Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat: Tata Kelola dan Rehabilitasi Ruang Kelas Belum Akuntabel

Risma Tri Utami - Kamis, 27 Oktober 2016 - 19:07 WIB

Kamis, 27 Oktober 2016 - 19:07 WIB

472 Views ㅤ

Jakarta, 26 Muharram 1438/27 Oktober 2016 (MINA) – Pengamat Pendidikan dari Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Eka Simanjuntak mengatakan tata kelola dan rehabilitasi ruang kelas di beberapa kota belum cukup transparan, akuntabel, dan partisipatif selain minimnya anggaran yang diberikan pemerintah.

“Studi yang dilakukan bersama Pusat Telaah dan Informasi Regional Banten (Kabupaten Serang), dan Komite Pemantau Legislatif Indonesia (Kabupaten Bogor) menunjukkan bahwa tata kelola rehabilitasi ruang kelas belum cukup transparan, akuntabel, dan partisipatif,” kata Eka dalam acara Diskusi Media bertajuk Indonesia Darurat Sekolah Rusak, di Resto Por Que No, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/10).

Ia menambahkan, mulai dari belum tersedianya data sekolah yang belum memiliki ruang kelas rusak beserta tingkat keparahannya, belum adanya mekanisme verifikasi yang melibatkan public, hingga tidak adanya kriteria baku dalam penentuan prioritas sehingga penyaluran dana rehabilitasi ruang kelas rusak sulit diawasi dan rentan tidak sasaran.

“Pengecekan lapangan terhadap sekolah yang menerima dana rehabilitasi ruang kelas di Kabupaten Serang menunjukkan bahwa dua dari lima SD penerima dana rehabilitasi, kondisinya tidak lebih parah dibanding dua SD lain yang tidak mendapatkan dana rehabilitasi. Begitupun dengan tiga SD penerima rehabilitasi yang dicek di Kabupaten Bogor ternyata kondisinya juga tidak lebih parah dibanding dua SD lain yang tidak mendapatkan dana rehabilitasi” ujarnya.

Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru

Pemerintah memang telah berupaya mendorong tata kelola yang baik dalam rehabilitasi sekolah rusak melalui Petunjuk Teknis (Juktis) dan Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (Juklak DAK) Pendidikan yang diterbitkan setiap tahunnya. Mulai dari menetapkan kriteria, memandatkan dinas pendidikan, dan verifikasi dengan melibatkan unsur teknis terkait.

“Namun, Jumlah kasus korupsi dan nilai korupsi terbesar di bidang pendidikan justru terjadi dalam pengelolaan DAK. Salah satu kasus terbaru adalah korupsi pembangunan dua ruang kelas SMPN 11 Kota Pasuruan, Jawa Timur yang melibatkan Kepala Sekolah, Konsultan Pengawas Proyek, dan Pemborong,” ucapnya.

Kasus ini terungkap setelah ruang kelas yang selesai dibangun pada Desember 2014, roboh pada 28 Maret 2016, Menurutnya, hal ini karena minimnya pengawasan dari pemangku kepentingan lain seperti guru dan orangtua murid. (L/ima/R03)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
MINA Millenia
Kolom
MINA Millenia
MINA Millenia