Bogor, 14 Ramadhan 1438/ 9 Juni 2017 (MINA) – Seorang pengamat mengharapkan Indonesia memainkan peranan penting nengatasi konflik yang terjadi antara Qatar dengan Arab Saudi dan Negara Teluk lainnya.
Hal itu dikatakan Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia (UI) Abdul Muta’ali kepada Kantor Berita Islami Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat malam (9/6).
Konflik memuncak setelah tujuh Negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC) yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, Libya, Maladewa, dan Yaman telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar pada Senin (5/6) dengan menuduh Qatar mendukung terorisme.
“Indonesia bisa memaksimalkan politik luar negerinya dengan tampil lebih berani dan percaya diri di saat negara-negara di dunia Islam dibanjiri banyak masalah seperti, Arab spring di Timur Tengah, stabilitas politik di Turki dan sebagainya,” katanya.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
Menurutnya, Indonesia cukup memiliki ketahanan stabilitas politik yang lebih mengedepankan diplomasi dan negosiasi ketimbang cara-cara anarkis yang menjurus kepada disintegritas.
“Karena itu saya mendorong Kementrian Luar Negeri untuk bisa memainkan politik luar negeri yang lebih aktif dan konstruktif yang menjadi amanah undang undang dasar kita,” ujarnya.
Ia memaparkan, posisi Indonesia sangat strategis bukan hanya secara politik yang cukup netral, tapi juga keberadaan yang paling sedikit ketergantungannya terhadap kuartet.
“Indonesia tidak ikut blok Iran versus Saudi, tidak juga alergi blok Amerika atau Cina. Posisi politik ini sangat penting untuk menentukan netralitas mediator,” jelasnya.
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama
Ia menambahkan, sebelumnya konflik antara negara-negara GCC bukan yang pertama kalinya, terhitung ini konflik yang ketiga.
Pertama, dimulai ketika Qatar membuka jalur diplomasi dengan para petinggi Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir, seperti diterimanya Dr. Yusuf Al-Qaradhawi sebagai warga kehormatan Qatar, yang menurut dokumen Ia cukup memiliki relasi genealogis dengan gerakan yang dirintis Hasan Al-Banna.
Konflik kedua, ketika Qatar sangat terbuka dengan gerakan-gerakan Islam beraliran kiri Iran, namun keduanya tidak sampai pada pemutusan hubungan diplomatik.
Dan ketiga pada puncaknya, bentuk kemarahan yang dimotori oleh Arab Saudi sehingga seluruh akses darat, laut, dan udara diputus.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
“Saya kira juga posisi Indonesia lebih strategis dalam posisi ini ketimbang OKI, mengingat dominasi arab saudi di dalam tubuh OKI begitu kuat, artinya secara kelembagaan dan organisasi baik OKI ataupun Liga Arab apalagi GCC, tidak cukup punya kartu truf untuk menengahi konflik tersebut,” tambahnya.
Ia menegaskan, mengakhiri konflik Qatar ini harus sesegera mungkin karena jangan sampai Arab spring membakar seluruh wilayah timur tengah termasuk negara negara teluk.(L/R10/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: KBRI Damaskus Evakuasi 37 WNI dari Suriah