Pengungsi dan Migran Mangsa Empuk Bisnis Organ Tubuh

Dari Libya di barat hinga Yaman di timur, ketika konflik menghancurkan sebagian dan Afrika Utara, populasi yang terusir dan terlantar semakin memudahkan para mencari mangsa untuk bisnis penjualan organ tubuh.

Lebih dari 5 juta di Timur Tengah adalah target potensial untuk perdagangan gelap ini.

Dikenal dengan nama “Pasar Merah”, perdagangan organ manusia global menghasilkan antara 600 juta hingga 1,2 miliar dolar AS per tahun, sebelum serangan pandemi penyakit virus corona (COVID-19), menurut Global Financial Integrity, sebuah lembaga think tank yang berbasis di Washington.

Global Financial Integrity menghasilkan analisis arus keuangan ilegal.

Pengungsi adalah yang paling rentan terhadap karena mereka cenderung membutuhkan uang untuk melawan kelaparan, kondisi kehidupan yang buruk dan berjuang untuk masa depan yang sangat tidak pasti karena mengungsi.

Beragam kesulitan ini membuat banyak dari mereka putus asa untuk mencari jalan keluar dari kesulitan mereka, bahkan jika itu harus terpaksa menjual organ tubuh mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau mendanai perjalanan ke daerah yang lebih stabil di dunia.

Agen penyelundup biasanya cepat mengenali kerentanan ini dan bahkan diketahui menggunakan cara paksa jika calon korban mencoba berubah pikiran.

Ilustrasi: donor yang menjual organ tubuhnya. (Foto: Bee Free)

Dari janji hingga risiko pascaoperasi

Para pedagang manusia biasanya memberikan janji-janji palsu tentang perjalanan yang aman ke Eropa dan melakukan pembayaran yang kecil kepada donor setelah pengambilan organ. Seringkali kurangnya fasilitas medis yang layak untuk ekstraksi organ dan tidak adanya informasi tentang risiko dan tindakan pencegahan pascaoperasi.

Dilihat dari angka, pengungsi dan terus dipikat oleh kesepakatan barter yang menjanjikan tiket menuju kebebasan dan masa depan yang cerah.

Baca Juga:  Ammo Baba, Pelatih Bola Legendaris Irak

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) yang berkantor pusat di Swiss, melaporkan kecurigaannya terhadap perdagangan organ di Suriah pada awal 2015, yang menyatakan bahwa ini juga termasuk operasi terkait di negara-negara tetangga.

Konflik yang berkepanjangan di Suriah telah mengubah populasi pengungsi lebih dari 2 juta orang menjadi mangsa yang mudah untuk perdagangan seks, pengambilan organ tubuh dan kerja paksa. Laporan IOM itu mengungkapkan, Turki, Lebanon, Mesir dan Libya adalah di antara hotspot Pasar Merah di kawasan.

Kecuali Libya, negara-negara ini memiliki undang-undang yang ketat yang melarang sumbangan organ tubuh kepada orang yang bukan anggota keluarga.

Menurut penelitian yang muncul, penyelundup organ tubuh di Lebanon telah mulai menargetkan kamp-kamp pengungsi, tempat tinggal yang banyak penduduknya adalah anak-anak.

Dalam sebuah wawancara pada awal 2019, Nuna Matar, Direktur Triumphant Mercy Lebanon -sebuah entitas yang bekerja untuk orang miskin dan pengungsi – mengatakan, “Mengerikan mendengar bahwa para pedagang memangsa anak-anak, tetapi itu bukanlah perdagangan tenaga kerja atau seks. Itu adalah perdagangan organ.”

Libya telah ditandai sebagai negara yang memiliki perhatian khusus terhadap Pasar Merah karena banyak pengungsi yang dipulangkan dan ditempatkan di kamp-kamp tahanan. Negara yang dilanda perang itu adalah pusat bagi para pengungsi dari Afrika sub-Sahara dan Tanduk Afrika yang mencari rute ke Eropa.

“Hampir tidak ada data tentang perdagangan organ di Eropa,” kata Suzanne Hoff, Koordinator Internasional La Strada International, platform Eropa terkemuka yang melawan perdagangan manusia.

Menurutnya, meskipun ada semakin banyak perhatian terhadap kerentanan pengungsi dan migran menjadi korban perdagangan manusia, tetapi penyaringan dan identifikasi yang memadai umumnya tertinggal jauh.

