Oleh: Illa Kartila, Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Derita rakyat Palestina – hidup di tengah ketakutan akibat konflik berkepanjangan dan pembantaian, kadang tanpa makanan, obat-obatan, sanitasi – diperburuk oleh terus berlanjutnya penghancuran tempat tinggal mereka oleh zionis Israel.
Laporan terbaru PBB menunjukkan jumlah penghancuran rumah Palestina di wilayah pendudukan meningkat tiga kali lipat sejak Januari 2016. Jumlah tersebut meningkat drastis jika dibandingkan dengan rata-rata penghancuran pada periode 2012 hingga 2015.
Menurut Aljazirah, angka yang dikumpulkan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menunjukkan pada periode 2012 hingga 2015 rata-rata penghancuran rumah dalam sebulan sekitar 50 unit. Namun jumlah tersebut meningkat sejak Januari, dengan rata-rata perbulan 165 rumah dihancurkan, Februari tercatat 235 rumah hancur.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
PBB telah meminta Israel untuk segera menghentikan penghancuran rumah milik warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Koordinator PBB untuk Bantuan Kemanusiaan dan Bantuan Pembangunan wilayah Palestina yang diduduki, Robert Piper mengatakan, pasukan Israel telah menghancurkan, menyita, dan membongkar ratusan rumah Palestina dan bangunan lainnya sejak awal tahun ini.
“Jumlah penghancuran yang tercatat enam minggu pertama 2016 ini sangat mengkhawatirkan,” katanya sambil menambahkan bahwa 283 rumah dan bangunan telah hancur atau disita pada 1 Januari dan 15 Februari 2016.
“Sebagian besar penghancuran dilakukan di Tepi Barat ini berdasarkan alasan hukum palsu yang menyatakan bahwa warga Palestina tidak memiliki izin bangunan,” kata Piper.
Akibat penghancuran rumah tersebut, 404 warga Palestina, termasuk 219 anak-anak, telah mengungsi selama periode Januari-Fenruari, angka ini setara dengan setengah dari 2.015 orang total warga Palestina yang mengungsi di semua wilayah dan 1.150 warga Palestina juga telah terkena imbas dari aksi ini.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Laporan menunjukkan bahwa warga Badui Palestina terpukul oleh penghancuran Israel. Parlemen Eropa (EP) menyerukan segera diakhirinya pendudukan Israel di wilayah Palestina serta perluasan pemukiman ilegal Israel dan pembongkaran rumah-rumah Palestina.
Lebih dari setengah juta warga Israel tinggal di lebih dari 120 permukiman ilegal yang dibangun sejak pendudukan Israel tahun 1967 dari wilayah Palestina di Tepi Barat dan Timur Al-Quds (Yerusalem).
Tujuh Rumah Setiap Hari
Penghancuran terbaru terjadi 7 April ini di mana Otoritas Pendudukan Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestna di Desa Al-Khan Al-Ahmar di dekat Kota Jericho, Tepi Barat. Penghancuran juga dilakukan di Desa Khirbet Tana dekat Nablus.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Salah satu pemilik bangunan yang dibongkar di Al-Khan Al-Ahmar, Hussein Kaabneh, mengatakan tim pembongkar datang di pagi hari tanpa peringatan. Saat itu Kaabneh mengaku sangat marah karena tiba-tiba polisi dan tentara datang. Ia marah karena sebelumnya tak mendapat pemberitahuan.
“Mereka mengatakan kepada saya, (bangunan Anda) tak sah,” ujar Kaabneh kepada kantor berita Reuters.
Laporan PBB mengenai penghancuran rumah Palestina telah membuat khawatir banyak diplomat dan kelompok hak asasi manusia. Mereka menganggap ini sebagai pelanggaran internasional yang berkelanjutan.
Salah seorang pejabat OCHA Catherine Cook menggambarkan situasi ini sebagai yang terburuk sejak badan PBB itu mulai mendata kasus penghancuran rumah pada 2009. Menurutnya, peningkatan kali ini sangat mengkhawatirkan.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
“Paling sering terkena adalah masyarakat suku Badui dan petani Palestina yang berisiko dipaksa pindah, ini jelas pelanggaran hukum internasional,” kata Cook seraya menambahkan bahwa bangunan-bangunan yang dibongkar Israel biasanya termasuk rumah, tenda Badui, kandang ternak, kakus, dan sekolah.
Aljazirah juga melaporkan, pihak berwenang Israel menghancurkan tujuh rumah warga Palestina dalam 24 jam terakhir di wilayah pendudukan di Tepi Barat. Langkah tersebut menuai banyak kecaman termasuk dari para pemimpin Palestina yang menyebutnya sebagai hukuman kolektif.
Mrenurut media itu, bangunan rumah yang dibongkar termasuk di antaranya tiga rumah di Qabatiya, Jenin, yang merupakan miliki tiga pemuda Palestina yang menembak mati seorang tentara Israel.
Pada 4 April, pasukan Israel menghancurkan rumah milik keluarga Ahmad Zakarneh, Mohammad Kmeel, dan Ahmad Abu el-Rub.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Sementara empat rumah lain yang juga diratakan berada di Al-Quds Timur dan Desa Surif serta Duma di Tepi Barat. “Ini merupakan kebijakan sewenang-wenang yang berdampak pada semua orang tanpa pandang bulu,” kata Ahmed Kmeel, ayah dari Muhammad Kmeel.
Mahkamah Agung Israel telah mengizinkan penghancuran setelah menolak banding yang diajukan atas nama keluarga ketiga pemuda itu. Ayah Ahmad Zakarneh, Rajeh Zakarneh, mengatakan keluarganya langsung membongkar dan memindahkan perabotan rumah mereka tak lama setelah permohonan ditolak.
“Saya membangun rumah ini dengan kedua tangan saya sendiri. Tapi anak saya bernilai lebih dari seribu rumah,” ujar Zakarneh kepada Aljazirah.
Sebelumnya 3 April, pengadilan telah membatalkan perintah pembongkaran tiga dari empat rumah warga Palestina yang dihukum karena keterlibatannya dalam serangan pelemparan batu pada September hingga menyebabkan tewasnya pengendara Israel. Berdasarkan hal itu, ayah Ahmad Abu El-Rub, Najeh, berharap pengadilan juga membatalkan keputusan menghancurkan rumah keluarganya.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Salah seorang pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Ali Zakarnah mengatakan kepada Ma’an News, ada empat buldoser yang dikawal oleh lebih dari 60 jip militer Israel. Mereka menyerbu desa dan menghancurkan rumah keluarga Zakarneh, Kmeel, dan Abu el-Rub.
Aliran listrik juga diputus
Tak hanya rumah yang dihancurkan, perusahaan listrik milik Israel juga memutus aliran listrik ke sebagian besar wilayah Tepi Barat, Palestina, sejak 4 April. Bahkan, otoritas Israel mengultimatum akan terus melakukan pemutusan serupa dalam dua pekan berikutnya.
Perusahaan itu berdalih, warga Palestina masih berutang hingga 460 juta Dolar AS terhadap The Israel Electric Corporation. Perusahaan itu sebelumnya telah mengurangi pasokan listrik ke Bethlehem dan Jericho hingga 50 persen.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
“Manajemen perusahaan menekankan akan melakukan segala cara untuk menagih utang mereka (warga Palestina). Kami tak mau lagi utang bertambah terus,” kata pernyataan resmi The Israel Electric Corp, seperti dilaporkan Associated Press.
Otoritas Israel mengaliri listrik ke wilayah Palestina melalui sejumlah perusahaan listrik yang beroperasi di wilayah Palestina. Tahun lalu, Israel juga telah memutus aliran listrik ke sebagian besar area Tepi Barat dengan alasan yang sama: utang pelanggannya.
Pihak perusahaan listrik yang beroperasi di Palestina menganggap keputusan ini merupakan tekanan politis. “Kami telah berupaya sekuat tenaga agar tidak sampai aliran listrik putus. Tapi jelas-jelas ini (pemutusan aliran listrik) adalah kebijakan politik,” kata salah seorang direktur bagian distribusi The Jerussalem District Electricity, Hisham Omari, kepada AP.
Hisham menegaskan, akibat ulah pemutusan listrik ini, sejumlah rumah sakit di Palestina terganggu. Hal serupa juga terjadi di wilayah Gaza. Ditambah lagi, penjagaan ketat aparat militer Israel terhadap penduduk lokal.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Zakareya Bakr, sebagai Kepala Persatuan Nelayan Gaza, menyatakan kekesalannya. Dia menilai, polisi perairan Israel telah berlaku sewenang-wenang membatasi wilayah tangkapan ikan bagi para nelayan Palestina.
Sesudah perang delapan hari dengan Hamas pada 2012 silam, otoritas Israel mengklaim batas bagi para nelayan lokal untuk beroperasi, yakni tak bisa melebihi enam mil dari bibir pantai. “Mencari ikan di perairan enam mil seperti mengail di kolam renang,” ujar Shaker Salah, nelayan Palestina.
Dari 280 perahu nelayan, ungkap Zakareya, hasil yang ditangkap hanya rata-rata 8 kilogram ikan.
Beragam tekanan dan kekerasan untuk menghancurkan fisik dan mental, terus menerus dilakukan oleh zionis Israel terhadap rakyat Palestina yang telah puluhan tahun berjuang dengan air mata dan darah guna memperoleh kedaulatan dan kemerdekaan bangsanya. (R01/R05)
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud