Jakarta, 4 Sya’ban 1434/13 Juni 2013 (MINA) – Pengamat Timur Tengah, Fahmi Salsabila mengatakan, kunjungan delegasi Indonesia ke Israel merupakan langkah yang kurang tepat dan dapat menyakiti umat Islam khususnya serta rakyat Indonesia pada umumnya.
Sekretaris Jenderal The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) itu menyatakan, hal tersebut disampaikan karena Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel.
Menurutnya, kunjungan itu secara tidak langsung mengakui keberadaan negara Israel. Indonesia tidak akan mengakui maupun membuka hubungan diplomatik selama Israel masih menjajah Palestina.
“Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sudah jelas Indonesia tidak mengakui penjajahan di atas dunia. Jika perwakilan Indonesia berkunjung ke Israel berarti mengkhianati Undang-Undang Dasar 1945,” kata Fahmi kepada Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency), Kamis (13/6).
Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK
Negara Israel secara sepihak berdiri di wilayah Palestina pada 14 Mei 1948. Proklamasi Berdirinya Negara Israel secara sepihak itu semakin memperluas pengusiran rakyat Palestina dan merampas tanah dan properti serta hak-hak rakyat Palestina di tanah yang penuh berkah, tanah para Nabi.
Saat ini, ada 4,4 juta pengungsi Palestina yang terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan setidaknya lebih dari satu juta orang pengungsi Palestina lainnya yang belum terdaftar. Jadi mayoritas rakyat Palestina, sekitar enam juta orang adalah pengungsi.
Kebijakan tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel itu merupakan bentuk komitmen Indonesia terhadap perjuangan negara Palestina serta tidak mengakui keberadaan Israel selama negara itu menjajah Palestina.
Dekati Publik Figur
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal
Fahmi Salsabila, peneliti senior ISMES itu juga mengungkapkan, ada usaha nyata Israel untuk mendekati Indonesia agar lebih menerima mereka dengan tujuan akhir membuka hubungan diplomatik atau membuka kedutaan di negara mayoritas muslim terbesar di dunia.
“Israel berusaha untuk mendekati Indonesia dengan cara mendekati tokoh maupun publik figur. Israel sering berusaha mengajak bertemu dan berdialog dengan Pemimpin ISMES, tetapi selalu ditolak,” tegasnya.
Pada awal Juni 2013, Sejumlah tokoh asal Indonesia Salah satunya adalah anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya melakukan kunjungan ke Israel dan bertemu dengan anggota Parlemen Israel Knesset di Tel Aviv.
Kabar itu terbongkar setelah media setempat, Israelhayom.com, Selasa (11/6), mengumumkan pertemuan rahasia tersebut.
Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri
Kunjungan tersebut difasilitasi organisasi pro-Zionis Yahudi Australia yang menyediakan akses perjalanan ke negeri pimpinan Benjamin Netanyahu itu. Kelompok Yahudi Australia selalu berusaha mempertahankan hubungan persahabatan dengan Knesset Speaker Yuli Edelstein dari Partai Likud yang bertugas mengurusi diplomasi publik.
Menurutnya, kunjungan tersebut bukan pertama kalinya dilakukan, tokoh-tokoh Indonesia lainnya juga pernah berkunjung ke Israel.
Jerusalem Post, 8 Desember 2007, pernah memberitakan kunjungan lima orang tokoh yang mewakili Ormas Islam menemui Presiden Shimon Peres. Para tokoh Ormas Islam itu menghabiskan waktu selama sepekan di Israel. Mereka bertemu dengan berbagai tokoh puncak negeri Zionis-Israel, termasuk Presiden Israel Shimon Peres.
Kunjungan mereka ke negeri Israel itu, disponsori oleh lembaga Israel Simon Wiesanthal Center dan Lib for All Foundation.
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian
Dosen Kajian Timur Tengah itu mengatakan, delegasi Indonesia seharusnya menerima undangan dalam rangka masukan memberikan pendapat mengenai upaya memperoleh kemerdekaan Palestina dan mencapai solusi konflik di kawasan tersebut dalam forum internasional seperti di Majelis PBB.
Pada dasarnya, dengan adanya kunjungan ke negaranya secara tidak langsung seakan-akan Israel itu negara yang sah berdiri. Hal itu merupakan jebakan Israel, dimana dengan adanya kunjungan perwakilan Indonesia ke wilayah Israel seolah-olah Indonesia tidak masalah dan mengakui keberadaannya.
Dia juga menghimbau agar pemerintah harus mempunyai porsi yang besar dalam masalah Palestina. “Indonesia mempunyai komitmen terhadap perjuangan Palestina untuk memperoleh kemerdekaannya. Untuk itu, isu Palestina harus menjadi program kebijakan luar negeri yang harus diutamakan,” ujarnya. (L/P02/R1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025