Kuala Lumpur, 9 Dzulhijjah 1435 H/3 Oktober 2014 (MINA) – Presiden Organisasi Hak Asasi Etnis Rohingya Myanmar di Malaysia (MERHROM), Zafar Ahmad Bin Abdul Ghani, mengatakan sangat prihatin atas berlanjutnya rencana Pemerintah Myanmar menghapus sebutan Rohingya dan memberikan kewarganegaraan Myanmar kepada etnis minoritas Rohingya dengan sebutan sebagai etnis Bengali.
“Ini jelas bertentangan dengan hukum internasional dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR ),” katanya, Rohingya News Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis melaporkan.
Tindakan Pemerintah Myanmar itu dengan jelas menunjukkan bahwa pemerintah terus ingin menghilangkan Rohingya dari Myanmar, tambahnya.
“Ini adalah bagian dari kebijakan pembersihan etnis terhadap etnis Rohingya. Ini jelas -pembunuhan massal- terhadap etnis minoritas Rohingya,” katanya.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Dalam beberapa bulan terakhir Pemerintah Myanmar telah melarang penggunaan istilah Rohingya. Istilah Rohingya tidak dapat digunakan lagi di Myanmar. Tindakan Pemerintah Myanmar ini menarik banyak kritik dari kelompok hak asasi manusia dan masyarakat Internasional.
Akibatnya beberapa badan-badan PBB yang bekerja di Myanmar menghindari kata Rohingya karena para pejabat dan pemimpin agama nasionalis di negara bagian Rakhine marah dan akan memblokir mereka melakukan pekerjaan kemanusiaan.
Dalam insiden lain pada Juni, Badan PBB untuk Anak-anak (UNICEF) telah diminta oleh pejabat negara untuk meminta maaf karena mengatakan “Rohingya” selama presentasinya menguraikan rencana pembangunan.
“Ini menunjukkan betapa Pemerintah Myanmar ingin menghilangkan etnis minoritas Rohingya dari Myanmar. Situasi saat ini sangat penting karena pemerintah memaksa Rohingya untuk menerima kewarganegaraan dan mengubah identitas mereka menjadi Bengali,” kata pemimpin Rohingya di Malaysia itu.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Menteri Kepala Rakhine memperingatkan orang-orang di negara bagian Rakhine tidak ada yang dapat menentang rencana pemerintah untuk memberikan kewarganegaraan kepada Rohingya yang mereka inginkan dan proses ini berjalan lancar.
Yang pasti Rohingya tidak akan menerima rencana kecuali Pemerintah Myanmar mengakui minoritas Rohingya sebagai warga negara dengan cara yang sah.
“Jika kita menerima rencana ini, tidak akan ada lagi Rohingya di dunia ini. Di masa depan kita akan dikirim ke Bangladesh yang bukan tanah air kita,” ujarnya
Penolakan rencana ini beresiko penahanan tanpa batas waktu, pemerkosaan, penyiksaan atau dibunuh oleh pemerintah seperti yang terjadi sebelumnya.
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Menurut sumber, rencana usulan otoritas Arakan itu akan berdampak tidak diterimanya mereka mendapatkan kebebasan bergerak bahkan mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena pemerintah telah memiliki rencana konkret untuk mengusir keluar Rohingya.
“Setelah dalam penahanan kita tidak tahu apa yang akan menjadi nasib mereka. Pada saat ribuan Rohingya tidak memiliki dokumen selama konflik tahun 2012,” tambahnya.
MERHROM menerima informasi terbaru dari desa Kelah Daungd menyatakan, 12 orang berpendidikan Rohingya ditangkap dan dipukuli. Dua di antaranya mengalami luka serius. Dua dari para pemimpin Islam yang memiliki jenggot mereka dipotong paksa. Sisanya tidak diketahui informasi di mana mereka dibawa dan bagaimana nasib mereka.
Baca Juga: Iran, Rusia, Turkiye Kutuk Kekejaman Israel di Palestina dan Lebanon
Pada 20 September, di Maungdaw polisi menangkap 10 warga desa yang menolak mengikuti peraturan pemerintah yang mengharuskan menulis Bengali bukan Rohingya dalam formulir tersebut.
Pada 21 September di distrik Magway, Masjid Maggo U Town, toko dan rumah seorang Rohingya dibakar oleh Buddha.
Menurut penduduk desa, alang dibalik kejadian tersebut adalah pemerintah. Sampai saat ini tidak ada tindakan yang diambil oleh pemerintah dan polisi untuk melakukan
penyelidikan.(T/P004/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Lanjutkan Kunjungan Kenegaraan, Presiden Prabowo Bertolak ke AS