“Sebagian besar fokus perhatian tetap pada perdagangan untuk eksploitasi seksual, yang mungkin juga mengapa perdagangan organ sulit diidentifikasi. ”

Baca Juga:  Delegasi Media UEA Kunjungi MINA

Laki-laki dari Baseco, daerah kumuh di daerah pelabuhan Manila, Filipina, menunjukkan bekas luka mereka dari penjualan ginjal dalam sebuah foto dari tahun 1999. (Foto: Pat Roque / AP / Press Association Images)

Pada akhirnya tidak membantu

Sebuah laporan tahun 2018 oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan, karena undang-undang yang mengkriminalisasi migrasi ilegal dan kurangnya perlindungan bagi korban perdagangan orang, migran dan pengungsi yang pulang enggan melaporkan kekerasan kepada pihak berwenang Libya, salah satu kondisi yang mengabadikan lingkaran setan.

Kisah-kisah para pengungsi dan migran membuktikan bahwa mereka menjadi sasaran empuk bagi para pedagang Pasar Merah di Libya dan diikuti di negara tetangga Mesir.

Sebuah studi tahun 2019 menjelaskan tentang pendorong utama perdagangan organ di Kairo, yaitu marginalisasi hukum dan pengucilan sosial bagi para pengungsi dan migran.

“Jika Anda tidak dapat menemukan pekerjaan ketika Anda tiba di Mesir, Anda tidak akan menemukan belas kasihan. Inilah mengapa orang menjual ginjal mereka,” kata seorang migran asal Sudan.

Harga organ manusia di wilayah Arab sangat besar. Menurut sebuah laporan, di , organ yang diperoleh secara ilegal dapat dijual masing-masing seharga 20.000 dolar AS. Sementara di Turki penjualan dapat ditutup hingga 145.000 dolar AS.

Di Yaman, yang bukan merupakan penandatangan Protokol untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak (yang merupakan bagian dari Konvensi PBB Menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional), sulit untuk mendapatkan informasi tentang perdagangan manusia sejak 2015 karena konflik.

LSM menunjuk pada konflik Yaman yang berlarut-larut, pelanggaran hukum secara umum dan kondisi ekonomi yang memburuk sebagai faktor-faktor yang menempatkan populasi pada risiko diperdagangkan, termasuk perdagangan organ tubuh.

Baca Juga:  Hardiknas 2024, Ketum ICMI Berpesan Agar Masyarakat Terus Belajar

Menurut Kantor Narkoba dan Kejahatan PBB, mayoritas donor organ, termasuk migran dan pengungsi, pada akhirnya mereka tidak mengalami peningkatan prospek ekonomi.

Sebaliknya, seperti yang diungkapkan oleh hasil penelitian, sebagian besar korban tidak mendapatkan kompensasi yang memadai, itupun jika mereka mendapat kompensasi. Keadaan mereka akan menjadi lebih buruk jika mereka menderita komplikasi medis pascadonor organ.

Hanya Bahrain

Secara global, banyak pemerintah memerangi Pasar Merah dengan kekuatan penuh hukum.

Di kawasan itu, Bahrain adalah satu-satunya negara yang telah mencapai status kategori Tingkat 1 menurut laporan “Trafficking in Persons 2019” Departemen Luar Negeri AS. Ini berarti Pemerintah Bahrain telah berupaya secara konsisten memerangi semua bentuk perdagangan melalui undang-undang, langkah-langkah identifikasi korban, kemitraan dengan LSM, dan langkah-langkah pencegahan.

“Kita perlu bergerak melampaui analisis dangkal untuk memahami faktor-faktor apa yang berkontribusi terhadap perdagangan manusia,” kata Mohammed El-Zarkani, pejabat yang bertanggung jawab di IOM Bahrain.

“Dalam situasi konflik, ada kekosongan hukum dan ketertiban. Para penyelundup memanfaatkan kekacauan, termasuk krisis kesehatan, seperti pandemi COVID-19. Mereka yang paling rentan terhadap perdagangan adalah mereka yang tidak memiliki perlindungan hukum,” katanya.

El-Zarkani mengatakan, Bahrain telah mendirikan Pusat Regional untuk Keunggulan melawan Perdagangan Manusia dengan tujuan tegas menangani perdagangan manusia di tingkat lokal dan regional.

“Sebagai yang pertama dari jenisnya, pusat ini bertujuan untuk mengembangkan kurikulum melatih entitas pemerintah, perwakilan sektor swasta, masyarakat umum, asosiasi masyarakat sipil, organisasi internasional dan regional, profesional kesehatan dan pendidik, untuk meningkatkan upaya Teluk secara kolektif melawan perdagangan manusia,” katanya.

“Mengembangkan kurikulum pelatihan yang khusus untuk wilayah tersebut akan menjadi kunci dalam keseluruhan upaya holistik pemerintah Teluk untuk memerangi semua jenis eksploitasi di bawah perdagangan manusia,” tambahnya. (AT/RI-1/P2)

 

Sumber: Arab News

 

Mi’raj News Agency ()

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.