PENGALAMAN BEBERAPA MUALAF DI BULAN RAMADHAN

Ramadhan

RamadhanTidak ada yang menafikkan, kehadiran Bulan Suci adalah bulan yang dinanti bagi umat . Rahmat, ampunan dan segala keberkahan yang hanya Allah berikan pada bulan itu, membuat orang berlomba-lomba menanam kebaikan. Saur dan berbuka bersama keluarga merupakan tradisi yang menjadi rutinitas dalam sebuah keluarga.

Namun, bagi sebagian orang, bulan penuh berkah itu mereka lewatkan dengan kesepian dan kesedihan. Bukan karena alasan finansial, tapi karena mereka para mualaf. Mereka tidak dapat berbagi kesempatan dengan anggota keluarga mereka yang masih beda keyakinan. Mereka yang baru hijrah kepada keyakinan baru, memilih mentauhidkan Allah, merasa sepi dan sedih di bulan yang Allah sendiri akan menghisabnya, kelak di negeri akhirat.

On Islam menulis pengalamaman beberapa mualaf di Serikat, seperti yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) :

Tiffani Jenkis, seorang mualaf muda Amerika, mengatakan kepada Aquila Style yang iri kepada keluarga Muslim dan merasa kesepian di bulan Ramadhan.

“Saya selalu merasa kesepian dan merasa sendiri ketika datang bulan Ramadhan. Beruntung sekali mereka yang memiliki keluarga Muslim, tidak seperti aku yang merasa terganggu kerika saya bangun pagi-pagi untuk memasak,” katanya.

Hal yang sama dikatakan oleh Natalia, kepada Huffagton Post, saat ia berkumpul bersama keluarganya dan mereka menawarkan makanan, kemudian ia menjawab bahwa dirinya berpuasa. Keluarganya bertanya, “oh, kamu masih Muslim?”.

Paul K. Demelto (41), pria yang hijrah dari Kristen ke Islam, merasa kesepian di tengah keramaian dunia dalam menyambut bulan mulia tersebut.

“Saya menghabiskan dan menyibukkan diri belajar dan memperdalam Islam,” katanya.

Caroline Williams, yang baru lima tahun lalu menjadi mualaf, mengatakan “Bagian yang menarik dalam puasa Ramadhan adalah ketika semua orang memenuhi masjid,”. Namun ia menmabahkan, “orang-orang ramah kepada siapapun, tapi saya tidak merasa seperti saya adalah bagian dari keluarga mereka”.

Beberapa inisiatif muncul membantu kesulitan yang dihadapi oleh para muallaf dengan mendirikan komunitas-komunitas Muslim, sehingga mereka tidak terisolasi. Adalah Masyarakat Islam Delaware yang dipimpin oleh Vaqar Sharief memberikan solusi akan nasib banyak mualaf.

“Saya melihat mualaf, diabaikan, karenanya saya membuat komunitas ini,” katanya.

Menurutnya, banyak mualaf kembali pada agamanya semula karena alasan diabaikan tersebut.

Karena, menurutnya, “Kita harus membuat mereka merasa menjadi bagian dari keluarga”.

Hal yang sama dilakukan oleh Pusat Budaya Masyarakat Islam Boston, masjid terbesar di New England menjadi pusat organisasi mualaf yang bertujuan membantu mereka.

Beberapa keluhan dari mualaf di atas, kiranya menjadi teguran kita bersama untuk tidak mengabaikan saudara/i kita terutama mualaf yang ada di sekitar kita pun, termasuk orang-orang yang kurang mampu atau orang yang tidak memiliki keluarga. Sudahkah kita melakukan yang terbaik di bulan yang mulia ini? (T/P004/P2)

Miraj Islamic News Agency (MINA)

 

Wartawan: Admin

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0