Kuala Lumpur, MINA – Seorang pengamat memprediksi, Malaysia Airlines tidak dapat melanjutkan operasionalnya dalam bentuk yang sekarang, di tengah laporan bahwa pemerintah sedang mempelajari opsi untuk meneruskan, menutup atau menjualnya.
“Malaysia Airlines tidak dapat melanjutkan jika tidak menguntungkan,” Pong Teng Siew, kepala penelitian di Inter-Pacific Securities Sdn Bhd, mengatakan kepada Free Malaysia Today.
Masalah di maskapai muncul ketika pemegang saham tunggal, Khazanah Nasional Bhd, mencatat kerugian sebelum pajak sebesar RM6,3 miliar (Rp21,9 triliun lebih) untuk 2018, kerugian pertama sejak 2005.
Sejumlah RM19,5 miliar telah dicurahkan ke dalam hal bermasalah sejak 1990-an.
Baca Juga: Semangat dan Haru Iringi Pemberangkatan Kloter Pertama Haji dari Surabaya
Khazanah juga memangkas 3.000 karyawan di Malaysia Airlines dalam upaya memulihkannya.
Perdana Menteri Dr Mahathir Mohamad, yang juga ketua Khazanah, mengatakan pekan lalu bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan apakah akan menutup Malaysia Airlines, menjualnya, atau membiayai kembali utangnya.
Pong mengatakan Malaysia Airlines memiliki “masalah warisan” dan membutuhkan reformasi karena kontrol internalnya tidak efektif.
“Misalnya, ada insiden pada masa lalu di mana pejabat pemerintah menyalahgunakan hak terbang mereka,” katanya.
Baca Juga: Indonesia Alihkan Ekspor ke Eropa dan Australia Hadapi Tarif Tinggi dari AS
Malaysia Airlines mencoba privatisasi sebelumnya, menjual 32% saham untuk Helikopter Malaysia di bawah pengusaha Tajudin Ramli. Ini dianggap gagal, dengan pemerintah membeli kembali saham dari Tajudin seharga RM8 per saham.
Seperti halnya industri lain, privatisasi maskapai cenderung dipengaruhi oleh keinginan untuk mengakses modal swasta, manajemen sektor swasta atau keduanya.
“Menolak ini adalah keinginan pemerintah untuk mempertahankan kepemilikan maskapai nasional mereka, sebagai perpanjangan dari kebijakan ekonomi untuk menjaga konektivitas atau alasan kebanggaan nasional,” lanjutnya.
Dalam skenario saat ini, sebagian besar analis mengatakan Malaysia Airlines tidak boleh dinilai dari perspektif yang terakhir, terutama ketika pemerintah dihadapkan dengan utang nasional lebih dari RM1 triliun (Rp3.476 triliun lebih).
Baca Juga: Airlangga: Tarif Impor AS ke Produk Indonesia Bisa Tembus 47 Persen
Meskipun penjualan mungkin merupakan jalan keluar, masih ada pertanyaan tentang siapa yang ingin membeli dalam keadaan merugi seperti saat ini. (T/RS2/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Google Akui Kesalahan Data Nilai Tukar Rupiah ke Dolar AS