Jakarta, MINA – Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan memberikan tanggapan atas aksi mogok pengrajin tahu tempe pelaku UMKM buntut mahalnya harga kedelai sejak (1/1/2021) hingga (3/1/2021).
Menurutnya, kenaikan harga kedelai ini adalah masalah klasik namun tidak sulit untuk diselesaikan oleh Pemerintah secepatnya, demikian keterangan tertulisnya, Rabu (6/1).
Syarief Hasan menilai, persoalan ini menjadi dikarenakan tahu dan tempe adalah salah satu makanan terbanyak di konsumsi karena bergizi tinggi, murah, dan mudah diakses oleh masyarakat banyak.
“Aksi mogok karena kenaikan harga bahan baku berbuntut pada masyarakat yang menjadi konsumen tahu tempe sehingga pemerintah harus hadir menjembatani persoalan ini,” ungkap Syarief.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Memang, harga kedelai yang merupakan bahan baku tahu dan tempe melonjak tajam dari Rp.7.200 menjadi Rp.9.200 per kg.
“Kenaikan ini harus diintervensi oleh Pemerintah sehingga para pengrajin tahu tempe UMKM dapat tetap berproduksi dengan harga yg stabil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang menjadi konsumen tahu tempe,” ujar Syarief Hasan.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mengungkapkan penyebab utama masalah klasik ini yakni belum tercapainya swasembada pangan. Namun masalah yang penting lain adalah menjaga harga stabil dan bagaimana Pemerintah dapat menjaga supply dan demand kedelai sekalipun masih tergantung pada impor.
“Saat sekarang Pemerintah harus membuka kran Impor kedelai harus dibuka dan diberikan kepada koperasi-koperasi, asosiasi Tempe dan Tahu bukan hanya kepada pedagang-pedagang besar yang menguasai pasar” imbuhnya.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Berdasarkan data yang dihimpun MINA, kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun rata-rata mencapai 2,8 juta ton. Alokasinya, 70% untuk tempe, 20% untuk tahu, dan sisanya untuk bahan kecap. Untuk memenuhi kebutuhan kedelai itu, Indonesia harus impor hingga 2,5 juta ton yang sebagian besar dari Amerika Serikat dan Kanada.
Menurut Syarief, Kementan harusnya kembali menggiatkan program swasembada pangan, khususnya pangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. “Apabila kita swasembada pangan maka kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor yang menjadi salah satu penyebab naik turunnya harga pangan, seperti kedelai,” tegasnya.
Ia pun mendorong Pemerintah untuk segera membuat rencana strategis tersebut.
“Pemerintah harus membuat pemetaan berapa ratus hektar lahan pembibitan dan penanaman kedelai sesuai jumlah kebutuhan pasar, hingga aspek-aspek teknis lainnya sehingga persoalan kedelai yang menjadi bahan baku utama tahu tempe tidak muncul kembali dan tidak meresahkan masyarakat dan para pelaku usaha UMKM,” pungkas Syarief. (R/R1/RI-1)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng