Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengadilan Moskow Hukum Pemimpin Oposisi Navalny 2,8 Tahun Penjara

Ali Farkhan Tsani - Kamis, 4 Februari 2021 - 12:26 WIB

Kamis, 4 Februari 2021 - 12:26 WIB

13 Views

Moskow, MINA – Pengadilan Moskow menghukum pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny 2,8 tahun penjara karena melanggar persyaratan masa percobaannya. Jaringan global investigasi jurnalis OCCRP melaporkan, Rabu (3/2).

Laporan menyebutkan, polisi anti huru hara menangkap ratusan pengunjuk rasa yang turun ke jalan untuk mendukung kritik paling keras terhadap kebijakan pemerintah.

Para pengamat mengatakan, Navalny adalah lawan politik paling populer di negara itu, tetapi ini mungkin tidak cukup untuk mendorong perubahan di Rusia.

Navalny, menurut Pengadilan Distrik Simonovsky, dihukum karena melanggar ketentuan hukuman yang ditangguhkan pada kasus perusahaan kosmetik Prancis Yves Rocher.

Baca Juga: Qatar Tegaskan Komitmen Dukung Palestina, Sebut Agresi Israel Ancam Stabilitas Kawasan

Dia dijatuhi hukuman tahanan rumah pada tahun 2014 dan saudaranya Oleg ke penjara karena memanfaatkan anak perusahaan Rusia dari perusahaan kosmetik Prancis.

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa memutuskan pada 2017 bahwa hukuman Alexey dan Oleg Navalny “sewenang-wenang dan tidak adil.”

Navalny tidak melapor secara teratur ke pihak berwenang setelah dia diracun pada Agustus tahun lalu, dan diangkut ke Jerman untuk perawatan medis.

Pihak berwenang Rusia menangkapnya sekembalinya ke Moskow pada 17 Januari. Hal ini memicu protes besar-besaran di seluruh Rusia.

Baca Juga: Dewan Dubes Arab di Indonesia Kecam Agresi Israel terhadap Qatar, Tegaskan Dukungan bagi Palestina

Berbicara di pengadilan pada Selasa (2/2), Navalny menekankan bahwa proses terhadapnya bermotif politik dan diatur Presiden Vladimir Putin, yang ia tuduh mencoba membunuhnya dengan meminta agen memasukkan racun kepada dirinya.

“Tidak peduli seberapa banyak dia (Putin) mencoba untuk berpura-pura menjadi ahli geopolitik, kebenciannya terhadap saya adalah bahwa dia akan tercatat dalam sejarah sebagai peracun,” kata Navalny di ruang sidang, menurut Mediazona.

Kremlin Gelisah

Hampir 1.500 pengunjuk rasa ditangkap di seluruh Rusia, termasuk lebih dari 1.100 di Moskow, menyusul pengumuman hukuman tersebut.

Baca Juga: Korban Tewas Topan Ragasa di Taiwan Bertambah Jadi 17 Orang

Terlepas dari protes besar-besaran dan penangkapan besar-besaran setelah Navalny kembali ke Rusia, ahli AS di bekas Uni Soviet, Ukraina dan Eurasia, Steven Pifer, mengatakan bahwa dia tidak yakin ini akan membawa perubahan apa pun.

“Putin tetap menjadi orang paling populer di negara ini, walaupun di tengah ekonomi yang stagnan dan korupsi yang terus berlanjut,” ujar Pifer.

Dia menambahkan, Putin memiliki “dukungan dari aparat keamanan yang besar.”

Navalny, pada saat yang sama, memiliki “pengikut yang berkomitmen”, meskipun “tidak jelas seberapa besar pengikut itu,” lanjutnya.

Baca Juga: Akhiri Lawatan di Kanada, Presiden Prabowo Lanjutkan Perjalanan ke Belanda

Namun, “sejumlah besar penangkapan dan taktik polisi yang represif menunjukkan bahwa Kremlin gelisah tentang Navalny”, imbuhnya.

“Pertanyaannya adalah: apakah demonstrasi akan terus berlanjut dan akankah semakin besar? Jadi, kita harus lihat apa yang terjadi,” ujar Pifer.

Direktur Jenderal Transparansi Internasional cabang Rusia, Ilya Shumanov, berpikir protes akan terus berlanjut, tetapi tidak yakin apakah itu akan cukup untuk merugikan rezim Putin.

Shumanov mengatakan, kasus Navalny hanyalah satu dari ratusan kasus serupa di Rusia saat ini.

Baca Juga: Prabowo Bertemu Trump dan Para Pemimpin Dunia Bahas Perdamaian di Gaza

“Navalny adalah pemimpin oposisi Rusia yang terkenal dan itulah mengapa dia menjadi sorotan. Namun ada ratusan cerita serupa tentang orang-orang yang kurang diminati media karena mereka tidak begitu terkenal, mereka tidak banyak menulis di Twitter atau Facebook. ,” lanjutnya. (T/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Negara Arab dan Islam Desak Trump Akhiri Perang Gaza

Rekomendasi untuk Anda