London, 13 Syawwal 1437/18 Juli 2016 (MINA) – Fadi Hakura, seorang pengamat politik dari Chatham House, sebuah lembaga kebijakan independen yang berbasis di London, mengatakan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan semakin memperketat kekuasaannya setelah upaya kudeta gagal, dan ini menimbulkan kekhawatiran ia akan mengambil keuntungan dari situasi untuk lebih keras menindak lawan politiknya.
“Kudeta gagal akan membuat Presiden Erdogan lebih kuat dengan menggambarkan dia sebagai korban dan meraih simpati,” kata Hakura, seperti disebutkan NBC News, Senin (17/7/2016).
Menurutnya, Erdogan akan berkembang dengan menggambarkan dirinya sebagai korban dari elit kuat yang berusaha untuk menggulingkannya dan menghancurkan kemajuan Turki.
Sebelumnya, sebagian pasukan militer Turki pada Jumat malam (14/7/2016) dengan tank, helikopter, dan jet militer berupaya melakukan kudeta pemerintahan Erdogan. Mereka berusaha menguasai parlemen dan berusaha untuk menguasai Istanbul, kota terbesar di negara itu, setelah Ankara.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Namun Erdogan cepat meminta respon masyarakat untuk membanjiri jalan-jalan dan menghadang kelompok kudeta. Masyarakat Turki menanggapi dengan segera, dengan ribuan warga turun ke jalan mengambil alih tank di seluruh negeri. Antara 200 dan 300 orang tewas dalam aksi itu.
“Bahwa dukungan publik dapat mendorong Erdogan untuk lebih keras terhadap lawan kritikus dan lawan politiknya,” Hakura memperingatkan.
Ia menambahkan, Erdogan akan menggunakan kesempatan itu untuk memperluas tindakan keras terhadap lawan-lawan politiknya yang berusaha melawan lembaga negara, dan akhirnya mencoba untuk mengarahkan Turki menjadi lebih ke pemerintahan presidensial.
Hakura menambahkan, mengacu pada perubahan konstitusi yang sedang dilakukan Erdogan.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
Memang, lanjutnya, Turki telah mengalami peningkatan ekonomi secara signifikan selama 13 tahun Erdogan berkuasa, sejak menjadi Perdana Menteri hingga Presiden. Namun, lawan-lawan politiknya mengatakan presiden telah menjadi semakin otoriter dengan memenjarakan jurnalis dan kritikus pada rezimnya.
Ini juga terlihat dari pernyataan Erdogan yang telah berjanji untuk membersihkan angkatan bersenjata.
“Ini dapat mengisyaratkan ketegangan lama antara Partai Islam AK Erdogan dengan angkatan bersenjata,” paparnya.
Pihak militer biasanya berpegang pada prinsip-prinsip pendirian keras sekuler yang ditetapkan oleh presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Ataturk. Sebelum Erdogan berkuasa, anggota partai-partai Islam di negara mayoritas Muslim itu selama beberapa dekade menghadapi diskriminasi dan hukuman penjara.
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas
Meskipun polarisasi dalam politik Turki, upaya kudeta itu dikutuk di seluruh spektrum politik. Namun, partai oposisi utama negara itu memperingatkan pemerintah sekarang yang mungkin memulai sebuah “perburuan” melebihi hukum dari kudeta itu sendiri.
“Penyelidikan tidak harus dilihat sebagai kesempatan untuk membalas dendam dan upaya membersihkan,” kata Partai Rakyat Republik dalam pernyataan pada Hurriyet Daily.
Informasi menyebutkan, lebih dari 7.500 orang telah ditahan di seluruh negeri, termasuk sekitar 100 polisi dan 6.030 tentara. Sejumlah 2.745 hakim dan jaksa ditambah 1.500 pekerja publik juga telah dipecat.
Sistem Presidensial
Baca Juga: Hotel Italia Larang Warga Israel Menginap Imbas Genosida di Gaza
Pengamat lainnya, Ziya Meral dari Pusat Analisis Sejarah dan Riset Konflik, seorang warga sipil yang berafiliasi dengan Kementerian Pertahanan Inggris, mengatakan aksi kudeta dan reaksi Partai AK itu juga akan meningkatkan Erdogan untuk “klaim sistem presidensial”.
Meral menambahkan bahwa Erdogan adalah ditopang basis konservatif dan nasionalis dalam rangka mendorong perubahan konstitusi utama, yang akan membutuhkan mayoritas kuat dan basis dukungan.
Namun, fakta bahwa ribuan warga Turki membanjiri jalan-jalan untuk menggagalkan upaya kudeta atas nama demokrasi, menunjukkan Erdogan mungkin memiliki waktu sulit menemukan dukungan untuk perubahan besar.
“Ini menunjukkan bahwa warga tidak menghendaki rezim otoriter,” jelas Meral. “Jadi sekarang meskipun Partai AK memiliki pemilih di belakang mereka, mungkin lebih baik untuk menyadari untuk tidak mengambil hal-hal yang dapat menimbulkan ke krisis lain.”
Baca Juga: Demonstrasi Meletus di Paris Protes Galang Dana Zionis
Apalagi Negara ini memng sedang berkutat dengan upaya memerangi ISIS, mengatasi krisis pengungsi akibat oleh perang di Suriah tepat di seberang perbatasan, dan pertempuran lama dengan pasukan separatis Kurdi di bagian tenggara.
Turki telah banyak menderita akibat berbagai serangan tahun ini, termasuk baru-baru ini aksi di bandara Ataturk yang menewaskan lebih dari 40 orang. (T/P4/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Ukraina Gempur Moskow dengan Drone