Washington, MINA – Dr. Amira Abo el-Fetouh, pengamat politik mengatakan, dalam debat baru-baru ini antara dua kandidat Presiden AS, Donald Trump dan Kamala Harris, mantan presiden dan wakil presiden saat ini, keduanya bersaing untuk menunjukkan kesetiaan mereka kepada entitas Zionis.
Menurutnya, Trump dan Harris juga menunjukkan dukungan politik, militer, ekonomi, dan logistik mereka yang tak terbatas untuk Zionis dalam perang melawan Palestina di Gaza. Middle East Monitor (MEMO) melaporkan, Selasa (17/9).
Mereka berdua percaya bahwa negara Israel sedang berperang secara sah untuk membela diri dan diancam oleh organisasi ‘teroris’, ujarnya.
Ia menyebutkan, Trump dan Harris tidak pernah mengatakan bahwa Hamas adalah gerakan perlawanan yang sah dan anti-pendudukan.
Baca Juga: Pasukan Israel Maju Lebih Jauh ke Suriah Selatan
Saat mereka berlomba untuk menyanjung entitas Zionis, Trump melihat peluang untuk mengalahkan Harris dan memenangkan lebih banyak poin.
Ketika Harris mengumumkan komitmen Partai Demokratnya terhadap solusi dua negara dan perlunya segera mengakhiri perang di Gaza dan membangunnya kembali, Trump berteriak bahwa Harris membenci Israel dan, “Jika dia menjadi presiden, saya yakin Israel tidak akan ada dalam waktu dua tahun dari sekarang.”
Trump, tentu saja, adalah presiden AS pertama yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dan orang pertama yang berani memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem dalam pelanggaran besar terhadap hukum internasional.
Trump juga mengakui Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki sebagai bagian dari negara apartheid. Dan Trump-lah yang mengajukan apa yang disebut “Kesepakatan Abad Ini”.
Baca Juga: Setelah 20 Tahun di Penjara, Amerika Bebaskan Saudara laki-laki Khaled Meshaal
Dengan demikian, mantan presiden AS itu memasuki perdebatan dengan banyak penghargaan atas jasa entitas Zionis.
Menurut Dr. Amira Abo el-Fetouh, yang juga kolomnis di MEMO, komentar Trump itu mengandung ketakutan akan besarnya tantangan yang dihadapi entitas Zionis di Palestina dan Timur Tengah.
Israel kehilangan kesempatan untuk berintegrasi dengan dunia Arab setelah Operasi Badai Al-Aqsa yang dipimpin Hamas dan malah menghadapi isolasi yang semakin dalam dari negara-negara Arab, ujarnya.
Dunia Arab juga berada pada titik kritis, terutama rezim-rezim yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel, karena mereka mencoba meredakan kemarahan di seluruh dunia Arab dengan mengambil posisi yang mendukung Palestina dan menyerukan diakhirinya perang di Gaza, lanjutnya.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
El-Fetouh menekankan, Trump ingin menekankan bahwa kelangsungan hidup Israel bergantung pada dukungan AS, dan bahwa Israel akan lenyap jika pemerintahan AS berikutnya tidak meningkatkan dukungannya terhadap Israel. []
Mi’raj News Agency (MINA)