Jakarta, 22 Sya’ban 1436/9 Juni 2015 (MINA) – Cukai produk tembakau yang selama ini dianggap sumber pendapatan terbesar bagi negara nyatanya tidak sebanding dengan pengeluaran masyarakat dan negara terhadap penyakit akibat konsumsi tembakau.
Demikian disampaikan Anggota Pengurus Bidang Pengembangan Medik Komnas PT, dr. Hakim Sarimunda Pohan saat mengisi acara Workshop Media and Civil Society Organization (CSO) yang digelar Center For Health Economies Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia di Jakarta, Selasa (9/6) siang.
“Data dari Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI menunjukkan jumlah kumulatif kerugian secara makro pada 2013 lalu sebesar 378,75 triliun rupiah. Hal ini tentu tidak sebanding dengan cukai rokok yang hanya sebesar 87 triliun rupiah untuk tahun yang sama,” katanya.
“Semua keputusan ada pada pemerintah,” imbuhnya dalam workshop bertema dengan tema “Cukai Rokok: Kendali Efektif Konsumsi Rokok dan Alokasinya untuk Pembiayaan Kesehatan,”.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Lebih lanjut, dia membandingkan pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Cina yang berani mengeluarkan keputusan larangan merokok.
“Jika kita lihat Pemerintah Cina, per 1 Juni 2015 kemarin, mereka berani memberlakukan aturan larangan merokok di semua tempat, baik yang tertutup maupun yang terbuka,” tegasnya.
Menurutnya, aturan itu menunjukkan keseriusan Pemerintah Cina dalam memperhatikan kualitas kesehatan masyarakatnya.
Meski demikian, lanjut Hakim, Cina adalah salah satu produsen daun tembakau dan rokok terbesar di dunia.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
“Jika Indonesia tidak punya daya tangkal, bukan tidak mungkin, di masa mendatang, Indonesia akan menjadi sasaran utama ekspor daun tembakau dan rokok dari Cina, karena negara-negara lain sudah memiliki aturan yang tegas dan untuk melindungi kesehatan masyarakatnya,” ungkapnya.
Legal Namun Tak Normal
Sementara Kepala Klinik Berhenti Merokok RS Persahabatan, dr. Feni Fitriani mengungkapkan, di Indonesia, merokok bukanlah sesuatu hal yang sulit ditemui. Namun demikian, pemerintah melegalkan barang yang sesungguhnya bisa merusak kehidupan seseorang, baik secara ekonomi maupun sosial.
“Tembakau adalah salah satu barang yang legal, namun saya tegaskan, rokok bukanlah suatu barang yang normal, artinya barang itu sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh tubuh manusia,” tegasnya. (L/P011/P010-R05)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain