Jakarta, 7 Jumadil Awwal 1438/ 4 Februari 2017 (MINA) – Tak terbendungnya berita pelintiran atau Hoax di Indonesia memang semakin mengkhawatirkan akhir-akhir ini. Namun, persoalan itu bisa diatasi dengan aktifnya peran pemuka agama maupun organisasi massa yang memberikan pengertian secara moral terus- menerus.
Menurut pengamat politik di Indonesia Media Monitoring Center (IMMC), Ibrahim Rantau, menghadapi isu hoax yang beredar sama seperti halnya menghadapi konten pornografi online yang tidak pernah selesai di Indonesia. Pemerintah melakukan segala macam usaha untuk menghentikan peredaran konten yang berbau pornografi sejak dulu tapi sampai saat ini selalu ada cara lain yang bisa ditembus sampai ke masyarakat.
“Sama seperti halnya memberantas 100 nanti akan muncul 1.000 konten porno lainnya,” katanya kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu (4/2).
Baca Juga: Menag Akan Buka Fakultas Kedokteran di Universitas PTIQ
Menurutnya, penekanan refresif dengan menutup atau memblokir media-media yang memberitakan hoax bukan solusi yang dirasa tepat. Namun, menghadirkan peran pemuka baik agama, tokoh masyarakat, bisa secara efektif mengurangi penyebaran berita yang dipelintirkan.
“Langkah para organisasi Islam ketika memanggil media-media Islam untuk menekankan pentingnya ini sudah benar. Tinggal di contoh oleh pemuka agama lainnya,” tambahnya.
Ibrahim menjelaskan fenomena munculnya berita hoax memang biasa meningkat menjelang situasi politik tertentu, seperti pilkada atau pemilu, bahkan pilpres. karena banyak kepentingan yang terlibat di dalamnya.
“Apalagi sekarang dinamika politiknya semakin tajam, berbagai kepentingan saling berbenturan mulai dari agama, politik, etnis, kepentingan lain sehingga membuat fenomena hoax semakin terasa,” katanya.
Baca Juga: Presiden Prabowo Bertekad Perangi Kebocoran Anggaran
Ketika ditanya mengenai batasan hoax, Ibrahim mengatakan hoax yang disebarkan media tidak muncul begitu saja tanpa ada peristiwa pemula yang menjadi preseden. Biasanya letak permasalahannya ada pada pembiasan fakta berita.
“Selalu ada peristiwa pemula, kemudian masalahnya adalah ada yang dibesar-besarkan, dikecil-kecilkan, dibelokkan, ditutup-tutupi,” katanya menekankan.
Ibrahim mencatat, setiap situasi politik, khususnya pilkada Jakarta saat ini, banyak pihak memiliki tim sukses yang akan berusaha membuat tim yang diusungnya mendapat simpati pemilih. Apalagi saat ini dihadapkan pada kasus lain yang menimpa para kandidat. Sudah pasti “perang” melalui media menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan.
Namun, menurutnya hal ini akan mereda setelah selesainya proses politik itu. Dan berita-berita yang mengandung isu pelintiran akan muncul kembali dalam situasi politik yang lain. “Misalkan setelah pilkada, akan ada pilpres,” tambahnya.
Baca Juga: Pemerintah Siapkan Langkah Antisipasi Ancaman Bencana Hidrometeorologi Basah
Ibrahim menyerukan masyarakat Muslim untuk mengedepankan etos dan nilai-nilai Islam dalam menerima informasi yang beredar. Islam menjunjung tinggi konfirmasi berita atau dalam Al-Quran disebut Tabayyun. Istilah ini menekankan mengkonfirmasi informasi dari sumber pertama atau sampai pada titik awal informasi beredar.(L/RE1/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Prof Yon Mahmudi: Israel Dapat Keuntungan dari Krisis Suriah Saat Ini