Khartoum, MINA – Para pemrotes Sudan mengatakan, setidaknya 35 orang tewas setelah pasukan keamanan menyerbu kamp protes utama di ibu kota Khartoum, dalam kekerasan terburuk sejak penggulingan Presiden Omar Al-Bashir yang mengundang kecaman global.
Asosiasi Profesional Sudan (SPA) yang mempelopori protes nasional yang dimulai pada bulan Desember 2018 mengatakan, tindakan keras pada hari Senin (3/6) merupakan “pembantaian berdarah”.
“Kami menganggap Dewan Militer Transisi (TMC) bertanggung jawab atas apa yang terjadi pagi ini,” kata SPA, merujuk pada Dewan Militer yang saat ini mengelola negara, demikian Al Jazeera melaporkan.
Para pemimpin prodemokrasi telah meminta orang untuk mengambil bagian dalam pawai malam dan memblokir jalan-jalan utama sebagai bagian dari “pembangkangan sipil total” untuk “melumpuhkan kehidupan publik” di seluruh negeri.
Baca Juga: Perang Dua Tahun, Pelanggaran terhadap Anak di Sudan Naik 1.000 Persen
Komite Sentral Dokter Sudan yang terkait dengan para pengunjuk rasa mengatakan dalam sebuah unggahan di Facebook pada Senin, jumlah korban jiwa telah meningkat menjadi setidaknya 35 jiwa, termasuk seorang anak.
Kelompok itu mengatakan, ratusan orang telah terluka, sebagian besar akibat tembakan.
Menurut saksi mata, mayat para pemrotes yang ditembak mati dibuang di Sungai Nil dekat tempat aksi protes berlangsung.
PBB mengecam penggunaan kekuatan berlebihan oleh pasukan keamanan terhadap para pemrotes dan menyerukan penyelidikan independen atas pembunuhan tersebut. (T/RI-1/RI-1)
Baca Juga: Lebih dari 300 Orang Tewas Imbas Serangan di Kamp Pengungsi Sudan
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jelang Persiapan Haji, Jamaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi 29 April