Cox’s Bazar, MINA – Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar dan berlindung di negara tetangga Bangladesh sejak akhir Agustus lalu, menyatakan ketakutannya untuk kembali ke negara asalnya.
Berbicara di kamp-kamp seperti Balukhali, Kutupalong, dan Tankhali di Bangladesh, para pengungsi mengatakan kepada Anadolu Agency yang dikutip MINA, Senin (18/12), mereka hampir saja tidak dapat menyelamatkan diri di tamah air mereka dan tidak mau kembali lagi.
Seorang wanita Rohingya bernama Tahara mengatakan, suaminya dibunuh oleh tentara Myanmar dan dia berlindung di Bangladesh sejak tiga bulan yang lalu.
“Ini lebih baik dari Myanmar. Setidaknya kami aman di sini. Saya tidak ingin kembali. Kami bisa melindungi nyawa kami di sini,” katanya.
Baca Juga: Survei: 37 Persen Remaja Yahudi di AS Bersimpati dengan Hamas
Wanita Rohingya lainnya, Zubeyre, mengatakan bahwa setelah suaminya ditikam sampai mati, dia harus pergi ke Bangladesh bersama keempat anaknya.
“Satu-satunya kesalahan kami adalah menjadi Muslim. Satu-satunya kesalahan kami adalah beribadah di masjid atau pergi ke sekolah agama. Itulah mengapa mereka membunuh kami,” kata Zubeyre.
Ia menyatakan tidak berencana untuk kembali ke Myanmar.
“Kami tidak punya apa-apa lagi. Rumah kami terbakar. Tanah kami diambil dari kami. Paling tidak saya aman di sini dan bisa makan,” tambahnya.
Baca Juga: Hongaria Cemooh Putusan ICC, Undang Netanyahu Berkunjung
Menurut PBB, sejak 25 Agustus, sekitar 650.000 warga Rohingya telah menyeberang dari negara bagian Myanmar di Rakhine ke Bangladesh.
Para pengungsi tersebut melarikan diri dari tindakan militer dan warga Buddha yang membunuh pria, wanita dan anak-anak, menjarah rumah, dan membakar desa-desa Rohingya. (T/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki