paling kering dan paling panas di dunia.

Negara-negara di wilayah ini meliputi semua negara Teluk dan negara Afrika di bagian utara ekuator, seperti Kuwait, Arab Saudi, Iran, Irak, Abu Dhabi, Qatar, Mesir, Turki, dan negara-negara lainnya di sekitarnya dengan total 53 kota.

Perubahan iklim global yang ditandai dengan peningkatan temperatur tentu saja berdampak pada peningkatan temperatur di MENA, yang saat ini secara konsisten sudah memiliki temperatur lebih tinggi dari 34-35 derajat Celcius selama satu dekade terakhir.

Akibatnya, gelombang panas yang terjadi di MENA juga mengalami eskalasi secara intensitas dan frekuensi. (L/R4/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: kurnia

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.